Oleh: Yuyun (Praktisi Pendidikan)
wacana-edukasi.com– Belakangan, istilah non-biner ramai diperbincangkan netizen di media sosial. Apa sebenarnya non-biner itu? Kehebohan ini bermula dari video viral mahasiswa baru Universitas Hasanuddin (Unhas) Makassar, yang diusir dari ruangan karena mengaku gender non-biner saat ditanya oleh salah seorang dosen. Mahasiswa itu mengatakan dirinya berjenis kelamin laki-laki, tetapi ia tidak mengidentifikasikan dirinya dalam kelompok gender laki-laki atau perempuan. Istilah ini kemudian dikenal non-biner (celebrities.id, 22/8/2022).
Non-biner merupakan istilah bagi orang yang tidak mengkonseptualisasi identitas gendernya dalam istilah biner (perempuan atau laki-laki). Namun, mereka tetap bisa memiliki perasaan yang kuat tentang jenis kelamin tanpa mengidentifikasi diri sebagai pria atau wanita. Psikiater dari RSJ Marzoeki Mahdi Bogor dr Lahargo Kembaren SpKJ, menjelaskan ada beberapa faktor pengaruh identitas seksual menjadi netral atau non-biner seperti faktor biologis hingga psikologis. Pertama faktor biologis, memang secara kromosom atau secara genetik mempengaruhi seksualitasnya, kedua faktor psikologis, mental kejiwaan seseorang, pikiran, mood, dan perasaan yang bersangkutan bisa mempengaruhi,” (Detik.com, 21/8/2022).
Buah Sistem yang Rusak
Ibarat penyakit, perilaku menyimpang seksual LGBT ini merusak ke semua celah yang ada di masyarakat. Kampus menjadi celah karena banyaknya mahasiswa yang tinggal di kos-kosan atau di asrama, tempat perempuan berkumpul dengan sesama mereka, juga tempat laki-laki berkumpul dengan sesama mereka. Di tempat-tempat semacam ini, satu orang pelaku LGBT bisa menularkan penyakitnya kebanyak orang disekitarnya. Setiap ada hubungan pertemanan, maka berpeluang terjadi perilaku menyimpang ini. Selain di kampus, antarpelajar di sekolah juga memungkinkan. Awalnya mungkin hanya pertemanan biasa. Namun, karena bertemu hampir setiap saat, lalu pergi ke mana-mana selalu berdua, saling berbagi baik dalam suka maupun duka, merasa senasib sepenanggungan karena jauh dari orang tua dan saudara, maka kedekatan seperti ini sangat memungkinkan terjadinya hubungan spesial sesama jenis. Apalagi ketika mereka tidur bersama di satu ruangan, atau mungkin satu tempat tidur (ranjang) atau bahkan satu selimut. Apalagi jika tak ada satu pun yang menganggap itu hal yang berbahaya, pasalnya, biasanya yang dianggap berbahaya hanyalah hubungan yang berbeda jenis.
Inilah fakta yang terjadi di masyarakat kita saat ini. Hubungan pertemanan dengan lawan jenis menjadi rawan akan pergaulan bebas yang berakibat perzinahan dengan seabrek permasalahan yang ada. Merajalelanya homoseksual, lesbianisme, transgender, Non-Biner adalah buah Sistem yang Rusak. Sistem kapitalisme dengan ide dasar sekularisme (pemisahan agama dari kehidupan) yang di adopsi oleh masyarakat dan diterapkan pemerintah di Negeri ini. Sehingga membuka pintu lebar bagi perkembangan berbagai macam pemikiran rusak dan kufur. Para pengadopsi perilaku menyimpang seksual ini bisa gencar bereaksi karena mendapat justifikasi dari ide liberalisme, kebebasan berekspresi yang dibangun di atas Ideologi sekuler yang menafikan agama dari kehidupan.
Hak asasi manusia (HAM) sering digunakan sebagai tameng dalam seluruh kegiatan mereka. Para pendukung mereka pun selalu punya seribu satu alasan untuk membela mereka. Sistem rusak inilah yang menjadi penyebab rendahnya ketakwaan masyarakat, penyebab minimnya pengetahuan masyarakat terhadap syariah Islam, juga penyebab lemahnya pemahaman masyarakat terhadap Islam sebagai solusi hidup. Akibatnya, semakin banyak di antara individu masyarakat yang mengganggap bahwa homo, lesbi, Non-biner, transgender, gay bukanlah hal yang terlarang dalam Agama.
