Oleh: Nana Juwita, S.Si.
Wacana-edukasi.com, OPINI-– Siapa yang tahu niat memperbaiki nasib dengan menjadi PMI (Pekerja Migran Indonesia) malah nyawa jadi taruhan. Kasus penembakan yang terjadi di perairan Tanjung Rhu, Selangor yang dilakukan oleh aparat Malaysia terhadap lima warga negara Indonesia, menambah daftar panjang kasus-kasus yang sebelumnya juga sudah sering terjadi.
Dari insiden tersebut satu warga indonesia tewas, dan empat lainnya mengalami luka-luka. Perlu untuk diketahui bahwa sebenarnya bukan kali ini saja berita tentang PMI yang menjadi korban tindak kekerasan di negeri malaysia tersebut.
Kejadian ini diduga berawal ketika Agensi Penguatkuasaan Maritim Malaysia (APMM), menemukan sebuah kapal yang diduga mengangkut pekerja migran Indonesia. APMM menembaki kapal tersebut dengan alasan karena adanya perlawanan dari kapal tersebut. Namun menurut saksi mata dari PMI yang ada di kapal tersebut mengatakan bahwa mereka tidak melakukan perlawanan sama sekali (nasional.kompas.com, 2025/01/30).
Minimnya Perlindungan Negara
Menurut data dari Migrant Care, ada 75 kasus penembakan oleh otoritas bersenjata Malaysia terhadap pekerja migran Indonesia, selama kurun waktu 20 Tahun, itu artinya kasus seperti ini sudah sering terjadi. Wahyu Susilo selaku Direktur Eksekutif Migrant Care , menyatakan penembakan PMI di Malaysia banyak terjadi kepada pekerja migran yang dilabeli ilegal atau undocumented.
Penembakan itu dinilai oleh Migrant Care sebagai tindakan pembunuhan tanpa adanya pengadilan atau extrajudicial killing. Menurut Wahyu penegakan hukum di Malaysia sendiri cenderung tidak adil. PMI ilegal dikriminalisasi atau ditangkap, sementara majikan pengguna jasa dibiarkan lolos. Hal ini lah yang menjadikan salah satu penyebab kekerasan terhadap pekerja migran Indonesia terus terjadi. Migrant Care menilai bahwa sikap pemerintah Indonesia yang tidak tegas menghadapi kasus-kasus kekerasan PMI di Malaysia.
Sementara itu, Iwenk Karsiwen selaku Ketua Pimpinan Pusat Keluarga Besar Buruh Migran Indonesia (KABAR BUMI), menyatakan, kasus penembakan WNI di perairan Malaysia seperti gunung es. Iwenk menambahkan, situasi kekerasan terhadap pekerja migran Indonesia di Malaysia semakin masif dan sudah sangat kompleks. Karena banyak kasus kekerasan yang sering kali berakhir tidak transparan dan bahkan tidak ada kejelasan bagi keluarga korban. Padahal, jelas-jelas banyak jasad PMI yang dibawa ke kampung halamannya dengan bekas luka-luka.
Adapun Komisioner Komnas HAM, Anis Hidayah, yang menanggapi kasus penembakan PMI dan menyampaikan bahwa penembakan lima WNI oleh aparat Malaysia merupakan bentuk pelanggaran hak asasi manusia, yaitu Aksi melanggar hak untuk hidup bagi siapa saja dalam kondisi apapun. Ia mengatakan, Malaysia merupakan negara paling sering yang dilaporkan kepada Komnas HAM terkait penempatan pekerja migran.
Dari uraian di atas terlihat bahwa Kasus penembakan pekerja migran Indonesia sudah berulang kali terjadi, namun belum ada penanganan yang serius dari pemerintah. Kasus ini menjadi bukti bahwa negara tidak mampu memberikan perlindungan kepada PMI. Banyak pihak dari pemerintah hingga LSM menuntut penyelidikan pada pemerintah Malaysia tapi mereka lupa akan kelalaian negara dalam memberi perlindungan kepada PMI.
