Surat Pembaca

Lonjakan Covid di Luar Jawa, di Mana Antisipasinya?

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh : Ummu Taqy

wacana-edukasi.com — Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyampaikan ada lima provinsi di luar Pulau Jawa-Bali yang mengalami kenaikan kasus Covid-19 cukup tinggi yaitu Kalimantan Timur (Kaltim), Sumatera Utara (Sumut) Papua, Sumatera Barat (Sumbar) dan Kepulauan Riau. Jokowi pun memberi perhatian kepada Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) dimana per 1 Agustus 2021 masih tercatat 886 kasus. Lalu turun pada 2 Agustus 2021 menjadi 410 kasus baru. Kemudian pada 3 Agustus 2021 sebanyak 8 kasus baru, 4 Agustus sebanyak 530 kasus. Namun pada 6 Agustus 2021 mengalami lonjakan kasus baru mencapai 3.598 kasus. “Dan yang perlu hati-hati NTT saya lihat dalam seminggu yang seperti angka-angka seperti ini harus direspons secara cepat,”tegasnya. (Sindonews.com, 08 Agustus 2021)

Sebenarnya hal ini wajar. Sudah menjadi rahasia umum, jika di luar Jawa semua fasilitas umum masyarakat termasuk fasilitas kesehatan tidak sebagus di Jawa – Bali. Selain itu, Badan Pusat Statistik (BPS) menemukan, disiplin protokol kesehatan di Luar Pulau Jawa-Bali lebih rendah dibanding di Pulau Jawa-Bali (Kompas.com, 02 Agustus 2021). Hal ini, sebanding pula dengan tingkat pendidikan di luar Jawa Bali yang memang juga rendah. Wajar, jika banyak yang masih abai dengan protokol kesehatan menghadapi covid ini.

Yang lebih mengenaskan lagi, dalam menghadapi pandemi Covid-19, Indonesia memiliki 1.827 rumah sakit dan 5.834 ventilator. Namun persebarannya masih terpusat di Pulau Jawa. Dari total rumah sakit tersebut, sebanyak 936 unit ada di Pulau Jawa (51%), sedangkan di luar Jawa hanya 891 unit (49%). Adapun jumlah ventilator di Pulau Jawa mencapai 4.942 unit, sedangkan luar Pulau Jawa hanya 892 unit (Litbang Kompas, 2 April 2020) .

Seharusnya kondisi luar Jawa – Bali yang minim fasilitas kesehatan dan buruknya kesiapan masyarakatnya menghadapi pandemi ini sudah cukup untuk mengantisipasi ledakan kasus Covid-19. Pemerintah sebelumnya harus menyiapkan langkah-langkah preventif, yang jika tak dilakukan, akibatnya bisa seperti kondisi di Jawa minggu-minggu ini, tenaga kesehatan dan fasilitas kesehatan tak sanggup lagi untuk menanggung beban melonjaknya kasus yang begitu pesat. Itupun sebagai akibat dari keputusan pemerintah yang tidak memberlakukan karantina penuh di pulau Jawa atau lock down dalam menghadapi pandemi ini. Wajar jika akhirnya virus menyebar kemana-mana. Efek dominonya sungguh luar biasa.

Salah satunya bagaimana PPKM (Pemberlakukan Pembatasan Kegiatan Masyarakat) berlarut-larut yang justru berdampak pada masyarakat, baik dari kesehatan mereka, maupun pemenuhan ekonomi mereka.

Fakta ini sungguh sangat menyedihkan. Sudah dari awal pandemi melanda dari negeri, banyak saran dari para ahli bahkan hingga WHO (World Health Organization) untuk memberlakukan karantina penuh atau lockdown Indonesia agar virus tidak semakin menyebar. Tapi, dalih ekonomi membuat pemerintah tak melakukan hal tersebut. Gelombang ledakan virus hingga tahun kedua pun terjadi.

Kalau sudah seperti ini, kepentingan kapitalistik-lah yang dominan daripada mengurusi urusan rakyat. Jelas, karena rezim ini adalah rezim kapitalistik dengan ide dasar keuntungan materi yang menjadi landasan dalam mengurusi urusan rakyat. Segalanya berlandaskan keuntungan, meski rakyat sudah diambang kematian.

Maka, tak inginkah kita merubah sistem negeri ini menjadi sistem Islam?. Sistem Islam berlandaskan pada aturan Allah, yang menjadikan aturan Allah sebagai aturan dalam kehidupan yang mampu mengayomi seluruh urusan bernegara. Ini pun sudah dibuktikan sejak didirikamnya Daulan Islam di Madinah yang dipimpin oleh Rasulullah SAW hingga Kekhilafahan Ustmani di Turki yang berakhir pada tahun 1924 Masehi.

Wallahu A’lam Bi Showab

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 0

Comment here