Hal ini diperparah dengan gencarnya kampanye sesatdan menyesatkan dari pergerakan kaum homoseksual dan para pendukungnya. Sistem rusak tersebut juga telah menyibukkan masyarakat dengan kehidupan materialistik yang membuat lemahnya pengawasan baik dari keluarga maupun masyarakat terhadap perkembangan ide dan pemikiran ini. Akibatnya, serangan tidak tidak hanya menimpa orang dewasa, melainkan juga anak-anak para penerus generasi. Yang jelas dan pasti, tidak ada satu pun UU di Negeri ini yang melarang perilaku tersebut. Jadi, bagaimana mungkin pergerakan mereka bisa dihalangi? Jelas ini adalah sebuah ancaman, tak bisa dibiarkan, lalu bagaimana solusinya?
Islam: Solusi yang Hakiki
Memberantas penyimpangan seksual Non-Biner, gay, homoseksual, lesbianisme, transgender, haruslah dilakukan mulai dari akarnya dengan mencapkkan ideologi sekuler berikut paham Liberalisme, politik demokrasi dan sistem kapitalisme. Hal itu diiringi dengan penerapan ideologi Islam dengan syariahnya secara total. Jika dikatakan bahwa perilaku menyimpang ini adalah fitrah, maka jelas ini adalah salah. Yang menjadi fitrah adalah adanya naluri untuk melestarikan keturunan atau yang biasa disebut Gharizah Naw’.
Islam memandang bahwa bangkitnya Gharizah Naw’ ini merupakan hal yang wajar atau normal. Hanya saja Islam memberikan aturan secara rinci bagaimana cara untuk memenuhi dan memuaskannya. Islam tidak membiarkan manusia memuaskan nalurinya sesuai dengan hawa nafsunya. Karena itu, ketika laki-laki memuaskan hasrat seksualnya kepada laki-laki atau perempuan memuaskannya kepada perempuan, maka Islam menilai hal ini sebagai penyimpangan terhadap fitrah manusia. Jadi nalurinya fitrah, tetapi penyaluran naluri ini ke sesama jenis, jelas menentang fitrah.
Islam memberikan solusi preventif (pencegahan) terhadap perilaku menyimpang ini dengan cara. Pertama, mewajibkan Negara untuk terus membina keimanan dan memupuk ketakwaan rakyat. Hal itu akan menjadi kendali diri dan benteng yang menghalangi muslim terjerumus pada keharaman. Kedua, Islam memerintahkan untuk menguatkan identitas diri sebagai laki-laki dan perempuan. Allah Swt., menciptakan manusia dengan dua jenis kelamin, laki-laki dan perempuan sebagai pasangan. Secara fisik maupun psikis, laki-laki dan perempuan mempunyai perbedaan yang mendasar sesuai fungsi yang kelak akan diperankannya. Mengingat perbedaan tersebut, Islam telah memberikan tuntunan agar masing-masing fitrah yang telah ada tetap terjaga. Islam menghendaki agar laki-laki memiliki kepribadian maskulin, sementara perempuan memiliki kepribadian feminim. Islam tidak menghendaki wanita menyerupai laki-laki, begitu juga sebaliknya. Pola asuh orang tua dan stimulasi yang diberikan kepada anak harus menjamin akan pendidikan yang sesuai dengan standar Islam.
Rasulullah Saw melarang laki-laki dan perempuan menyerupai lawan jenisnya. “Nabi Saw., melaknat laki-laki yang berlagak meniru wanita yang berlagak meniru laki-laki. (HR. al-Bukhari). Ketiga, Islam mengharuskan pemisahan tempat tidur anak-anak. Rasulullah Saw., bersabda: “Suruhlah anak-anak kalian shalat pada usia 7 tahun, pukullah mereka pada usia 10 tahun jika tak mau shalat, dan pisahkan mereka ditempat tidur. (HR. Abu Dawud). Keempat, Islam melarang tidur dalam satu selimut. Rasulullah Saw., bersabda:”Janganlah seorang laki-laki melihat aurat laki-laki. Jangan pula perempuan melihat aurat perempuan. Janganlah seorang laki-laki tidur dengan laki-laki dalam satu selimut. Jangan pula perempuan tidur dengan perempuan dalam satu selimut. (HR. Muslim). Kelima, Secara sistemis Negara harus menghilangkan rangsangan seksual dari publik termasuk pornografi dan pornoaksi. Begitu pula segala bentuk tayangan dan sejenisnya yang menampilkan perilaku homoseksual dan lesbian, gay, Non-Biner, transgender atau yang mendekati ke arah perbuatan tersebut.
