Opini

Membangun Generasi Tangguh

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh Novianti

Wacana-edukasi.com, OPINI-– Anak adalah harapan orang tua dan masa depan. Namun, apa jadinya jika anak justru berkepribadian lemah?

Kita mendengar istilah generasi mager atau generasi rebahan. Istilah yang disematkan pada generasi muda saat ini untuk menggambarkan kondisi mereka yang fragile. Ibarat seperti gelas kaca, disenggol sedikit pecah berantakan. Rapuh bukan dari sisi fisik tetapi pada aspek mental atau jiwanya.

Miris tetapi fakta menunjukkan bahwa generasi muda saat ini memang lemah bahkan tidak sedikit yang memutuskan mengakhiri hidupnya. Sebagaimana diungkapkan KPAI di kompas.id (24/01/2024) sepanjang 2023 ditemukan 46 kasus anak bunuh diri. Terkadang penyebabnya persoalan sepele. Di Pekalongan, Kendari, Buton, anak bunuh diri karena ditegur main HP. Ada juga gara-gara putus cinta dengan pacarnya. Kasus bunuh diri pada kalangan mahasiswa pun menggejala.

Tentunya kondisi ini tidak bisa diabaikan karena akan mengganggu produktivitas dan mengancam masa depan. Potensi tidak terasah jika mudah menyerah saat menghadapi persoalan. Padahal, tantangan ke depan semakin tidak mudah. Masa dimana perubahan sangat cepat, penuh gejolak, ketidakpastian, dan ambigu. Generasi rapuh hanya akan menjadi obyek, dimanfaatkan untuk kepentingan tertentu yang akhirnya menjadi generasi pembebek.

-Mental Illness-
Salah satu kerapuhan generasi ditandai dengan merebaknya gangguan kesehatan mental atau mental illness. Ciri umum diantaranya sering marah-marah, terlihat bingung, banyak kekhawatiran, sulit berkonsentrasi, merasa tidak berdaya, cenderung menarik diri dari lingkungan sosial, sampai pada tingkat menyakiti diri sendiri dan muncul keinginan bunuh diri. Secara fisik, penderita gangguan kesehatan mental tidak seperti orang gila. Terkadang nampak baik-baik saja meski sedang bermasalah.

Menurut WHO, kesehatan mental adalah kondisi dari kesejahteraan yang disadari individu, yang di dalamnya terdapat kemampuan-kemampuan untuk mengelola stres kehidupan yang wajar. Sederhananya, individu tersebut mampu mengendalikan diri, menyikapi berbagai peristiwa agar tetap menjalankan fungsi dalam berbagai perannya.

Hasil survei menunjukkan bahwa satu dari dua masyarakat Indonesia merasa memiliki masalah kesehatan mental. Persentasenya sebanyak 52% sebagaimana dikutip dari laman katadata.co.id (27/10/2022). Tidak heran tren bunuh diri di Indonesia meningkat.

Gangguan kesehatan mental selain mengurangi produktivitas, penanganannya membutuhkan biaya besar. Guru Besar Fakultas Farmasi Universitas Padjadjaran Prof. Irma Melyani Puspitasari memperkirakan dibutuhkan biaya Rp87,5 triliun dalam setahun untuk pengobatannya. Itu pun hanya untuk prevalensi gangguan yang mencakup skizofrenia, bipolar, depresi, dan gangguan kecemasan.

-Peran Orang Tua-
Allah Swt. memerintahkan dalam surah An-Nisa ayat 9 untuk tidak meninggalkan generasi lemah. Rasulullah saw. bersabda, _”Mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai Allâh Azza wa Jalla daripada Mukmin yang lemah.”_

Dalil tersebut menunjukkan kewajiban orang tua untuk mendidik anak-anaknya tidak hanya memiliki fisik sehat tetapi juga jiwa kuat. Pribadi tangguh yang tidak mudah putus asa, siap jatuh bangun mengasah potensi agar bermanfaat bagi diri dan orang lain.

Beberapa upaya yang dilakukan orang tua untuk melahirkan anak tangguh adalah:

Pertama, tanamkan sejak dini keimanan kepada Allah dan tujuan hidup. Pahamkan bahwa Allah menciptakan manusia tidak sia-sia tetapi mengemban amanah besar sebagai khalifah di muka bumi. Harus ada persiapan agar dapat menjalankan amanah tersebut.

