OpiniTabligul Islam

Mahasiswa Terlibat Pemilu : Berdaya atau Dibajak?

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh : Syahra Al Azis

wacana-edukasi.com, OPINI– Ibarat mau lebaran, aroma ketupat sudah mulai tercium. Begitu pun hari ini, aroma pemilu sudah mulai tercium, walaupun tahun politik masih dua tahun lagi. KPU dan Basawlu memang sudah gencar melakukan sosialisasi diberbagai kampus, termasuk membuat MoU dengan berbagai kampus dalam rangka menyukseskan pemilu 2024 nanti. KPU gencar melakukan hal tersebut dikarenakan, sejumlah survei memang menunjukan bahwa Gen Z dan Milenial akan menempatkan porsi besar di Pemilu 2024.

Dilansir dari Liputan6.com, (26/09/2022) Kepala Departemen Politik dan Perubahan Sosial CSIS Arya Fernandes mengatakan, Pemilu 2024 mendatang akan didominasi oleh kaum generasi Z dan milenial yang rentang usianya 17-39 tahun mendekati 60% berdasarkan periode survei pada 8-13 Agustus 2022.
Komisioner KPU, August Mellaz menyebutkan tantangan Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 karena pemilih rata-rata usia muda akan jadi lapisan dominan. (VOI®, 20/10/2023).

Nah mahasiswa menjadi satu lapisan generasi yang juga sangat penting. Mereka kan punya tradisi intelektual, teman-teman mahasiswa punya kemampuan untuk membantu penyebarluasan informasi dengan baik. Hal ini mengalami peningkatan dari Pemilu tahun 2019 lalu. Artinya dari sini bisa dilihat bahwa pemilih muda mempunyai kekuatan dan memiliki pengaruh besar terhadap hasil pemilu nantinya.

Ilusi Partisipasi Politik Mahasiswa

Ada dua hal yang mesti diperhatikan terkait keterlibatan mahasiswa di pemilu. Apakah mahasiswa itu diberdayakan atau malah dibajak. Yang pertama, jika diamati mahasiswa hari ini betul-betul disibukkan dengan berbagai kegiatan kampus, belumlah mereka disibukkan dengan kuliahnya, tugas, praktek, adanya program MBKM, adanya aktivitas remeh yang orientasinya sekadar mengejar kepuasan materi semata, dan sekarang ditambah diharapkan mahasiswa berpartisipasi aktif untuk menyukseskan pemilu 2024. Akibatnya apa, yang terjadi adalah bahwa mahasiswa kehilangan kepedulian dan kepekaan mereka terhadap kondisi politik dan permasalahan bangsa hari ini, bahkan sengaja dibatasi atau bahkan dicegah.

Yang kedua, bahwa pemuda atau mahasiswa hari ini, masih diliputi oleh banyak sekali problem. Sehingga, banyak pihak yang berharap dengan adanya partisipasi politik dari mahasiswa ini, diharapkan segala problematik pada pemuda dapat terselesaikan. Tapi sangat disayangkan, partisipasi politik pemuda atau mahasiswa yang dimaksud masih jauh dari harapan karena beberapa hal : pertama, Partisipasi yang dimaksud masih sebatas bagaimana pemuda itu terlibat dalam praktik politik praktis, yaitu bagaimana mahasiswa itu bisa menjadi supporting system atau penerus kaum tua pada aktivitas politik dalam parpol yang menjadi kontestan di pesta demokrasi nantinya. Kedua, Masih sebatas pada bagaimana para mahasiswa ini bisa terlibat atau menyalurkan hak suaranya dalam pesta demokrasi tahun 2024 nanti. Ketiga, Mahasiswa diminta untuk menyebarkan opini melalui Sosmed, dalam rangka mengajak dan mendorong para pemilih pemula untuk menyalurkan hak suaranya di pemilu. Keempat, Bagaimana saat Kuliah Kerja Nyata (KKN) atau pengabdian kepada masyarakat nantinya bisa mewujudkan gerakan sosial kampung anti Money politik (politik uang). Kelima, Mahasiswa diharapkan kelak akan menjadi salah satu anggota KPPS saat pemilu nnti.

Intinya, mahasiswa sangat diharapkan untuk bisa menyukseskan pemilu, atau bisa dibilang mereka seakan “meminta tolong kepada mahasiswa” untuk menyukseskan pesta demokrasi perlima tahun itu. Dengan bualan konyol bahwa “jika mau mewujudkan nilai-nilai demokratis dalam diri mahasiswa, maka ikutlah menyukseskan pemilu”.

