wacana-edukasi.com– Warga Negara Bagian Sabah dan umumnya non-Muslim Malaysia bereaksi keras atas wacana seorang pemimpin Partai Islam Se-Malaysia (PAS) bahwa jabatan perdana menteri (PM) hanya bagi umat Islam. Menurut Yongh (pengacara Sabah), proposal Khairul, senator dan kepala informasi PAS adalah ‘tidak berdasar’ dan ‘cacat secara fundamental’ (kalbarterkini.pikiran-rakyat.com, 03/04/2022).
Yong menegaskan, Konstitusi Federal Malaysia hanya menetapkan bahwa PM adalah anggota parlemen yang memimpin mayoritas di Dewan Rakyat. “Konsep mayoritas inilah yang relevan, bukan iman,” katanya kepada FMT. Pengacara lain, Roger Chin, menilai bahwa pernyataan Khairil menunjukkan intoleransi, dan keengganan untuk menerima perbedaan. Konstitusi tidak mengatur ras atau agama sebagai kualifikasi untuk jabatan PM.
Sementara itu, Presiden Pertubuhan Suara Anak Sabah Adrian Lasimbang, mantan senator, menegaskan bahwa usulan itu bertentangan dengan semangat pembentukan Malaysia. Dalam sebuah posting Facebook, Khairil menyatakan bahwa sarannya itu dibuat untuk melindungi, dan melestarikan kesucian Islam sebagai agama federasi.
“Haitsumaa yakuunu asy-syar’u takuunu al-mashlahah”. Di mana ada syariat, di situ pasti ada maslahat. Salah satu goal setting penerapan syariat Islam (maqasid syar’i) penjagaan terhadap negara (muhafadzah ala ad-daulah). Wilayah negara Islam haram dikuasai oleh pihak kufur dengan cara apapun.
Sayangnya, sekalipun pijakan PAS ini adalah syari’at Islam dan punya tujuan mulia untuk menjaga kesucian Islam, namun selama Malaysia dan negeri-negeri muslim tetap bertopang pada sistem pemerintahan kufur demokrasi, maka Islam akan selalu dituduh intoleran dan narasi-narasi negatif lainnya.
Sudah saatnya, semua kaum muslimin, terlebih para pemimpinnya kembali kepada aturan Islam kaffah dalam sistem pemerintahan dan sistem kehidupan secara keseluruhan. Niscaya, kemaslahatan akan menyertai kehidupan kaum muslimin, dan minoritas tak harus khawatir dengan keadilan sistem islam.
Perlakuan adil negara Khilafah terhadap nonmuslim bukan sekadar konsep. Bukan juga berdasar pada HAM dan tuntutan toleransi ala Barat. Keadilan Khilafah merupakan tuntutan pelaksanaan hukum syariah. Sementara bagi Barat, toleransi hanyalah jualan tirani minoritas untuk menguasai mayoritas muslim sebagaimana yang terjadi di Malaysia ini, dan juga negeri kita, Indonesia. Toleransi juga jualan tirani mayoritas untuk menindas minoritas muslim sebagaimana yang terjadi di Eropa hari ini.
Cukuplah tinta sejarah peradaban dunia mengisahkan keagungan penerapan politik Islam. T.W. Arnold, dalam bukunya, The Preaching of Islam, menulis, “Sekalipun jumlah orang Yunani lebih banyak dari jumlah orang Turki di berbagai provinsi Khilafah yang ada di bagian Eropa, toleransi keagamaan diberikan kepada mereka. Perlindungan jiwa dan harta yang mereka dapatkan membuat mereka mengakui kepemimpinan Sultan atas seluruh umat Kristen.”
Seraya kita minta penjelasan peradaban Barat untuk mengisahkan kapan dan di mana toleransi ala Barat yang dipuja-puja itu terwujud? Adakah yang telah menemukannya?
Neng Erlita
Pontianak-Kalbar
Views: 9
Comment here