Oleh Retno Hanifah
(Pegiat Literasi Batam)
Tidak tepat jika menuduh ajaran Islam sebagai pemicu konflik rumah tangga.
Wacana-edukasi.com –RUU KUHP, Suami Bisa Dipenjara 12 Tahun Karena Perkosa Istri. Begitu judul sebuah berita dari portal online. “Ada ya, pemerkosaan dalam perkawinan?” Komentar seorang teman saat membaca judul berita itu.
Dilansir dari detik.com, Guru Besar Hukum Pidana dari UGM, Prof. Marcus Priyo Gunarto menyatakan Marital Rape (Perkosaan dalam Perkawinan) ditambahkan dalam rumusan Pasal 479 supaya konsisten dengan Pasal 53 UU 23/2004 tentang PKDRT, yaitu tindak pidana kekerasan seksual berupa pemaksaan hubungan seksual yang dilakukan terhadap istri atau suami bersifat delik aduan.
Pasal 53 UU 23 / 2004 selengkapnya berbunyi : “Tindak pidana kekerasan seksual sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 yang dilakukan oleh suami terhadap istri atau sebaliknya merupakan delik aduan.”
Komisioner Komnas Perempuan, Theresia Iswarini menyatakan, “Berdasarkan Catatan Tahunan 2021, jumlah laporan terkait pemerkosaan terhadap istri adalah 100 kasus untuk 2020. Tahun 2019, data kasus mencapai 192 kasus yang dilaporkan,”.
Tuduhan Barat pada Islam
Penanganan masalah rumah tangga, terutama yang berhubungan dengan kekerasan diatur dalam UU PKDRT. UU ini merupakan hasil dari Convention on the Elimination of Discrimination of All Forms against Women tahun 1978 (CEDAW). Konvensi ini sudah diratifikasikan oleh pemerintah dengan UU No. 7 tahun 1984. Setelah diratifikasi, ketentuan ini harus ditransformasikan ke dalam hukum nasional. Nah, salah satu perwujudan aturan dalam konvensi CEDAW ke dalam sistem hukum nasional adalah diberlakukannya UU No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga (UU PKDRT).
CEDAW yang didominasi pandangan Barat, menganggap bahwa kekerasan yang dialami perempuan diakibatkan karena adanya ketidaksetaraan gender. Michael Kaufman, aktivis dari Kanada menyebutkan ada tiga faktor di balik kekerasan terhadap perempuan, yaitu budaya patriarki, hak-hak istimewa yang diberikan pada laki-laki, dan sikap permisif pada suami untuk menghukum istri. Secara tersirat, hal ini merupakan tuduhan pada ajaran Islam. Karena Islam secara lengkap mengatur interaksi antara laki-laki dan perempuan, begitu juga dalam pernikahan.
Rumah Tangga dalam Islam
Tuduhan yang dilayangkan barat pada ajaran Islam sangat tidak berdasar. Justru dengan memahami dan menjalankan konsep pernikahan dalam Islam, keluarga yang penuh sakinah, mawaddah, dan rahmah akan tercapai.
Syekh Taqiyuddin an-Nabhani dalam kitab Nizham al Ijtima’I fii al-Islam menjelaskan dalam bab Kehidupan Suami Istri bahwa :
Pertama, pergaulan antara suami dan istri adalah pergaulan persahabatan. Satu sama lain merupakan sahabat sejati dalam segala hal. Persahabatan yang memberikan kedamaian dan ketentraman. Allah SWT berfirman, “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir”. (TQS. Ar-Rum : 21)
Kedua, hak dan kewajiban antara suami istri seimbang.
Allah SWT berfirman, “Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma’ruf. Akan tetapi para suami, mempunyai satu tingkatan kelebihan daripada isterinya. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”. (TQS. Al Baqarah : 228)
Pergaulan suami terhadap istri adalah tambahan atas kewajiban memenuhi hak-hak istri berupa mahar dan nafkah, seperti suami tidak bermuka masam dihadapan istrinya tanpa ada kesalahan dari istri. Suami juga harus selalu bertutur lemah lembut , tidak bersikap keras dan kasar, dan tidak menampakkan kecenderungan pada wanita lain.
Ketiga, adakalanya dalam rumah tangga terjadi suasana keruh. Karena itu Allah SWT menetapkan kepemimpinan rumah tangga di tangan suami. Allah SWT berfirman, “Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita …(An-Nisa : 34). Allah SWT juga telah mewajibkan istri taat pada suami. Rasulullah saw bersabda, “Jika seorang istri tidur malam meninggalkan tempat tidur suaminya niscaya para malaikat akan melaknatnya sampai ia kembali”. (Muttafaq ‘alayh dari jalur Abu Hurairah)
Misalnya istri ternyata haid atau sakit, bukankah itu bisa dibicarakan dengan suami? Suami yang sholih juga pasti akan bisa memahami kondisi istri. Sehingga tidak ada istilah perkosaan dalam rumah tangga.
Jika ditilik dari kacamata Islam, adanya masalah kekerasan atau perlakukan buruk dalam rumah tangga sebenarnya bukan karena ajaran tentang superioritas suami atas istri, tapi karena ketidakfahaman terhadap aturan agama.
Saat ini banyak orang menikah tanpa ilmu. Tidak memahami hak dan kewajiban suami dan istri, bagaimana cara bergaul yang baik dengan pasangan, bagaimana cara menyelesaikan persoalan. Jauhnya pemahaman agama membuat emosi mudah meledak dan melampiaskan kemarahan.
Maka dari itu, tidak tepat jika menuduh ajaran Islam sebagai pemicu konflik rumah tangga. Konflik ini justru akan dapat diminimalisir ketika suami istri saling memahami aturan-aturan dalam kehidupan suami istri. Lagipula jika solusinya adalah dengan dipenjara, bukankah akan membuat hancur sebuah keluarga? Semoga Allah memberi petunjuk agar kita selalu mengikuti aturan-aturan-Nya, sehingga tidak tersesat dunia akhirat. W
Wallohua’lam bi ash-showab.
Views: 7
Comment here