Oleh Sujilah
(Ibu Rumah Tangga dan Pegiat Literasi)
Keteladanan Umar ra. dalam memimpin umatnya adalah kisah nyata kegemilangan Islam. Kita bisa mengambil pelajaran bagaimana seharusnya pemimpin dalam menghadapi wabah dan tanggung jawab besarnya melindungi nyawa rakyat
Wacana-edukasi.com — Pandemi covid-19 belum berakhir, justru malah semakin mencemaskan. Jumlah warga yang terpapar rata-rata di atas 20 ribu kasus perhari, rumah sakit dilaporkan kolaps dan pasien bertumpuk dan bahkan tidak tertampung lagi. Tenaga kesehatan makin kawalahan dan sebagian jatuh sakit dan bahkan meninggal. Di samping itu banyak warga yang menjalani isolasi mandiri di rumah pun kondisinya memprihatinkan.
Seperti dikutip ayobandung.com,(7/6/2021) seorang warga yang akrab disapa Kris, yang sudah 14 hari menjalankan isolasi mandiri bersama keluarganya. Dua pekan sebelumnya Kris dan istrinya dinyatakan terkonfirmasi Covid-19. Gejala awal yang dirasakan adalah sesak.
Untuk menaati aturan pemerintah, Kris melakukan isoman bersama keluarganya. Setelah dinyatakan hasil tes usap positif covid,Kris lapor ke RT/RW di lingkungannya, ia berharap dengan memberitahu keadaannya, paling tidak orang-orang menjadi lebih waspada. Nyatanya usaha Kris tersebut tidak membuahkan hasil. Warga tak peduli, kurang empati, hingga enggan membantu kondisi Kris dan keluarga yang sedang isoman.
Peristiwa yang menimpa Kris itu akhirnya berimbas menjadi penyintas covid-19. Di satu sisi keinginan untuk taat pada aturan dengan menjalankan isoman, namun di sisi lain kebutuhan pokok harian, vitamin serta obat-obatan yang diperlukan tak ada yang memberikan, bahkan bantuan dari pemerintah pun tak kunjung hadir. Maka terpaksa penyintas covid-19 ke luar rumah untuk membeli semua kebutuhannya, padahal semua ini akan membahayakan masyarakat luar.
Seharusnya warga lingkungan sekitar ada kepedulian sosial dan dukungan atas situasi dan kondisi bagi penyintas covid-19, bukan malah dibiarkan. Dalam kondisi seperti di atas diperlukan perhatian pemerintah untuk bersikap lebih bijaksana dan meningkatkan empatinya kepada rakyat yang terdampak covid-19, yaitu dengan cara memberi bantuan kebutuhan pokok rakyat secara maksimal termasuk kesehatan, obat serta pelayanan rumah sakit.
Namun sayangnya dalam sistem demokrasi saat ini, para pemimpin lebih memprioritaskan kepentingan ekonomi bagi para kapitalis ketimbang mewujudkan jaminan kesehatan, terpenuhinya kebutuhan rakyat dan atau melindungi nyawa individu per individu. Padahal, dengan sikap abai tersebut ekonomi makin terpuruk, kemiskinan bertambah, kejahatan meningkat, ditambah lagi kebijakan pemerintah yang sering gonta-ganti berakibat pada ketidakjelasan wabah kapan berakhir, sementara rakyat terus menjerit. Maka dengan bergantinya kebijakan-kebijakan hingga diterapkannya PPKM dari level 1-4, tidak akan mampu memutus rantai penularan virus secara cepat selain nyawa rakyat tumbang satu-persatu.
Inilah ketika kepemimpinan dibangun di atas sistem kapitalisme sekuler yang tidak mungkin melahirkan sosok pemimpin yang benar-benar bertanggung jawab, ikhlas, amanah, dan memiliki kepedulian yang tinggi kepada rakyat. Kapitalisme hanya melahirkan pemimpin serakah, cinta jabatan, pro pemodal, khianat dan zalim kepada rakyat.
Jika pemerintah dianggap telah gagal mengatasi pandemi karena memilih sistem kapitalisme dalam menjalankan negara, berbeda dengan pemimpin dalam sistem Islam yang mempunyai aturan sempurna. Islam memberikan contoh bagaimana mengatasi pandemi. Pertama, yang harus dilakukan adalah menetapkan karantina wilayah (lockdown) secara syar’i seperti pada saat wabah Tha’un yang menyerang wilayah Syam, masa Khalifah Umar bin Khattab ra.
Khalifah Umar waktu itu memilih kembali ke Madinah dan mengurungkan niatnya mendatangi Syam. Beliau menetapkan agar kaum muslimin tidak memasuki daerah yang terjangkit wabah, mengisolasi rakyat dengan memisahkan yang sehat dan yang sakit. Seperti sabda Nabi Saw.:
“Jika kalian mendengar wabah di suatu wilayah, maka janganlah kalian memasukinya. Tapi jika terjadi wabah di tempat kalian berada maka jangan tinggalkan tempat itu.” (HR Bukhari)
Kedua, Khalifah Umar bin Katthab lebih mengedepankan musyawarah dengan pemimpin-pemimpin daerah dalam menghadapi pandemi, dan tegas dalam mengambil kebijakan yang diyakini benar dan menyelamatkan umat serta meminta rakyat agar senantiasa berdoa kepada Allah.
Ketiga, menerima keputusan bawahan, tatkala kondisi darurat. Maksudnya menerima segala masukan selama itu bermanfaat untuk umat, tanpa ada kepentingan sepihak atau paksaan. Hingga akhirnya keputusan untuk melayani serta memenuhi kebutuhan masyarakat dilaksanakan secara terpusat dalam satu komando Khalifah Umar ra. Bahkan Umar sendiri sebagai kepala negara, tak segan terjun langsung ke lapangan.
Keteladanan Umar ra. dalam memimpin umatnya adalah kisah nyata kegemilangan Islam. Kita bisa mengambil pelajaran bagaimana seharusnya pemimpin dalam menghadapi wabah dan tanggung jawab besarnya melindungi nyawa rakyat.
Maka, hanya dengan aturan Islam pandemi ini bisa berakhir dan akan menjadi pemecah problematika kehidupan yang lainnya. Adalah sebuah keniscayaan ketika syariat Islam diterapkan secara kaffah, masyarakat akan selamat dan bisa menikmati kehidupan yang sejahtera.
Wallahu a’lam bi ash-shawab.
Views: 0
Comment here