Kedua, ajarkan pengendalian emosi karena emosi memiliki hubungan erat dengan kesehatan mental. Bantu anak mengidentifikasi emosi serta mengekspresikannya dengan benar. Emosi seperti sedih, kecewa, atau marah adalah alamiah pada setiap orang. Yang diperlukan bagaimana semua emosi terkelola, tidak berlarut-larut menangisi nasib saat ditimpa musibah.

Ketiga, hargai upaya anak jangan fokus pada hasil. Jangan menetapkan target-target yang membuat anak stres. Allah saja bukan menuntut hasil melainkan pada prosesnya. Pujilah anak dengan kalimat yang menunjukkan penghargaan terhadap upaya yang dilakukannya. Seperti ,”Ibu bangga padamu karena kamu rela bangun malam untuk murojaah hafalan. Pasti tidak mudah ya mengatasi kantuk untuk bisa bangun di waktu tersebut.”

Keempat, ketika anak berhasil meraih sesuatu ajarkan selalu bersyukur. Ingatkan bahwa semua atas izin Allah. Penyakit hati seperti sombong, iri, riya, harus dikikis dengan menerapkan konsep seperti ikhlas, sabar, dan syukur. Seseorang yang bergantung pada pandangan manusia akan didera lelah tak berkesudahan.

Kelima, tidak memenuhi semua keinginan anak. Ajarkan anak agar bisa membedakan antara kebutuhan dan keinginan. Memenuhi semua keinginan anak membuatnya tidak terlatih menunda kepuasan, mengatasi kekecewaan, dan kurang memaknai kerja keras.

Keenam, libatkan dalam aktivitas di rumah. Jangan berpikir tugas anak hanya belajar sehingga ia dibebaskan dari pekerjaan di rumah. Selain melatih kemandirian, bisa membangun rasa tanggung jawab untuk ikut membantu agar lingkungan rumah menjadi tempat aman dan nyaman bagi semua anggota keluarga.

Ketujuh, dorong anak terlibat dalam kegiatan positif dengan teman-temannya di lingkungan rumah. Lebih bagus jika diarahkan untuk ikut dalam kegiatan masjid. Masjid menjadi kawah candradimuka untuk berlatih kerja sama, keuletan, mengasah empati, menyelesaikan konflik. Keterampilan yang dibutuhkan saat berbaur dalam masyarakat. Mereka akan menjadi bibit-bibit pengemban dakwah. Dengan dakwah, pribadi bertransformasi menuju sosok hebat karena diasah dalam pergulatan persoalan di tengah masyarakat.

Kedelapan, bangun cita-cita besar dengan bersumber dari janji Allah dan bisyarah Rasulullah. Seperti halnya Muhammad Al Fatih mempelajari berbagai pengetahuan dan keterampilan untuk menyiapkan dirinya sebagai pemimpin generasi penakluk. Ajak anak menetapkan tujuan spesifik sesuai potensinya dan bimbing dalam melakukan langkah-langkah untuk meraihnya. Dengan demikian, persoalan-persoalan pribadi hanya dilihat sebagai kerikil dan tidak akan memalingkan dari tujuan yang lebih pantas untuk diperjuangkan.

-Peran Negara-
Melahirkan generasi tangguh memerlukan kontribusi banyak pihak. Tidak hanya dukungan keluarga, tetapi juga lingkungan pertemanan, masyarakat dan negara. Meski orang tua berikhtiar tanpa peran negara, pendidikan di rumah bisa porak poranda. Kebijakan-kebijakan negara bisa secara masif dan sistemis menggerus mental generasi muda.

Apabila negara mengambil peran, kebijakan bisa dilakukan lintas sektoral dengan pengerahan seluruh sumber daya. Sebagai negara muslim, seyogianya mengambil panduan dari wahyu Allah dalam hal pembangunan sumber daya manusia yang menjadi motor penggerak negara.

Dengan konsep agama kamil dan syamil, Islam memiliki petunjuk dan dipraktekkan oleh Rasulullah dalam membina generasi muda sehingga lahir sekelas Ali bin Abi Thalib, Al Arqam bin Abil Arqam, Usamah bin Zaid bin Haritsah, Mush’ab bin Umair, dan sederet pemuda lainnya yang menjadi pendukung dakwah Rasulullah. Generasi muda tangguh bahkan turut berperan meletakkan fondasi awal Daulah Islam di Madinah.

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 170

Comment here