Oleh. Ria Astina (Aktivis Dakwah Kampus, Mahasiswi STEI Hamfara)
Wacana-edukasi.com, OPINI– Lagi dan lagi berita duka menjelang pemilu kini terdengar dan kita saksikan secara bersama melalui penyampaian langsung dari ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU). Ketua KPU RI Hasyim Asy’ari pada Jumat (16/2/2024) menerangkan bahwa “data sakit Badan Ad hoc dan kematian periode tanggal 14-15 Februari 2024 update data, 16/02/2024, pukul 18.00WIB 35 orang meninggal dengan rincian 23 orang KPPS.”
Menurutnya dari 35 orang itu diantaranya 9 petugas perlindungan Masyarakat (Linmas) dan 3 Panitia Pemungutan Suara (PPS). Data itu diperbarui hari ini pukul 18.00 WIB. Kemudian KPU mencatat ada 316 petugas linmas, 119 panitia pemilihan kecamatan (PPK), 596 PPS, dan 2.878 KPPS. Sehingga totalnya ada 3.909 yang jatuh sakit setelah menjalankan tugas perhitungan suara. (news.detik.com, 16/2/2024)
KPU menyebut bahwa faktor kematian para anggota KPPS itu disebabkan karena kelelahan. Idham Holik (Ketua Divisi Teknis KPU RI) Sabtu (17/2/2024) mengatakan “ya informasi yang diterima dikarenakan faktor kelelahan sehingga menyebabkan kematian.” Akan tetapi, Idham Holik mengatakan juga dikarenakan sakit. Dan faktor kelahan juga sehingga menimbulkan penyakit. (news.detik.com, 17/2/2024)
Sebagai contoh pada salah satu kasus meninggalnya satu anggota KPPS. Korban yang Bernama Sugiyono (60) yang merupakan warga kelurahan Ngengong Kecamatan Manguharjo Kota Madiun yang meninggal diduga karena kelelahan. Kapolsek Manguharjo, Kompol Mujo Prajoko dikonfirmasi detikJatim pada sabtu (17/2/2024) menuturkan “satu anggota KPPS di kecamatan Mnguharjo meninggal diduga kelelahan.”
Mujo Prajoko juga mengatakan bahwa korban sempat pingsan di TPS 6 Jalan Apotik Hidup kelurahan Ngengong kemudian meninggal pada hari rabu (14/2/2024) di RSUD Sogaten. Mujo juga menambahkan berdasarkan keterangan dari istri korban bahwa korban tersebut sudah memilki sakit jantung. (detik.com, 17/2/2024)
Kasus serupa juga dialami oleh ketua KPPS di TPS 042, Kelurahan Ngagel Rejo, Kecamatann Wonokromo Surabaya yang meninggal setelah 2 hari tak sadarkan diri yang diduga juga karena kelelahan. Pria Bernama Joko Budiono (52) meninggal pada hari Jumat pagi pukul 08.15 WIB. Joko yang bertugas sebagai Ketua KPPS di TPS 042 meninggal diduga kelelahan sebelum perhitungan suara. Menurut Muzzaky (Ketua Pemilihan Kecamatan) saat dihubungi detikJatim pada Jumat (16/2/2024). Selain itu Muzzaky juga menjelaskan bahwa korban memiliki Riwayat penyakit bawaan yang dengan itulah membuat kondisi korban semakin memburuk setelah pingsan yang diakibatkan karena kelelahan. (detik.com, 16/2/2024)
Dan masih banyak lagi wilayah yang mengalami hal serupa bukan hanya pada satu atau dua titik saja. Di satu sisi masyarakat sangatlah antusias untuk ikut serta dalam merayakan pesta demokrasi yang dilaksanakan. Tapi disisi lain mereka yang sangat antusias mengambil peran penting dalam pemilu justru malah seolah diabaikan keberadaannya oleh negara.
Salah satu buktinya yaitu dengan melihat fakta yang ada banyaknya petugas KPPS yang mengalami penurunan kesehatan bahkan sampai pada kematian apalagi diduga karena kelelahan hal ini membuktikan bahwa penguasa hanya membutuhkan tenaga mereka dan tak peduli kondisi mereka. Bahkan dapat dikatakan perkara kondisi petugas seolah sudah menjadi tanggung jawab dari individu saja.