Tapi faktanya, disaat yang sama pun, ketika para mahasiswa ini ingin menyampaikan partisipasi politik yang mewakili kondisi rakyat banyak, menjadi penyambung lidah rakyat, mahasiswa malah dipersekusi atau mengalami kekerasan, baik secara fisik maupun psikis. Mahasiswa dibatasi geraknya, dibungkam suaranya. Sehingga slogan-slogan “silakan kritik saya” atau “silakan beri masukan” ternyata bisa dikatakan hanya omong kosong.

Partisipasi Politik Hakiki

Politik dalam kamus bahasa Arab itu dikenal dengan istilah siyasah. Kata ini merupakan akar kata dari sasa-yasusu, yang berarti mengemudi, mengendalikan, mengatur, dan sebagainya.

Apabila dikatakan sasa al amra artinya dabbarahu (meriayah atau mengatur suatu perkara). Nabi Muhammad saw. menggunakan kata politik (siyasah) dalam sabdanya, “Adalah Bani Israil, mereka diurusi urusannya oleh para nabi (tasusuhumul anbiya). Ketika seorang nabi wafat, nabi yang lain datang menggantinya. Tidak ada nabi setelahku, tetapi akan ada banyak khalifah.” (HR Bukhari dan Muslim)

Jadi politik itu bermakna mengurusi urusan masyarakat. Jika disematkan dengan Islam, berarti pengurusan atau pengaturan berbagai urusan rakyat di dalam negeri maupun luar negeri disesuaikan dengan aturan Islam yang berasal dari Allah SWT bukan manusia. Sehingga jika berbagai urusan diatur dan dipelihara sesuai dengan kehendak manusia, maka tentu politik itu bukan politik islam, tapi politik perspektif sekularisme ataupun komunisme. Dan yang dominan hari ni diterapkan di dunia adalah politik demokrasi yang asasnya adalah sekularisme. Sehingga jika seseorang mengurusi urusan atau masalah rakyat seperti masalah BBM, BPJS, kenaikan UKT, pembegalan, pergaulan bebas, dan berbagai urusan atau masalah lainnya, maka orang tersebut bisa dikatakan melakukan aktifitas politik. Pun ketika seseorang berdakwah, menyeru kebaikan dan mencegah kemungkaran berupa kezaliman yang dilakukan penguasa kepada rakyatnya, maka bisa dikatakan pendakwah tersebut juga melakukan aktifitas politik yaitu politik islam.

Dan jika berbicara masalah politik, maka itu tidak hanya sekedar seremonial memilih pemimpin semata. Memilih pemimpin adalah perkara yang urgen lagi penting. Islam pun sangat memperhatikan tentang kepemimpinan ini. Bahkan di dalam Islam, kepemimpinan adalah amanah langsung dari Allah Swt. dan akan dipertanggungjawabkan di hadapan-Nya kelak pada hari akhir.

Allah Swt. berfirman, “Dan (sungguh beruntung) orang yang memelihara amanah-amanah dan janjinya, serta orang yang memelihara salatnya. Mereka itulah orang yang akan mewarisi, (yakni) akan mewarisi (surga). Mereka kekal di dalamnya.” (QS Al-Mukminun: 8—11)

Dari Ibnu Umar ra. dari Nabi saw., “Setiap orang adalah pemimpin dan akan diminta pertanggungjawaban atas kepemimpinannya. Seorang kepala negara adalah pemimpin atas rakyatnya dan akan diminta pertanggungjawaban perihal rakyat yang dipimpinnya…” (HR Bukhari dan Muslim)

Memilih pemimpin tidak hanya sekadar memilih pemimpin yang saleh lagi taat beribadah. Tapi, yang lebih penting juga adalah bagaimana kepemimpinannya dalam melaksanakan aturan-aturan Islam dalam mengurusi rakyat, baik dalam urusan pemerintahan, peradilan, ekonomi, pendidikan, kesehatan, sosial, dan sebagainya, seorang pemimpin harus menerapkan syariat Islam saja. Tidak hanya urusan di dalam negeri, tetapi urusan antarnegara atau luar negeri juga harus sesuai dengan syariat Islam. Penerapan seluruh aturan Islam ini wajib berlandaskan akidah Islam, karena memang Allah memerintahkannya dengan jalan melaksanakan risalah yang dibawa oleh Rasulullah saw..

