Oleh : Mega Lestari
(Aktivis Muslimah Peduli Generasi)
wacana-edukasi.com, OPINI– Viralnya video aksi kekerasan dalam rumah tangga yang dilakukan oleh seorang suami terhadap istri dan anaknya di daerah Pangkalan Jati, Cinere, Depok, mencuri perhatian masyarakat. Dalam video tersebut terlihat sang suami tengah memukuli istrinya di depan khalayak umum. Tak hanya menyakiti sang istri, anaknya pun yang berada dalam pelukan sang istri menangis histeris menyaksikan perlakuan kasar darinya. Sungguh ironi kejadian ini harus disaksikan begitu banyak mata bahkan oleh anaknya yang masih begitu belia.
Kasus yang sama sebelumnya juga terjadi di Kecamatan Tapos, Depok. Dilansir Liputan6.com seorang suami membabi buta menganiaya dan membacok istri serta anaknya. Aksi KDRT yang berujung maut ini dikabarkan sang anak meninggal dunia sedangkan sang istri masih dalam keadaan kritis sehingga harus dirawat intensif di rumah sakit.
Kasus serupa pun marak terjadi di kota Bandung, hingga Kepala UPTF PPA Kota Bandung Mytha Rofiyanti angkat bicara bahwa kasus kekerasan terhadap perempuan terus meningkat setiap tahun. Kekerasan fisik dan psikis tersebut banyak dilakukan oleh suami terhadap istri atau anggota keluarga lainnya.
Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Satuan Reserse Kriminal (Reskrim) Polres Minahasa Selatan (Minsel) Sulawesi Utara juga mengungkapkan telah menangani 56 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak pada tahun 2022.
Kalangan publik figur pun tak luput dari KDRT. Seperti yang dialami oleh salah satu penyanyi kondang jebolan ajang pencarian bakat yang kini tengah viral. Perempuan asal Cianjur tersebut sempat melaporkan sang suami yang melakukan tindak kekerasan kepadanya meskipun pada akhirnya kini memilih untuk mencabut laporannya dan memutuskan untuk kembali bersama suaminya sebelum polri mengusut tuntas kasus tersebut.
Melalui data Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA), sebanyak 18.261 kasus KDRT di Indonesia terjadi selama Januari hingga Oktober 2022. Dari jumlah tersebut, sebanyak 16.746 atau 79,5 persen korban adalah perempuan dengan 57,9 persen kasus terjadi di rumah tangga.
Bagaikan fenomena gunung es, kasus kekerasan dan penganiayaan terhadap perempuan dan anak yang tak dilaporkan dianggap jauh lebih banyak dari kasus yang telah dilaporkan. Diduga masih ada banyak korban KDRT yang lebih memilih untuk bungkam karena tidak berani melapor dengan berbagai faktor, salah satunya merasa malu. Adanya stigma negatif dari masyarakat menjadikan korban enggan untuk melaporkan hal tesebut karena menganggap tindak kekerasan dalam rumah tangga ini merupakan sebuah aib keluarga.
Beragamnya jenis KDRT yang mencuat ke publik, mulai dari penganiayaan fisik dan psikis juga kekerasan verbal yang terjadi, bahkan pada beberapa kasus hingga menewaskan nyawa seseorang merupakan kasus yang masih sulit untuk dicegah dan diselesaikan. Padahal memiliki payung hukum tersendiri yang tercatat dalam undang-undang negara. Mengapa bisa terjadi demikian? Sebenarnya apa faktor penyebab kasus KDRT ini marak terjadi?
Tindak kekerasan dalam rumah tangga dapat dipicu oleh berbagai faktor, baik itu faktor internal maupun eksternal. Diceritakan dalam sebuah siaran acara podcast, Konselor Bimbingan Pendidikan, Dara Pricelly Rais menilai bahwa sejauh ini faktor ekonomi dan perselingkuhan merupakan penyebab utama terjadinya KDRT dari sekian banyak faktor pemicu lainnya.
Jika dicermati lebih mendalam ke akar permasalahannya, KDRT ini ternyata bukanlah sekedar problem individual, faktor eksternal lainnya bisa disebabkan oleh sebuah sistem yang diterapkan. Sebab sebuah sistem yang diterapkan oleh negara bisa mempengaruhi kondisi kehidupan masyarakatnya.