Selain aturan preventif, Islam juga menetapkan aturan yang bersifat kuratif (menyembuhkan), menghilangkan Non-Biner, homoseksual-lesbianisme dan memutus siklusnya dari masyarakat. Bagi para pemula, yang belum sampai melakukan hubungan seksual, maka menyembuhkannya bisa dilakukan dengan cara mengubah pola pikir dan pola sikap mereka terhadap Non-Biner, homoseksual-lesbianisme. Para pelaku dijauhkan dari lingkungan sebelumnya yang membuat mereka terjerat perilaku ini. Mereka harus dijauhkan dari pasangan mereka. Alihkan naluri mencintai atau gharizah naw’ mereka ke naluri yang lainnya semisal gharizah tadayyun (naluri beragama), yaitu dengan menyibukkan mereka dengan dzikir dan beribadah kepada Allah Swt. Bisa juga dengan menyibukkan mereka dengan kegiatan-kegiatan bermanfaat atau bisa juga dengan mengajak mereka berpuasa. Pahamkan kepada mereka bahwa itu adalah dosa besar yang akan menjerumuskan pada kehinaan, dunia maupun akhirat. Ajak mereka untuk bertobat atas seluruh dosa yang sudah dilakukan dan bertekad untuk berubah. Adapun bagi pelaku yang sudah melakukan hubungan seksual, Islam menerapkan hukuman yang sangat tegas. Bagi pelaku sodomi dikenakan sanksi berupa hukuman mati. “Siapa saja yang kalian temukan melakukan perbuatan kaum Luth (homoseksual) maka bunuhlah pelaku (yang menyodomi) dan pasangannya (yang disodomi). (HR. Abu Dawud, At-Tirmidzi, Ibnu Majah, Ahmad, Al-Hakim, dan Al-baihaqi).
Dalam hal ini, tak ada perbedaan pendapat di antara para fuqoha’, khususnya para sahabat Nabi Saw., Seperti dinyatakan oleh Al-Qdhi Iyadh dalam kitabnya Asy-Syifa’. Ijmak sahabat Nabi Saw., juga menyatakan bahwa hukuman bagi pelaku homoseksual adalah hukuman mati. Hal itu tanpa dibedakan apakah pelaku sudah menikah (muhshan) atau yang belum menikah (ghayr muhshan). Hanya saja para sahabat Nabi Saw., Berbeda pendapat mengenai teknis hukuman mati bagi Non-Biner, gay, homo, lesbi. Menurut Ali Bin Abi Thalib Ra, Kaum homo, lesbi, Non-Biner ataupun gay harus dibakar dengan api. Menurut Ibnu Abbas Ra, dicari bangunan tinggi lalu dijatuhkan dengan kepala ke bawah, dan setelah sampai ke tanah dilempari dengan batu. Menurut Umar Bin Khattab Ra, dan Utsman Bin Affan Ra, bagi Non-Biner, gay, homo, lesbi, dihukum mati dengan cara ditimpakan dinding tembok pada pelaku sampai mati. Memang para sahabat berbeda pendapat tentang cara memberikan sanksi atau hukuman mati. Dan semuanya sepakat bahwa perilaku seks menyimpang wajib dihukum mati. (Abdurrahman al-Maliki, Nidzam Al-Uqubat, hal. 21).
Demikianlah Islam memberikan aturan yang sangat rinci tentang perilaku seks menyimpang. Dengan penerapan Syariah Islam secara kaffah, umat Islam akan tercegah dan bisa diselamatkan dari perilaku seks menyimpang ini. Kehidupan umat pun akan dipenuhi oleh kesopanan, keluhuran akhlak, kehormatan, martabat, ketentraman dan kesejahteraan. Hal itu hanya bisa terwujud jika Syariah Islam diterapkan secara total di bawah sistem Khilafah Islamiyyah. Karena itu kewajiban seluruh kaum muslimin untuk mengembalikan kehidupan Islam. Wallahu ‘alam bi Ash-Shawwab.
Views: 42
Comment here