PR besar bagi pemerintah Indonesia saat ini adalah memberikan jaminan perlindungan pada PMI. Hanya saja perlindungan terhadap PMI tidak hanya bisa diselesaikan dengan sekedar mengirimkan nota diplomatik kepada Kementerian Luar Negeri Malaysia yang berisi pengajuan akses terhadap konsuler dan permintaan agar insiden penembakan diinvestigasi secara menyeluruh. Karena masalah perlindungan PMI adalah masalah multidemensi yang tidak akan bisa diselesaikan dengan satu kementrian baru. Karena ini terkait masalah perlindungan PMI menyangkut masalah tata kelola, pengangguran dalam negeri, sindikat perdaganga global, liberalisasi ketenagakerjaan, dan penegakan hukum.
Jika Pemerintah benar-benar serius ingin melindungi PMI, maka pemerintah dapat mencegah wargamya agar tidak menjadi PMI dengan membuat regulasi yang ketat. Kemudian yang tidak kalah penting adalah bagaimana Pemerintah Indonesia mampu menciptakan lapangan kerja di dalam negeri. Tapi sayang pemerintah tidak mampu menyusun langkah ke sana karena arah pembangunan yang berasaskan kapitalistik (mengejar pertumbuhan ekonomi).
Sesungguhnya kasus penembakan dan tindak kekerasan yang dialami oleh PMI merupakan bentuk kegagalan negara dalam mensejahterakan warga negaranya di dalam negeri. Sehingga inilah yang menyebabkan banyak PMI tertarik untuk bekerja di luar negeri. Seandainya negara mampu memberikan lapangan pekerjaan bagi setiap rakyatnya maka hal seperti ini tidak mungkin terjadi. Ini membuktikan bahwa kesejahteraan belum merata bagi setiap warga negara Indonesia.
Demokrasi kapitalisme meniscayakan pengelolaan SDA dapat dikuasai segelintir orang, sementara rakyat tidak mendapatkan apapun dari pengelolaan sumber daya alam yang ada. Akibatnya yang kaya makin kaya dan yang miskin makin terjepit. Begitupun lapangan pekerjaan yang sangat sulit didapat di negeri ini membuat rakyat nekat untuk mengadu nasib ke luar negeri, dengan harapan dapat mengubah kondisi ekonomi mereka. Lemahnya hukum dalam membasmi sindikat global perdagangan manusia tak jarang menjadikan PMI menjadi korban perdagangan orang. Belum lagi regulasi dalam bentuk undang-undang yang terkesan tidak berpihak bagi para buruh di Indonesia, sehingga membuat mereka berfikir lebih baik menjadi PMI dengan iming-iming gaji lebih besar, sekalipun nyawa menjadi taruhan.
Jelaslah bahwa penerapan sistem ekonomi kapitalisme tidak mampu melindungi PMI, tujuan satu-satunya ekonomi kapitalisme adalah untuk mendapatkan keuntungan sekalipun nyawa warga menjadi taruhan. PMI hanya dianggap sebagai objek bagi pemasukan devisa negara agar mendapat remitansi (pengiriman uang dari luar negeri). Jadi selama sistem ekonomi kapitalisme masih dijadikan asas untuk mengatur perekonomian suatu negara maka negara akan selalu lemah dalam memberi perlindungan kepada PMI, hal ini sangat jauh berbeda dengan Islam.
Pandangan Islam
Islam sangat menjaga harta dan juga jiwa warga negaranya, negara berperan sebagai pengurus rakyatnya, oleh karena itu negara wajib melindungi nyawa rakyatnya, sebagaimana sabdanya, “Hilangnya dunia lebih ringan bagi Allah dibandingkan terbunuhnya seorang mukmin tanpa hak.” (HR Nasai 3987, Tirmidzi 1455).
Islam juga menetapkan bahwa prinsip utama ekonomi Islam adalah bahwa negara harus memastikan setiap individu terjamin kebutuhan primer (pangan,sandang dan papan), juga terjamin kebutuhan terhadap pendidikan, kesehatan dan juga keamanan. Semua ini akan terwujud ketika sistem ekonomi kapitalisme diganti dengan sistem ekonomi Islam dalam naungan Khilafah.
Beginilah cara Islam (Khilafah) akan memberikan perlindungan terbaik bagi setiap warga negaranya dengan memampukan setiap individu hidup dalam kondisi sejahtera. Negara juga akan menindak tegas sindikat perdagangan orang dengan sanksi yang menjerakan. [WE/IK].
Views: 19
Comment here