Oleh Teti Rostika, S.Pd
Banyak yang isolasi mandiri tapi tak terjamin kebutuhan sehari-hari. Bahkan sampai meninggal karena tidak mendapat fasilitas pelayaan medis hanya karena terbatas ketersediaannya
Wacana-edukasi.com — PPKM level 4 yang diterapkan pemerintah ternyata belum menunjukan keberhasilan dalam menangani wabah covid-19 di Indonesia. Hal ini terlihat dari jumlah pasien di rumah sakit yang masih meningkat dan angka kematian akibat covid masih melonjak. hal ini bisa dilihat dari data yang diambil dari Satuan Tugas (Satgas) penanganan kasus covid-19 sampai Rabu tanggal 21/07/2021 penambahan kasus terkonfirmasi positif dalam sehari sebanyak 33,772 sehingga total menjadi 2.983.830. Adapun jumlah pasien meninggal akibat terpapar covid 19 mencapai 1.383 sehingga totalnya menjadi 77.583 kasus.
Dilansir dari nasional.kontan.co.id 22/07/2021 Pandu Riyono seorang ahli epidemiologi dari Universitas Indonesia saat dihubungi oleh kompas.com (22/7) mempertanyakan penurunan kasus harian covid 19 dengan rendahnya testing atau pemeriksaan kasus. Beliau mengatakan semestinya jumlah testing covid ditingkatkan selama pandemi tidak boleh menurun. Disengaja atau tidak ada manuver atau tidak supaya pada tanggal 26 Juli PPKM bisa di longgarkan. Beliau juga menyampaikan data jumlah testing akan menjadi acuan untuk mengambil kebijakan penguasa selanjutnya.
Hal ini tentu menjadi problem, menapa? Karena hanya merujuk pada angka penurunan testing, maka kasus seolah menurun. Padahal seharusnya pemeriksaan testing tetap dilakukan agar hasil kasus covid-19 akurat.
Jika testing ditinggalkan maka pemerintah tidak akan tahu kondisi peningkatan dan penurunan kasus harian covid-19 dan masyarakat juga tidak akan tahu mana saja daerah yang banyak terpapar. Akibatnya, masyarakat akan bercampur antara yang sakit dan yang sehat. Jika ini terjadi maka jangan berharap pandemi bisa hilang jika penularan semakin mudah akibat interaksi masyarakat yang dilonggarkan.
Sistem Kapitalisme Melahirkan Kedustaan
Berbagai cara akan dilakukan oleh penguasa, agar jabatannya bisa dipertahankan dan pencitraan tetap bagus di mata rakyatnya. Begitupun dalam menangani kasus covid-19.
Muncul dugaan dari berbagai kalangan bahwa ada manipulasi data yang dilakukan oleh pejabat di berbagai daerah agar penguasa terkesan berhasil menangani covid-19. Jika ini yang terjadi maka hal ini dilakukan untuk pengendalian data atau untuk pengendalian pandemi? Karena jika memang dugaan rekayasa data itu benar adanya sungguh hal ini telah mempermainkan nyawa rakyat.
Kebijakan diperpanjangnya PPKM darurat sampai 2 agustus mengonfirmasi bahwa kebijakan pemerintah pada PPKM Sebelumnya telah gagal mengendalikan pandemi. Hampir 1,5 tahun pandemi pemerintah pusat dan daerah banyak berakrobat dengan angka angka dan ada dugaan manipulasi data demi penghargaan dan penilaian kebehasilan dalam menangani pandemi. Sehingga, kebijakan yang digunakan berfokus untuk menuntaskan pandemi agar segera diimplementasikan.
Dari pengendalian data ini dijadikan tameng pemerintah untuk lepas dari tanggung jawab menuntaskan pandemi. Inilah watak penguasa dalam sistem kapitalisme. Alih alih fokus memberikan pelayanan yang maksimal demi kesehatan rakyat. Malah fokus memajukan ekonomi dan memberikan ruang yang lebar pada investor asing agar leluasa bertransaksi di negeri yang sedang sulit ini. Setiap kebijakan yang diambil hampir 90% memudahkan investor. Sementara kebijakan pemerintah yang diberikan kepada rakyat agar pandemi segera usai penanganan setengah hati. Banyak yang isolasi mandiri tapi tak terjamin kebutuhan sehari hari. Bahkan sampai meninggal karena tidak mendapat fasilitas pelayaan medis hanya karena terbatas ketersediaannya.
Masyarakat yang terdampak PPKM darurat pun karena tidak dijamin kebutuhan hidup sehari-hari akhirnya terpaksa bekerja dan berjualan pinggir jalan walau nyawa jadi taruhan. Bahkan, tak segan segan barang dagangan disita petugas.
Jika merujuk pada sistem Islam, maka fungsi pemimpian adalah melayani rakyatnya. Semua kebutuhan rakyat baik di bidang kesehatan, pendidikan, bahan pokok akan di fasilitasi oleh negara demi menyejahterakan umat. Hal ini terjadi karena seorang khalifah melaksanakan tugas kepemimpinannya atas dasar iman dan takwa. Jabatannya adalah amanah yang akan dipertanggungjawabkan. Tidak akan berani korupsi apalagi menggunakan uang rakyat untuk kebutuhan pribadi. Seperti yang pernah di contohkan Sayidina Umar bin Abdul Aziz saat di datangi oleh anaknya untuk urusan keluarga. Maka Umar pun meniup lampu penerang karena minyaknya dibeli dari uang negara. Beliau begitu wara sangat herhati hati dalam menggunakan fasilitas negara.
Mari muhasabah, selama negeri ini tidak dipimpin dengan aturan yang Allah ciptakan maka hanya kedzaliman yang akan nampak bukan kesejahteraan dan keadilan. Walaupun negeri kaya raya melimpah sumber daya alam, tapi jika aturan kapitalisme yang masih diterapkan maka kesejahteraan rakyat hanya akan menjadi fatamorgana.
Umar berkata, “Suatu negeri akan hancur meskipun dia makmur”. Mereka bertanya, “bagaimana suatu negeri bisa hancur padahal dia makmur?” Ia menjawab, “Jika pengkhianat menjadi petinggi dan harta dikuasai orang-orang fasik.
Wallahu’alam bishowab
Views: 2
Comment here