Surat Pembaca

LPG Terus Menjadi Polemik

blank
Bagikan di media sosialmu

Dalam sistem ekonomi Kapitalisme, menjadi sebuah ‘keniscayaan’ bahwa pemilik modallah yang berhak untuk menguasai berbagai sektor penting termasuk sumberdaya alam (SDA) yang posisinya sangat menguntungkan bagi para Kapital.

Tsabita (Pegiat Literasi)

wacana-edukasi.com, SURAT PEMBACA– Belakangan ini Liquefied Petroleum Gas (LPG) ukuran 3 kg mengalami kelangkaan di beberapa wilayah di indonesia. Di antaranya Banyuwangi, Magetan, dan beberapa wilayah di Kalimantan dan Sulawesi.

Direktur Utama PT Pertamina (Persero), Nicke Widyawati mengatakan terjadinya kelangkaan LPG disebabkan adanya peningkatan konsumsi masyarakat sebesar 2 persen di bulan Juli 2023 sebagai dampak adanya libur panjang beberapa waktu lalu.

Lebih lanjut, Nicke mengatakan terdapat penyaluran LPG 3 kg yang salah sasaran. Yang mana menurut data pemerintah, ada sekitar 60 juta rumah tangga yang berhak menerima subsidi dari total 88 juta rumah tangga atau sekiar 68 persen, namun penjualannya naik mencapai 96 persen. Ini menunjukkan adanya distribusi yang salah sasaran.

Karena itu pihaknya menghimbau masyarakat untuk menggunakan elpiji sesuai peruntukannya, dimana LPG 3 kg merupakan barang subsidi untuk masyarakat kurang mampu dan pihaknya akan melakukan pemantauan distribusi. Pihaknya akan bekerja sama dengan pemerintah daerah untuk memastikan ketersediaan pasokan serta penyaluran LPG 3 kg bersubsidi sesuai target. (www.cnnindonesia.com/25/7/2023)

Selama ini masyarakat menggunakan epiji yang 5,5 kg dan 12 kg bermerek Bright Gas, serta LPG 3kg yang berwarna hijau atau biasa disebut gas melon bersubsidi. Namun di saat sulitnya masyarakat mendapatkan gas elpiji 3 kg, pemerintah justru memberikan solusi dengan meluncurkan LPG 3 kg bermerek Bright Gas yang dikatakan sudah dipasarkan sejak 2018 oleh Pertamina Patra Niaga yang harganya jauh lebih mahal dari gas hijau 3kg yaitu Rp. 56.000 (karena bukan barang bersubsidi).

Anggota Komisi VII DPR RI, Mulyanto menilai langkah pemerintah menghadirkan produk LPG 3 kg non subsidi bermerek Bright dengan harga lebih tinggi ditengah masyarakat kesulitan mendapatkan yang bersubsidi sebagai sebuah tindakan yang ia sebut ”super tega” pada masyarakat.

“Kebijakan itu akan membuat pengadaan dan pendistribusian LPG 3 kg bersubsidi semakin terbatas dan sulit. Ujung-ujungnya masyarakat dipaksa membeli LPG 3 kg non subsidi,” ungkap Mulyanto. (www.dpr.go.id/27/7/2023)

Pembelaan dari pemerintah tersebut membuat rakyat lagi-lagi tak bisa berbuat banyak, padahal ketersediaan LPG sudah menjadi tanggung jawab pemerintah dalam membantu masyarakat guna memenuhi kebutuhan hidupnya. Tetapi faktanya pemberian subsidi yang tujuannya untuk mensejahterakan rakyat, justru malah menimbulkan masalah.

Hal ini wajar terjadi karena dalam sistem Kapitalis, subsidi menjadi sarana pengendalian tidak langsung oleh pemerintah dalam menetapkan tarif serta segala macam pajak dan subsidi.

Dalam sistem ekonomi Kapitalis, menjadi sebuah ‘keniscayaan’ bahwa pemilik modallah yang berhak untuk menguasai berbagai sektor penting termasuk sumberdaya alam (SDA) yang posisinya sangat menguntungkan bagi para Kapital. Pengelolaan potensi SDA dalam sistem Kapitalis banyak membawa kerusakan. Ironis, SDA Indonesia dibawah pengelolaan sistem Kapitalisme telah berhasil melegalkan asing untuk mengintervensi berbagai undang-undang.

Kekuatan sistem kapitalis global inilah yang menjadi alasan utama sulitnya rakyat memenuhi segala kebutuhannya, termasuk elpiji, meski sebelumnya pemerintah melakukan konversi dari minyak tanah ke gas elpiji dengan alasan mengurangi ketergantungan dan penyalahgunaan minyak tanah, kini pengalihan gas bersubsidi untuk notabene rakyat miskin pun secara pelan tapi pasti akan beralih ke gas non subsidi demi keuntungan para kapital.

Maka hal ini menjadi persoalan penting yang mengharuskan hadirnya solusi yang mampu menuntaskan problem manusia yaitu dengan hadirnya sistem Islam . Dalam sistem Islam, subsidi merupakan salah satu cara yang dilakukan untuk pemberian harta milik negara kepada individu dengan mengelola kekayaan sumberdaya alam yang melimpah ruah dapat menjadi modal besar dalam memberikan nilai manfaat bagi rakyat berupa kesejahteraan.

Olehnya itu, dalam pengelolaannya harus berada di tangan negara, bukan diserahkan kepada swasta asing/aseng sebagai ladang bisnis. Karena sumber daya alam merupakan kepemilikan umum yang keuntungannya diserahkan kepada rakyat. Melalui pengelolaan sumber daya alam, dapat menjadi potensi besar terhadap pemasukan negara (APBN). Tentunya jika dikelola dengan benar sesuai aturan Islam.

Rasulullah SAW. bersabda, “Manusia berserikat dalam tiga hal: air, padang rumput dan api”(HR. Abu Dawud).

Semoga sistem Islam segera tegak kembali dan masyarakat dapat hidup sejahtera. Wallahu a’lam bishawaab

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 23

Comment here