Memang benar bahwa setiap jalan yang kita pilih pasti ada resiko dan tatkala bersedia memilih jalan itu maka itu artinya harus siap juga menerima resiko yang ada nantinya, hanya saja hal semacam ini harusnya pasti ada cara untuk mencegah agar tidak terjadi karena pada pemilu periode 2019 lalu juga telah disebut sebagai pemilu terkelam yang didalamnya tercatat ratusan petugas kpps meninggal dunia dan ribuan lainnya mengalami gangguan kesehatan.
Jika dilihat dari sudut pandang yang sangat sederhana maka ini semestinya tidak terjadi lagi, pemerintah sudah seharusnya juga memikirkan perkara teknis yang dengannya kasus serupa pada pemilu periode lalu tidak terjadi lagi pada tahun berikutnya.
Memang benar bahwa ada orang-orang yang ikhlas berjuang termasuk juga dalam pelaksaan pemilu dan bahkan keluarga korban yang terdampak juga tidak mengharapkan balasan apapun atas kejadian yang menimpa diri dan keluarganya akan tetapi harus diingat bahwa sistem demokrasi ini lahir dari paham sekuler yang sangat mengagungkan kebebasan. Demokrasi hanya memungkinkan masyarakat masuk dalam permainannya tetapi tidak akan memberi ruang apapun bagi masyarakat yang ingin keadilan dan meminta pertanggung jawaban.
Tak heran jika situsi semacam ini akan terus terjadi dalam sistem politik kapitalis demokrasi. Asasnya sangat lemah para penguasa hanya sibuk mengeluarkan biaya mahal lantaran untuk menegakkan iklan untuk mengembangkan pencitraan diri masing-masing. Maka dari itu, ajang pemilu hanya dijadikann wadah persaingan bagi para pihak yang berkepentingan demi melanggengkan kekuasaannya. Yang dengan ini akan selalu menelan korban dan pada akhirnya para penguasa elit politik akan beramai-ramai untuk saling berangkulan yang biasa disebut dengan berbagi kue kekuasaan ditengah banyaknya masyarakat yang menjadi korban.
Oleh karena itu, sudah seharusnya umat menyadari bahwa dirinya yang berbangga hati merayakan pesta demokrasi, dengan harapan kesejahteraan, mendapat hidup yang lebih layak, dan memperoleh keadilan. Padahal tidak akan pernah terwujud ketika masih dikelilingi oleh para penguasa yang yang berada dalam sistem demokrasi yang sudah jelas mengabaikan umat bahkan bukan hanya itu, demokrasi juga meniadakan peran Tuhan dalam setiap kebijakan yang dibuatnya.
Padahal sudah jelas bahwa Allah Swt., telah menjanjikan keberkahan dan kebahagiaan yang hakiki kepada manusia. Dan hal itu hanya akan terwujud tatkala manusia menyempurnakan ketakwaannnya yakni menjalankan syariat dalam seluruh aspek kehidupan termasuk di dalamnya yang berkenaan dengan kenegaraan.
Allah Swt., berfirman dalam Al-Qur’an:”sekiranya penduduk negeri beriman dan bertaqwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi ternyata mereka mendustakan (ayat-ayat Kami), maka Kami siksa mereka sesuai denga napa yang telah mereka kerjakan.” (QS Al-A’raf : 96)
Adalah wajar tatkala Allah Swt., belum atau tidak menurunkan keberkahan karena sejatinya manusia belum menaruh takwa yang sempurna kepada Rab-Nya dan masih berharap penuh kepada manusia dan para penguasa.
Maka dari itu, masyarakat harus berada dalam perjuangan yang benar agar apapun yang telah dikorbankan dapat bernilai pahala dan tidak berujung pada kesia-siaan belaka. Sudah saatnya umat membawa dan bergerak pada ketaatan secara totalitas sehingga menjadi keimanan yang kuat dan dari situlah segala harapan dapat diwujudkan.
Wallahu A’lam bisshawab.
Views: 34
Comment here