Seperti yang kita ketahui bersama bahwa permasalahan ekonomi merupakan permasalahan yang cukup sensitif yang sering kali juga menjadi tekanan bagi pasangan suami istri, yang pada akhirnya memicu perselisihan hingga KDRT. Terlebih di sistem saat ini terjadi kenaikan harga di beberapa kebutuhan, seperti BBM, sembako, listrik, belum lagi biaya pendidikan yang memerlukan uang yang tidak sedikit membuat para pencari nafkah begitu ketar-ketir untuk memenuhi seluruh kebutuhan tersebut.
Sayangnya, negara pun kini abai membiarkan rakyatnya terutama rakyat menengah ke bawah berjuang sendiri menghadapi himpitan ekonomi hari ini. Bahkan di sistem ini ada banyak seorang istri yang juga harus bekerja demi memenuhi kebutuhan yang kini serba mahal.
Keadaan perekonomian yang minus, sedangkan kebutuhan banyak yang perlu dipenuhi, belum lagi apabila cara penyampaian ke pasangannya kurang tepat, tidak bisa ditampik dapat menimbulkan perdebatan hebat dalam rumah tangga yang pada akhirnya berujung kekerasan.
Ramai pula kasus KDRT terjadi karena dipicu oleh perselingkuhan, seperti pada kasus yang baru-baru ini, dilansir dari Indozone.id diduga sakit hati diselingkuhi, seorang suami di Doloksanggul Kabupaten Humbahas, Sumatra Utara tega membunuh istrinya dengan sadis. Dia membunuh, memutilasi, kemudian membakar potongan tubuh istrinya tersebut. Sungguh ngeri bukan? Namun tidak ada asap apabila tidak ada api.
Lagi-lagi kita harus kembali menelaah sungguh ngerinya sistem saat ini yang menjadi akar berbagai permasalahan yang ada. Sistem yang sama sekali tidak mengatur pergaulan, interaksi, dan batasan-batasan antara laki-laki dan perempuan ini menjadi faktor utama kasus-kasus perselingkuhan terjadi.
Terlebih di media social, laki-laki berapapun usianya dari kawula muda hingga lanjut usia dapat mengakses dengan bebas situs-situs porno dan prostitusi. Bahkan di beberapa aplikasi social media pula konten-konten berbau porno berseliweran begitu saja, membuat orang yang tidak berniat melihatpun tidak sengaja menyaksikannya.
Perempuan dengan percaya diri menampilkan auratnya, mengumbar kecantikan dan keelokan tubuhnya. Karena sistem saat ini pula, media social menjadi ruang tanpa batas interaksi antara laki-laki dan perempuan. Sehingga banyak dari mereka yang telah menikah sekalipun tergoda dan pada akhirnya memilih mengkhianati bahkan sampai melukai pasangannya.
Namun, apapun permasalahan dibaliknya tidak dapat dijadikan alasan tindakan KDRT untuk dibenarkan, karena Islam sangatlah menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan salah satunya melindungi serta mengangkat derajat seorang perempuan. Perilaku kekerasan dalam rumah tangga tentu melanggar syari’at Islam.
Lalu bagaimanakah cara Islam menuntaskan masalah KDRT ini?
Perlu dipahami bahwa setelah menikah, bertambahlah peran seorang laki-laki yaitu sebagai Qawwam. Sungguh luas makna Qowwam. Secara bahasa Qowwam berarti sesuatu yang tegak, kokoh, kuat. Dalam keluarga seorang suami dimaksudkan harus tegar, kuat, dan dapat mengendalikan dirinya serta anggota keluarganya. Qowwam juga dapat diartikan sebagai pemimpin, pengayom, juga pelindung
Kebahagiaan bahtera rumah tangga diawali ketika peran suami sebagai Qowwam dapat berjalan dengan baik dan maksimal. Dalam Islam, tanggungjawab seorang suami sangatlah besar, dan memiliki pengaruh yang luar biasa. Qawwam berakibat pada keutuhan rumah tangga serta mewujudkan keluarga yang sakinah mawaddah warahmah.
