Opini

Marital Rape dan Gambaran Rumah Tangga dalam Sistem Islam

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh Armelia, S.Psi, MHM

Marital rape adalah sesuatu yang tidak diakui atau pun dikenal di dalam Islam, karena pemerkosaan hanya ada pada hubungan di luar pernikahan, bukan di dalam pernikahan.

Wacana-edukasi.com –Agustus 2021 nanti, 76 tahun sudah Indonesia merdeka dari penjajahan Jepang setelah sebelumnya terbelenggu selama 350 tahun oleh Belanda. Namun nyatanya, hukum pidana yang ada di Indonesia saat ini, masihlah menggunakan warisan Belanda. Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) yang ada saat ini telah berlaku sejak 1918 dan hingga Desember 2019 telah di amandemen sebanyak 455 kali (news.detik.com, 17/06/2021)

Banyaknya tekanan berbagai pihak agar Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RUU KUHP) yang sudah berusia 58 tahun segera disahkan, mendorong dilakukannya kembali sosialisasi terhadap RUU KUHP tersebut ke 12 daerah di Indonesia sejak awal 2021 yang justru menuai banyak polemik di masyarakat, salah satunya adalah marital rape’ atau pemerkosaan dalam rumah tangga.

Marital rape’ atau pemerkosaan di dalam rumah tangga, sekalipun mungkin masih asing terdengar di telinga publik Indonesia, nyatanya hal ini sudah memiliki payung hukum sejak 17 tahun yang lalu dan diatur di dalam UU Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT). Oleh karena itu, ‘Marital Rape’ ditambahkan dalam rumusan Pasal 479 RUU KUHP untuk membuatnya konsisten dengan peraturan yang telah ada sebelumnya (www.cnnindonesia.com, 16/06/2021)

Marital Rape di Indonesia

Data Marital Rape di Indonesia dikumpulkan oleh Komisi Nasional Perempuan yang dibentuk melalui Keputusan Presiden No. 181 Tahun 1998 yang diperkuat dengan Peraturan Presiden No. 65 Tahun 2005. Sejak tahun 2001, Komnas Perempuan meluncurkan Catatan Tahunan yang dimaksudkan untuk memaparkan gambaran umum tentang besaran dan bentuk kekerasan yang dialami oleh perempuan di Indonesia dan memaparkan kapasitas lembaga pengadalayanan bagi perempuan korban kekerasan.

Dalam Catatan Tahunan Komnas Perempuan tahun 2020, didapatkan data bahwa kasus marital rape pada tahun 2019 ada sebanyak 100 kasus, turun jauh dari angka marital rape pada 2018 sebanyak 192 kasus dan 175 kasus pada tahun 2017. Adapun Catatan Tahunan Komnas Perempuan tahun 2021 tidak menyebutkan data kasus marital rape pada tahun 2020 sekalipun disebutkan bahwa kasus yang paling menonjol yang ditangani adalah di Ranah Personal (RP) atau disebut KDRT/RP (Kasus Dalam Rumah Tangga/ Ranah Personal) sebanyak 79% (6.480 kasus), diantaranya terdapat Kekerasan Terhadap Istri (KTI) menempati peringkat pertama 3.221 kasus (50%).

Berkenaan dengan dimasukkannya Marital Rape ke dalam Pasal 479 RUU KUHP, Mariana Amiruddin, Wakil Ketua (eksternal) Komnas Perempuan, mengatakan Komnas Perempuan belum menentukan sikap terkait hal tersebut.
Meski begitu, Marianna mengatakan pelaku pemerkosaan dalam keluarga harus dihukum pidana.Ia mengambil salah satu contoh kasus marital rape terjadi pada 2014 silam. Dimana seorang perempuan asal Denpasar, Bali, meninggal karena mengalami patah tulang rusuk, memar di dada, dan infeksi di kemaluan setelah dipaksa berhubungan seksual oleh suaminya. Korban sempat menolak karena merasa tidak enak badan, napasnya sesak dan sakit jantungnya sedang kambuh, tapi suaminya, tak peduli. Akibat perbuatannya itu, sang suami dijatuhi hukuman penjara 10 bulan.
Mariana mengakui konsep marital rape sulit untuk dijelaskan. Sebab, meski salah satu pihak mengatakan setuju, bisa saja dikatakan dalam keadaan terpaksa. Oleh sebab itu, Mariana mengatakan cara mendeteksi pemerkosaan adalah ketika salah satu pihak merasa menderita.