Partisipasi Politik dan Perubahan di Tangan Mahasiswa

Ada kalimat dari sang orator “Beri aku 1000 orang tua, akan aku cabut semeru dari akarnya, beri aku 10 pemuda, niscaya akan aku guncangkan dunia”. Perkataan Bung Karno, telah menggambarkan bagaimana kedahsyatan Pemuda atau mahasiswa sebagai agen perubahan

Pemuda saat ini dijadikan sebagai harapan utama sebagai agen perubahan, dimana kondisi carut-marut multidimensi peradaban Global hari ini. Memang menuntut adanya para pelaku pengubah sistem, namun memang sangat disayangkan potensi pemuda dalam sistem kapitalisme sekuler saat ini, hanya difokuskan pada pemulihan dalam aspek ekonomi.

Pemuda hanya difokuskan pada sektor usaha dan teknologi, yang justru akan memandulkan daya kritis mereka terhadap kondisi umat yang sesungguhnya. Sehingga hal ini adalah pembajakan intelektualisme pemuda yang seharusnya memberikan solusi-solusi pada masalah global dan ini juga hanya akan semakin memupuk sifat individualisme di kalangan pemuda, dengan berfokus hanya pada pencapaian-pencapaian materi yang bersifat individu.

Oleh karenanya, mendamba lahirnya sosok pemuda sebagai agen perubah tentu harus memiliki modal dan model penting yang harus diperhatikan :
Yang pertama model ideologi, ideologi yang dimaksud tentu ideologi Islam, berbeda dengan ideologi kapitalisme dan sosialisme, ideologi islam dibangun berlandaskan aqidah, yang menjelaskan bahwa dibalik alam semesta, manusia dan kehidupan terdapat Pencipta yang menciptakan ketiganya, serta segala sesuatu yang menyertainya Dialah Allah. Oleh karena itu ideologi ini akan terkoneksi dengan aturannya berupa hukum syariah, baik itu dari Alquran maupun assunnah yang mengontrol kehendak manusia adalah syariat bukan kesukaannya. Ideologi Islam yang sempurna dan paripurna ini menjadi modal besar dan utama, bagi para pemuda yang ingin menjalankan perannya sebagai agen perubahan. Dimana ideologi ini terbukti telah membawa keadilan, kesejahteraan dan kemakmuran manusia kurang lebih dari 14 abad dalam khilafah islamiyah.

Yang kedua adanya roadmap dan master plan yang jelas dan komprehensif. Dimana adanya master plan ini, memungkinkan para pemuda memiliki gambaran yang jelas mengenai desain sistem yang akan dibangun sebagai sistem pengganti yang rusak saat ini, sedangkan roadmap atau thoriqoh atau metode ini sesuatu yang diperlukan untuk mewujudkan master plan. Roadmap ini, jelas harus mengacu pada Manhaj dakwah nabi sallallahu alaihi wasallam yang telah terbukti mampu mengantarkan umat pada perubahan Hakiki .

Merealisasikan Politik Islam

Pencerdasan politik mahasiswa hanya bisa terealisasi dalam pembinaan Islam yang intensif, baik oleh keluarga maupun jamaah dakwah. Tidak hanya sekali dua kali edukasi politik apalagi hanya menjelaskan cara memilih saja. Perlu pembinaan rutin terkait politik dalam islam. Dengan pembinaan politik Islam kepada remaja, maka mereka akan paham bagaimana seharusnya kehidupan masyarakat termasuk dirinya diurusi atau dipelihara oleh negara. Dan ketika mahasiswa menemukan adanya ketidaksesuaian dengan Islam, mahasiswa pun akan berani bersuara menyampaikan pendapatnya. Baik kepada temannya yang tidak paham politik Islam maupun kepada para pemimpin yang tidak melaksanakan syariat Islam.
“Penghulu para syuhada’ adalah Hamzah bin ‘Abd al-Muthallib dan orang yang mendatangi penguasa zalim lalu memerintahkannya (kepada kebaikan dan mencegahnya (dari keburukan), kemudian ia (penguasa zalim itu) membunuhnya.”(HR Al-Hakim dalam Al-Mustadrak, Ath-Thabrani dalam Al-Mu’jam al-Awsath)

Keberanian menyampaikan Islam yang haq adalah wujud dakwah remaja dan merupakan kewajiban dari Allah Swt. atas setiap mukalaf. Jika kepemimpinan politik Islam belum terwujud, remaja pun harus ikut serta dalam memperjuangkannya bersama dengan jamaah dakwah yang tujuan aktivitasnya memang untuk merealisasikan kehidupan Islam bagi seluruh umat manusia.

Wallahu a’lam bi ashowwab

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 47

Comment here