Layaknya sebuah kapal tanpa nahkoda yang handal, rumah tanggapun bisa saja karam apabila peran Qawwam tidak kokoh serta fungsinya diabaikan. Keretakan dalam rumah tangga yang dibiarkan akan semakin rapuh mungkin bisa berujung perceraian atau bahkan kekerasan.
Qawwam merupakan salah satu tugas yang sangat mulia dan strategis yang Allah berikan pada seorang laki-laki sebagai suami. Seperti yang tercantum dalam Al-Qur’an, Allah SWT berfirman :
اَلرِّجَالُ قَوَّامُوْنَ عَلَى النِّسَاۤءِ
“Laki-laki (suami) itu pelindung bagi perempuan (istri)”. (QS. An-Nisa’: 34)
Berdasarkan hal tersebut tentulah seorang suami selaku pemimpin, pelindung, dan pengayom bagi istri sama sekali tidak dibenarkan apabila melakukan tindak kekerasan dalam rumah tangga.
Islam juga mengatur bagaimana seharusnya seorang suami bersikap apabila memang seorang istri melakukan tindakan yang tidak baik terutama perilaku yang berpotensi nusyuz (tidak taat pada suami dan perintah Allah SWT).
Dalam Islam, ada beberapa tahapan yang perlu seorang suami lakukan untuk berusaha mendidik istrinya. Mulai dari memberikan nasehat yang baik, hingga memukul dengan syarat tidak sampai melukai dan membahayakan jiwa.
Kendati diperbolehkan memukul, itu diperlukan hanya jika istri memang tidak taat pada suami dan melanggar syari’at dan tidak dapat disadarkan dengan tahapan-tahapan sebelumnya.
Diluar konteks tersebut, Rasulullah SAW sama sekali tidak mengajarkan maupun melakukan hal tersebut. Islam justru menjadikan ukuran laki-laki yang baik ialah apabila ia dapat bersikap baik terhadap istrinya. Rasulullah SAW menyebutkan :
“Orang mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaknya. Dan orang yang paling baik di antara kalian adalah orang yang paling baik kepada istrinya.” (HR. At-Tirmidzi, Ahmad, dan Ibnu Hibban).
Untuk membentuk ketakwaan individu, Islam bahkan telah menegaskan bahwa setiap orang adalah pemimpin dan ia akan dimintai pertanggungjawaban atas segala perbuatannya. Sebagaimana hadist berikut :
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ، قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:
كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ. فَالإمَامُ رَاعٍ وَهُوَ مَسْئُولٌ، وَالرَّجُلُ رَاعٍ عَلَى أَهْلِهِ وَهُوَ مَسْئُولٌ، وَالْمَرْأَةُ رَاعِيَةٌ عَلَى بَيْتِ زَوْجِهَا وَهِيَ مَسْئُولَةٌ، وَالْعَبْدُ رَاعٍ عَلَى مَالِ سَيِّدِهِ وَهُوَ مَسْئُولٌ. أَلاَ فَكُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ.
Dari Abdullah, Nabi saw bersabda:
“Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap kalian akan dimintai pertanggungjawabannya. Seorang imam adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggungjawabannya. Seorang laki-laki adalah pemimpin atas keluarganya dan ia akan dimintai pertanggungjawabannya.
Seorang wanita adalah pemimpin atas rumah suaminya, dan ia pun akan dimintai pertanggungjawabannya. Seorang budak juga pemimpin atas harta tuannya dan ia juga akan dimintai pertanggungjawabannya.
Sungguh setiap kalian adalah pemimpin dan setiap kalian akan dimintai pertanggungjawabannya.”
(Shahih al-Bukhari : 4789)
Dari sini harusnya banyak orang yang menyadari bahwa Islam adalah agama yang lengkap dan sempurna dalam mengatur segala aspek kehidupan. Menerapkan syari’at Islam tidak hanya mengokohkan kembali peran Qawwam, namun mampu menjadi solusi tuntas untuk memutus mata rantai kekerasan dalam rumah tangga.
Wallahu a’lam bishowab
Views: 19
Comment here