Pemerkosaan dalam Islam

Istilah pemerkosaan dalam Islam ada dalam konsep perzinahan. Zina adalah perbuatan bersenggama (persetubuhan) yang tidak sah antara laki-laki dan perempuan yang tidak terikat oleh hubungan pernikahan / perempuan bukan miliknya. Dalam konsepsi pidana fikih (al-Hudud), pemerkosaan digolongkan tindak pidana kejahatan atas kehormatan (hak al-‘ardh), yang berupa perzinahan dengan paksaan, ancaman hukumannya adalah cambuk 100 kali bagi yang belum menikah atau rajam sampai mati bagi yang sudah menikah.

Syariat Islam menetapkan perempuan yang diperkosa tidak dihukum. Hukuman perzinahan hanya dikenakan kepada lelaki yang memperkosanya saja, karena perempuan yang menjadi korban adalah orang yang dipaksa (ikrah) atau dizalimi. Sebagaimana hadis yang diriwayatkan oleh Alqamah bin Wa’il meriwayatkan daripada bapanya tentang peristiwa seorang perempuan yang diperkosa pada zaman Rasulullah s.a.w. Rasulullah bersabda kepada perempuan itu, artinya: “Pergilah engkau sesungguhnya Allah telah mengampunikanmu.” (HR At-Tirmizi dalam Jami’ at Tirmizi, no.hadis 1454)

Oleh karena itu, marital rape, adalah sesuatu yang tidak diakui atau pun dikenal di dalam Islam, karena pemerkosaan hanya ada pada hubungan di luar pernikahan, bukan di dalam pernikahan.

Gambaran Rumah Tangga dalam Islam

Hanya saja, bukan berarti dengan tidak adanya istilah marital rape dalam Islam lantas ditarik sebuah kesimpulan seolah-olah Islam membolehkan terjadinya pemaksaan untuk berhubungan seksual dalam sebuah pernikahan. Banyaknya kasus pemaksaan untuk melakukan hubungan seksual dari seorang suami kepada istri justru terjadi karena dangkalnya tujuan pernikahan yang mereka bangun, tidak sesuai dengan Islam.

Padahal, akad nikah dalam Islam adalah mitsaqan ghaliza yang berarti perjanjian yang amat kukuh atau kuat. Tujuan pernikahan adalah menggenapkan separuh agama, dalam rangka menjaga kehormatan, menundukkan pandangan dan penyenang hati sesuai dengan Perintah Allah SWT dan mengikuti Sunnah Rasulullah.

Ditinggalkannya Islam sebagai pondasi dalam bangunan keluarga membuat banyak Istri yang tidak memahami bahwa mereka wajib taat kepada suami, menyenangkan suami, menjaga harta, rumah dan kehormatan suami, mencari keridhoan suami dan memenuhi keinginan suaminya di atas ranjang selama tidak bertentangan dengan hukum Allah, sebagaimana hadis “Jika seorang pria mengajak istrinya ke ranjang, lantas istri enggan memenuhinya, maka malaikat akan melaknatnya hingga waktu shubuh” (HR. Bukhari dan Muslim).

Adapun dari Imam Al-Ghazali dalam kitabnya berjudul Al-Adab fid Din dalam Majmu’ah Rasail al -Imam Ghazali (Kaira, Al-Maktabah At-Taufiqiyyah, halam 442) menjelaskan tentang adab suami terhadap istri sebagai berikut: “Adab suami terhadap Istri, yakni: berinteraksi dengan baik, bertutur kata yang lembut, menunjukkan cinta kasih, bersikap lapang ketika sendiri, tidak terlalu sering mempersoalkan kesalahan, memaafkan jika istri berbuat salah, menjaga harta istri, tidak banyak mendebat, mengeluarkan biaya untuk kebutuhan istri secara tidak bakhil, memuliakan keluarga istri, senantiasa memberi janji yang baik, dan selalu bersemangat terhadap istri.”Rasulullah saw dalam sebuah hadis juga bersabda, “Sebaik-baik kalian adalah yang terbaik sikapnya terhadap keluarganya…” (HR. Ibnu Majah)

Tak hanya itu, Islami sebagai pondasi negara juga membuat pendidikan terhadap anak dalam keluarga ataupun masyarakat tidak menyiapkan anak-anak pra-baligh memahami tentang hukum-hukum Islam sebagai bekal mereka dalam menjalani kehidupan.

Oleh karena itu, solusi satu-satunya untuk tidak adanya kekerasan terhadap perempuan baik di dalam ranah domestic ataupun public hanyalah dengan menerapkan Islam dan menjadikannya pondasi dalam segala aspek kehidupan. Selain itu, kita juga harus berhati-hati terhadap pemikiran-pemikiran asing yang seolah-olah membela perempuan nyatanya justru menjauhkan perempuan dari islam dan solusi yang benar.

Wallahu’alam bishshawab.

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 17

Comment here