Kebijakan pengadaan LPG yang terus mengurangi jumlah subsidi, tidak lepas dari penerapan ekonomi kapitalisme di negeri ini Dalam sistem Kapitalisme, negara hanya bertindak sebagai regulator, dan menyerahkan semua mekanisme pada pasar.
Oleh Khusnul Khotimah (Pemerhati Masalah Umat)
wacana-edukasi.com, OPINI– Beberapa pekan terakhir ini kembali marak pemberitaan tentang kelangkaan LPG melon dibeberapa daerah seperti Balikpapan, Bali, Makasar, Banyuwangi , dan lainnya. Kelangkaan ini tentunya menimbulkan keresahan ditengah-tengah masyarakat, karena LPG sudah menjadi kebutuhan pokok rakyat.
CNN Indonesia pada tanggal 27 Juli 2023 memberitakan bahwa menurut Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Nicke Widyawati, penyebab LPG 3 kg langka terjadi karena peningkatan konsumsi. Pada bulan Juli ini ada peningkatan konsumsi sebesar 2 persen sebagai dampak dari adanya libur panjang beberapa waktu lalu. Saat ini pihak Pertamina sedang melakukan recovery dari penyediaan distribusinya untuk mempercepat.
Pertamina melalui Subholding Commercial & Trading yaitu PT Pertamina Patra Niaga akan melakukan pemantauan penyaluran. Selain itu, pihaknya turut bekerja sama dengan pemerintah daerah untuk memastikan ketersediaan pasokan serta penyaluran LPG 3 kg bersubsidi tepat sasaran.
Untuk memperbaiki tata kelola distribusi LPG 3 kg, Pertamina tengah melakukan pendaftaran atau registrasi melalui KTP dan NIK supaya bisa dijadikan dasar data yang bisa dipertanggungjawabkan kepada pemerintah. Pihak Pertamina juga mengimbau agar masyarakat menggunakan LPG sesuai peruntukannya. Artinya, LPG 3 kg merupakan produk subsidi yang ditujukan khusus masyarakat yang kurang mampu.
Ditengah kelangkaan LPG melon ini, justru Pertamina meluncurkan produk baru, Anggota Komisi VII DPR RI Mulyanto menilai langkah pemerintah meluncurkan produk LPG 3kg non subsidi bermerek Bright dengan harga yang lebih mahal di tengah masyarakat yang kesulitan mendapatkan gas LPG 3 kg bersubsidi, sebagai sebuah tindakan yang ia sebut “super tega” . Kebijakan itu akan membuat pengadaan dan pendistribusian LPG 3 kg bersubsidi semakin terbatas dan sulit. Ujung-ujungnya masyarakat dipaksa membeli gas LPG non subsidi.
Ia memperkirakan hadirnya LPG 3 kg non subsidi itu akan meningkatkan tindak penyalahgunaan LPG 3kg bersubsidi oleh pihak tertentu. Mengingat selisih harga jualnya sangat besar. Dimana saat ini Pertamina menjual LPG 3 kg merek Bright seharga Rp56.000 terbatas di Jakarta dan Surabaya. Sementara gas melon 3 kg bersubsidi sebesar Rp20.000. (Go DPR. 27/7/23).
Kebijakan Kapitalisme Menyengsarakan Rakyat
Kebijakan pengadaan LPG yang terus mengurangi jumlah subsidi, tidak lepas dari penerapan ekonomi kapitalisme di negeri ini Dalam sistem Kapitalisme, negara hanya bertindak sebagai regulator, dan menyerahkan semua mekanisme pada pasar. Negara pantang memberikan subsidi kepada rakyat, sehingga wajar jika subsidi terus dikurangi, bahkan kelak akan dihapus sama sekali.
Dengan diserahkan pada mekanisme pasar, tentu hal ini sangat memberatkan kepada rakyat, karena LPG adalah kebutuhan pokok, sejak pemarintah menetapkan kebijakan peralihan dari minyak tanah ke LPG. Padahal Indonesia memiliki sumberdaya gas yang sangat besar. Hanya saja karena pengelolaannya menggunakan sistem Kapitalisme, maka gas ini akhirnya menjadi lahan bisnis penguasa Sumber daya gas dijual ke asing. Pun demikian juga kepada rakyatnya sendiri. Rakyat diperlakukan sama Kebijakan Kapitalisme ini jelas hanya akan menguntungkan pihak korporasi dan mengorbankan rakyat. Ditengah kondisi perekonomian rakyat yang semakin menurun, justru beban rakyat ditambah dengan kelangkaan LPG ini.
Sistem Islam Menjamin Kebutuhan Rakyat
Pemerintah adalah pihak yang sangat bertanggung jawab terhadap pemenuhan kebutuhan rakyat. Pemerintah harus mengupayakan berbagai cara agar memudahkan rakyatnya untuk memenuhi kebutuhannya.
Di dalam Islam, gas termasuk dalam kepemilikan umum dan boleh dinikmati atau dimanfaatkan oleh semua orang, apakah kaya, miskin, laki-laki, perempuan, anak-anak, dewasa maupun orang tua tanpa ada pengecualian dan perbedaan. Sebagaimana Rasulullah SAW pernah bersabda : ” Kaum muslimin bersekutu ( memiliki hak yang sama) dalam tiga hal : air, Padang dan api” (HR. Abu Dawud).
LPG adalah termasuk barang tambang sumber energi yang tidak dapat langsung dipergunakan, tetapi harus melalui proses pengolahan terlebih dahulu. Oleh karena itu, sumber LPG ini harus dikelola oleh negara sendiri, tidak diserahkan ke swasta maupun asing. Tambang milik rakyat ini harus dikelola oleh pemerintah (perusahaan negara) dan dikembalikan hasilnya sepenuhnya untuk rakyat, untuk memenuhi kebutuhan mereka. Rakyat akan dengan mudah memperolehnya dengan gratis ataupun kalau membeli dengan harga yang murah. Negara boleh mengambil harga dari rakyat, tetapi sebatas pengganti biaya pengolahan, bukan untuk meraup keuntungan dari jual beli dengan rakyat.
Dengan pengelolaan yang baik dan bertanggung jawab, serta dijalankan sesuai dengan syariat Islam. Insya Alloh tidak akan muncul berbagai permasalahan dalam pemenuhan kebutuhan rakyat, baik kebutuhan pokok (primer) maupun kebutuhan pelengkap (sekunder dan tersier).
Demikianlah, Islam sangat memperhatikan berbagai permasalahan umatnya. Syariat Islam yang diberikan oleh Alloh SWT untuk ditegakkan ditengah-tengah umat manusia,, akan mampu menyelesaikan berbagai problematika kehidupan manusia. Dalam HR Bukhori dan Abdulloh Ibnu Umar, meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda, “ Imam(kepala negara) adalah pengurus rakyat. Dia bertanggung jawab atas urusan rakyat nya”.
Wallahu ‘alam bishowaab
Views: 15
Comment here