Oleh : Asniati, S. Pd. I.
(Praktisi Pendidikan)
Wacana-edukasi.com, OPINI– Staf Ahli Menteri Bidang Pembangunan Keluarga Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA), Indra Gunawan mengungkapkan keluarga dan masyarakat dapat berkontribusi mencegah tindak pidana kekerasan seksual (TPKS). Indra menyoroti fenomena anak yang menjadi korban TPKS, namun enggan menceritakannya.
“Mencegah terjadinya kekerasan seksual dapat dimulai dari keluarga, sebab keluarga sebagai lembaga terkecil yang aman bagi setiap anggota bisa melindungi anak-anak mereka dari kekerasan seksual,” kata Indra dalam keterangannya pada Ahad (27/8/2023).
Indra menyebut peran keluarga dalam pencegahan dapat dimulai dari memberikan edukasi kepada seluruh anggota keluarga. Kemudian, dibangun komunikasi yang berkualitas bagi anggota keluarga. “Pencegahan kekerasan seksual khususnya dalam lingkup keluarga perlu terus digaungkan bersama secara terus menerus,” ujar Indra.
Benarkah Hanya Pada Keluarga?
Sesungguhnya apa yang terjadi pada anak-anak hari ini sangat meresahkan dan memang harus ada upaya perlindungan terhadap mereka dan memiliki tanggung jawab untuk menciptakan lingkungan yang sehat dan aman bagi anak.
Akan tetapi, seringkali perlindungan terhadap anak hanya dibebankan kepada keluarga saja atau masyarakat semata, sementara negara malah abai dalam perannya melindungi anak-anak.
Padahal negara memiliki tanggungjawab yang sangat besar dalam perlindungan tersebut. Salah satu contoh, perlindungan anak dari kekerasan ataupun kejahatan, baik fisik maupun seksual.
Orang tua memang punya tugas menjaga dan melindungi anak dari kejahatan, tetapi mungkinkah anak terus dikekang orang tua di rumah untuk melindunginya dari bahaya? Atau mungkinkah orang tua terus menemani anak kemana pun ia pergi? Tentu itu perkara yang tidak mudah.
Terkadang, justru anak mendapatkan kekerasan saat di rumahnya. Akan tetapi, jika negara yang menjalankan tugas dan fungsi perlindungan tersebut tentu akan sangat efektif.
Akibat Penerapan Sistem Kapitalis
Fakta ini semestinya cukup untuk membuktikan bahwa problem kekerasan seksual merupakan problem sistem yang harus dipecahkan secara sistemis pula.
Bukan hanya soal tindakannya, tetapi harus menjawab “apa” dan “kenapa”-nya. Juga bukan soal pelaku atau korban saja, melainkan juga soal semua faktor pemicu dan solusi komprehensif yang dibutuhkan untuk menjawab akar persoalan.
Tidak dimungkiri, sistem kehidupan hari ini sudah sangat jauh dari nilai halal-haram, mulai dari level individu, keluarga, masyarakat, hingga negara. Bahkan, negara berperan paling besar dalam menciptakan kehidupan rusak, mengingat posisinya sebagai sumber sekaligus penerap berbagai aturan kehidupan.
Negara yang tegak di atas asas sekuler kapitalistik neoliberal tentu akan menerapkan aturan-aturan yang senapas dengan asasnya, padahal aturan sekuler ini dipastikan akan menghasilkan corak hidup yang rusak dan merusak seperti yang kita lihat sekarang.
Pandangan individunya tentang kehidupan, lepas dari pertanggungjawaban transendental. Makna kebahagiaan melulu diukur dengan materi dan uang. Adapun standar perbuatan, tergantung bacaan soal kemanfaatan yang subjektif menurut orang per orang.
Wajar jika definisi “kejahatan” akhirnya menjadi sangat ambigu dan kontroversial. Bagi seseorang, apa yang disebut perzinaan, bisa bermakna kekerasan seksual yang tidak termaafkan, bisa juga bermakna hubungan personal yang dimaafkan.
Jika dilakukan suka sama suka, bukanlah kejahatan. Jika suka sama suka, tetapi dilakukan oleh anak di bawah umur yang didefinisikan sesuai kepentingan kapitalisme, mungkin saja kemudian disebut tindak kriminal.
Islam Punya Solusi
Anak bukan sekadar aset negara. Merekalah sesungguhnya pemilik masa depan bagi generasi abad ini. Jika hak-hak anak tidak terpenuhi, masa depan generasi bisa di ambang kehancuran. Ibarat investasi masa depan, negara harus memastikan kehidupan generasi bisa berjalan dengan pemenuhan dan jaminan segala kebutuhan.
Menyiapkan generasi hari ini berarti kita sedang menyiapkan masa depan cemerlang bagi peradaban gemilang.Sistem Islam benar-benar akan menutup celah kerusakan, termasuk peluang munculnya kasus kekerasan seksual di semua lini kehidupan. Takwa yang bersemayam dalam diri individu, kuatnya kontrol di tengah masyarakat, serta tegasnya negara dalam menerapkan seluruh hukum Islam mulai dari sistem ekonomi, sosial/pergaulan, media massa, sanksi, pendidikan, dan sebagainya, menjadi lapis-lapis pelindung bagi kehormatan dan kemuliaan generasi umat Islam.
Hadirnya Islam dalam ranah kehidupan terbukti benar-benar menjadi rahmat bagi sekalian alam.
Mindset yang benar akan mengarahkan manusia untuk memiliki visi hidup yang lurus dan universal. Manusia tidak akan mudah teralihkan pada hal-hal yang tidak penting dan serba instan. Setiap muslim akan fokus beramal untuk kebaikan umat, agama, dan peradaban. Satu sama lain berlomba-lomba dan bekerja sama mengukir kebaikan.
Semua dilakukan dalam kerangka ibadah sebagai bekal pulang ke “kampung halaman”.
Sungguh, hanya sistem Islam yang benar-benar menjamin kebaikan, kebersihan, dan keberkahan.
Allah Swt berfirman,
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ ٱسْتَجِيبُوا۟ لِلَّهِ وَلِلرَّسُولِ إِذَا دَعَاكُمْ لِمَا يُحْيِيكُمْ ۖ وَٱعْلَمُوٓا۟ أَنَّ ٱللَّهَ يَحُولُ بَيْنَ ٱلْمَرْءِ وَقَلْبِهِۦ وَأَنَّهُۥٓ إِلَيْهِ تُحْشَرُونَ
“Hai orang-orang yang beriman, penuhilah seruan Allah dan seruan Rasul apabila Rasul menyeru kamu kepada suatu yang memberi kehidupan kepada kamu. Ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah membatasi antara manusia dan hatinya dan sesungguhnya kepada-Nyalah kamu akan dikumpulkan.” (QS Al-Anfal: 24).
Pada intinya, anak dapat terlindungi dan terjaga bukan hanya dibebankan pada keluarga namun semua elemen keluarga, masyarakat dan negara meemiliki peren dalam melindungi mereka dan hanya dalam asuhan sistem Islam kafah. Hak mereka terpenuhi, kewajiban negara sebagai pengurus terlaksana, dan syariat Allah Swt akan membawa berkah bagi kita semua.
Wallahua’llam Bisshawab
Views: 21
Comment here