wacana-edukasi.com– Seiring berjalannya kehidupan di era digitalisasi saat ini, banyak dari masyarakat di Indonesia yang bisa merasakan dampak positif dan juga dampak negatifnya. Melihat kondisi yang kian hari kian sulit, membuat sebagian masyarakat terus menjerit kesusahan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari. Mulai dari langkanya minyak goreng, hingga naiknya harga gas LPG, menjadikan masyarakat bak hidup di negeri yang serba kekurangan. Padahal kekayaan alam di negeri ini sangat melimpah dan seharusnya mampu memenuhi kebutuhan hidup masyarakat yang tinggal di dalamnya.
Mulai 27 Februari 2022, PT Pertamina (Persero) melalui PT Pertamina Patra Niaga, Sub Holding Commercial & Trading PT Pertamina (Persero) menaikkan harga gas elpiji non subsidi. Kenaikan tersebut mulai dirasakan pada awal Maret ini oleh masyarakat, terutama yang sehari-hari menggunakan gas elpiji tersebut, seperti para pemilik warung makan. (kompas.com, 01/03/2022).
Bahkan Pertamina menyebutkan, penyesuaian ini dilakukan mengikuti perkembangan terkini dari industri minyak dan gas. (tribunnews.com, 01/03/2022).
Sangat disayangkan, ketika kondisi masyarakat yang masih belum sembuh dari luka dampak adanya pandemi, kini masyarakat harus kembali menerima luka akan mahal dan langkanya minyak dan gas. Dengan alasan mengikuti perkembangan industri global, pemerintah seakan menambah beban kesengsaraan terhadap penderitaan rakyat dan tidak menjadikan rakyat sebagai prioritas perhatiannya.
Sementara itu, Ketua Pengururs Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Tulus Abadi juga menilai kenaikan harga LPG non subsidi oleh Pertamina berpotensi mendorong banyak konsumen untuk beralih menggunakan LPG subsidi, yakni LPG 3 kg alias LPG gas melon. (tribunnews.com , 01/03/2022).
Jelas, hal ini bisa menjadi jembatan bagi siapa saja yang memiliki kepentingan untuk dapat meraup keuntungan sebanyak-banyaknya. Ditambah lagi, dari sejak awal pengesahan UU oleh pemerintah untuk mengatur minyak dan gas tersebut nampak terkesan merestui akan liberalisasi migas di negeri ini.
Kenaikan LPG ini juga bisa memberikan dampak yang memberatkan bagi masyarakat. Bahkan di lapangan, kenaikan harga LPG non subsidi ini membuat masyarakat menjerit. Salah satunya di Kecamatan Manggar di Kabupaten Belitung Timur, Kepulauan Bangka Belitung yang dikenal dengan julukan negeri 1001 warung kopi. Pemilik warung kopi Putri Salju di Pasar Lipat kajang, Manggar, Atak, mengatakan harga gas elpiji 12 kilogram mencapai Rp 220.000. Melonjak drastis dari harga sebelumnya Rp 190.000. (kompas.com , 01/03/2022).
Beginilah hidup dalam lingkaran imperialis. Meski negeri ini memiliki sendiri kekayaan migas, namun rakyat tak bisa menikmati pemanfaatannya dengan murah bahkan gratis. Justru yang ada, negara menyerahkan pengelolaan dan memberikan keuntungan terbesarnya pada swasta.
Dalam Islam, sebuah negara memiliki kewajiban untuk meriayah rakyatnya. Negara juga menjadikan rakyatnya sebagai prioritas dalam setiap pengambilan kebijakan. Di situlah mengapa Islam menjadi titik terang bagi kehidupan umat manusia. Karena Islam mampu memberikan rahmat bagi seluruh umat di dunia. Dengan diterapkannya aturan kehidupan yang berlandaskan Aqidah Islam, maka dampak kehidupan yang dirasakan pun jauh dari keterpurukan dan kerusakan. Berbeda dengan kehidupan saat ini yang di atur oleh aturan kapitalis-liberal, dampak yang dirasakan oleh rakyat seakan-akan hidup dalam masa imperialis, bahkan penderitaan dan kerusakan pun kian hari kian membuat miris.
Sudah saatnya rakyat bangkit dari keterpurukan ini, dan menjemput sebuah kemenangan besar yang dijanjikan oleh sang Khaliq, yakni kemenangan Islam yang akan memberikan rahmat bagi setiap manusia di seluruh dunia.
Kania Helisandi, S.Pd.
Views: 5
Comment here