Oleh: Nurhayati, S.S.T. (Pemerhati Kebijakan Publik)
wacana-edukasi.com–Bulan Mei ini memiliki beberapa moment penting, salah satunya adalah Hari Buruh. Setiap tahunnya hari buruh sering diwarnai dengan buruh turun ke jalan menyuarakan aspirasi mereka. Buruh ini tidak kita lupakan perannya yang merupakan bagian dari elemen penting roda penggerak industri.
14 Mei lalu Gedung DPR RI dan GBK dibanjiri lebih dari 50 ribu buruh yang melakukan May Day Fiesta dalam rangka memperingati Hari Buruh Internasional mulai dari jam 12.30 WIB hingga jam 17.00 WIB bertempat di Stadion Utama GBK Senayan. Dalam demonstrasi yang dilakukan para buruh menyerukan 18 tuntutan, diantaranya yang berkaitan dengan kesejahteraan buruh yang selama ini kebijakannya memeras tenaga buruh namun minim kesejahteraan.
Diantara tuntutannya yaitu tuntutan utamanya yang disuarakan adalah penolakan terhadap UU Omnibus Law Cipta Kerja., aturan hukum tersebut dianggap mengeksploitasi buruh. Omnibus law mengeksploitasi, membuat perbudakan zaman modern, outsourcing dibebaskan untuk semua jenis pekerjaan, tidak ada batas waktu, dan upah yang murah. Selain itu para buruh mendesak pemerintah menurunkan harga bahan pokok termasuk minyak goreng; mendesak RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT) disahkan, menolak revisi UU tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (PPP) dan menolak revisi UU Serikat Kerja/Serikat Buruh (cnnindonesia.com, 13/5/2022).
Tuntutan Buruh Akankah Dipenuhi
Setiap tahun tuntutan buruh tidak jauh-jauh dari kesejahteraan sebab hari ini kita tidak memungkiri akan peliknya permasalahan hidup yang didominasi oleh faktor ekonomi. Kenaikan gaji tidak menjanjikan taraf hidup buruh meningkat disebabkan tingginya harga kebutuhan pokok yang juga meningkat.
Merespon May Day ini kita melihatnya bukan sekedar event seremonial belaka namun lebih dari itu bahwa buruh membutuhkan kepastian kesejahteraan.
Tuntutan buruh untuk redistribusi kekayaan dan kenaikan upah memang difasilitasi dalam beragam aksi dan bahwa selebrasi global berupa May Day.
Yang menjadi pertanyaan bagi kita akankah 18 tuntutan buruh dalam May Day Fiesta itu akan dipenuhi? Sebab UU Omnibus Law sedikit banyak kebijakannya justru memberi banyak benefit kepada pengusaha dan korporasi, namun memberikan beban perbudakan di pundak para buruh dengan upah yang minim.
Walhasil dari tahun ke tahun tuntutan buruh terus ada dan tidak terlepas dari tuntutan kesejahteraan, sehingga yang terlihat tuntutan tersebut hanya menjadi tuntutan kosong yang tak bisa dipenuhi karena sistem yang dituntut adalah sistem kapitalisme yang justru melanggengkan perbudakan modern. Buruh dieksploitasi untuk meningkatkan volume produksi demi keuntungan para pemilik modal, dan kesejahteraan pekerja diasosiasikan sekedar dengan kenaikan upah yang tak seberapa.
Mengutip buletin al-waie.id (26/12/2019) disana dikatakan bahwa lebih dari 40 juta orang di dunia, seperempat di antara mereka adalah anak-anak, berada dalam perbudakan,” kata Pelapor Khusus PBB Urmila Bhoola, pada sesi ke 42 Dewan HAM di kantor PBB di Jenewa seperti diberitakan Anatolia, Senin (9/9/2019). Pernyataannya itu dituangkan dalam sebuah laporan yang disiapkan tentang “perbudakan modern”. 60 persen dari jutaan mereka yang diperbudak itu dipaksa untuk bekerja di sektor swasta, sedang 98 persen perempuan dan anak perempuan menjadi korban kekerasan seksual.
Dari sini kita melihat bahwa sistem kapitalisme secara struktural memang meniscayakan eksploitasi terhadap pekerja, ditengah himpitan hidup menjadi kesempatan bagi mereka untuk mempekerjakan buruh meski dengan biaya upah rendah. Rakyat yang tidak memiliki pilihan mau tidak mau harus bekerja demi memenuhi kebutuhan hidupnya.
Maka adanya demo buruh dan tuntutan kenaikan upah di berbagai negara maju menegaskan bahwa selama sistem kapitalisme masih menjadi pijakan, kesejahteraan hanya angan-angan. Sejahtera hanya milik kaum kapitalis yaitu mereka yang memiliki modal besar.
Jaminan Kesejahteraan Pekerja dalam Naungan Islam
Sistem kapitalisme meniscayakan kepemimpinan yang abai terhadap nasib rakyat. Buruh tak ubahnya seperti “sapih perah” dalam menunjang aspek produksi saja. Akhirnya adalah upah yang didapatkan tidak sesuai dengan beban kerja yang diberikan oleh perusahaan atau industri.
Sungguh kita sangat membutuhkan sistem kuat yang mampu mewujudkan kepemimpinan yang peduli, yang manusiawi yaitu sistem Islam. Selain agama yang diyakini, Islam juga merupakan sebuah sistem kehidupan. Di dalamnya terdapat aturan untuk menyejahterakan manusia, Islam berisi sistem atau syariat yang memanusiakan manusia. Syariat mencakup seluruh aspek hidup manusia, mengatur dan menjamin terpenuhinya hajat hidup rakyat tak terkecuali yang berada dalam naungan sistem Islam.
Permasalahan upah bisa diselesaikan dengan konsep upah sepadan, yaitu upah bergantung pada tenaga yang dikeluarkan, bukan berdasar UMR. Setelah itu, majikan akan bersegera melakukan kewajibannya dalam membayar upah pada pekerjanya dan tidak terbebani dengan kesejahteraan pekerja, karena yang menjamin kesejahteraan pekerja adalah negara, bukan majikan.
Permasalahan harga kebutuhan pokok yang menjulang dan kebijakan yang tidak memihak rakyat, tentu bisa diselesaikan dengan konsep ekonomi Islam yang menjadikan negara berperan sebagai pengurus urusan umat termasuk melakukan berbagai upaya dalam menstabilkan harga. Selain itu, negara pun akan berupaya sebaik mungkin dalam melindungi dan menjamin kebutuhan rakyatnya. Wallahu ‘alam bishowab[]
Views: 24
Comment here