Oleh: Nana Juwita, S.Si.
wacana-edukasi.com OPINI-– Budaya korupsi di Indonesia memang sulit untuk diberantas hal ini sesuai Angka IPAK (nilai Indeks Perilaku Antikorupsi) 2023 sebesar 3,92 yang juga berarti tidak tercapainya angka IPAK yang ingin dicapai tahun ini berdasarkan target dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN). Amalia menyatakan perlu adanya pendidikan antikorupsi yang lebih masif di masyarakat, terutama dalam mengakses pelayanan publik. “Hal ini memperlihatkan tingkat perilaku antikorupsi menurun. Capaian IPAK 2023 ini masih di bawah target RPJMN 2023 sebesar 4,09,” ujar Amalia yang merupakan Pelaksana Tugas (Plt) Kepala BPS (Badan Pusat Statistik) Jakarta. .(https://tirto.id)
Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI Firli Bahuri menyatakan bahwa lembaga antirasuah itu sudah menangkap sebanyak 1.600 koruptor dalam kurun waktu 20 tahun terakhir. Firli menegaskan, memberantas korupsi di negeri ini tidak cukup hanya dengan kegiatan penindakan saja, tetapi juga perlu pendidikan dari masyarakat untuk membangun kesadaran, keprihatinan, pemahaman terhadap generasi agar tidak melakukan korupsi. (https://www.antaranews.com)
Banyaknya koruptor yang ditangkap menggambarkan bobroknya sistem negara. Bahkan pembentukan lembaga anti korupsi pun tak mampu mencegahnya. Lebih ironisnya lagi korupsi terjadi di sebuah lembaga yang dipercaya oleh masyarakat mampu untuk memberantas korupsi di Indonesia yaitu KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi), ternyata korupsi juga terjadi di lembaga tersebut. Sebagaimana yang dikutip dari (https://kumparan.com), bahwa Menkopolhukam Mahfud MD memastikan temuan pungli di rutan KPK mencapai Rp 4 miliar terus diproses secara hukum. Ia mengungkap pihak-pihak yang terlibat pun siap dipidana. Menurut Mahfud, temuan pungli di KPK sangat ironis. Tapi, urusan pungli memang tak mengenal lembaga mana pun, dan bisa terjadi di mana saja.
Jika di Lembaga seperti KPK saja terjadi korupsi, lalu bagaimana dengan potensi korupsi di lembaga lembaga lainnya di Negeri ini? Korupsi di KPK menunjukkan lemahnya integritas pegawai karena menghalalkan cara demi mendapatkan harta dunia. Selain karena lemahnya iman buah penerapan sekularisme. hal ini juga terjadi karena hukum tidak tegas dan tidak membuat jera. Bahkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengatakan, pengelolaan lembaga pemasyarakatan (Lapas) di Indonesia rawan terjadi tindak pidana korupsi. Juru Bicara Penindakan dan Kelembagaan KPK, Ali Fikri mengatakan, pihaknya menerima beberapa aduan dari masyarakat mengenai sejumlah modus korupsi di lapas. Modus itu antara lain, dugaan pungutan liar, suap-menyuap, penyalahgunaan wewenang hingga pengadaan barang dan jasa. “KPK telah melakukan identifikasi terhadap pengelolaan lapas, yang juga diduga merupakan salah satu sektor yang rentan terjadinya tindak pidana korupsi,” kata Ali dalam keterangan tertulisnya kepada wartawan, Selasa (9/5/2023).( https://nasional.kompas.com)
Mudahnya korupsi satu keniscayaan dalam sistem sekuler kapitalis demokrasi. Apalagi sistem ini berbiaya tinggi dan sarat kepentingan oligarki. Tambah lagi adanya Keserakahan, rusaknya integritas abdi negara dan penguasa, toleransi atas keburukan dan lemahnya iman makin memudahkan korupsi, sehingga wajar korupsi semangkin menjadi jadi di negeri ini.
Pandangan Islam
Islam memiliki mekanisme jitu untuk memberantas korupsi dengan tiga pilar tegaknya aturan, yaitu: Bahwa aturan Islam akan melahirkan individu-individu yang bertaqwa kepada Allah SWT, sehingga mereka akan merasa takut untuk melakukan korupsi karena masyarakat dalam sistem islam akan memiliki keimanan yang kokoh, sehingga tidak mudah tergoda oleh kenikmatan dunia. Adanya kontrol masyarakat, yaitu masyarakat yang memiliki kesadaran untuk saling mengingatkan dalam kebaikan sehingga tercipta lah masyarakat yang jujur, bertanggungjawab terhadap amanah yang di emban, serta beriman dan bertaqwa kepada Allah swt, yang dapat mewujudkan masyarakat yang bersih dari tindak korupsi. Negara yang menerapkan hukum Islam secara Kaffah akan mampu memberantas korupsi hingga keakarnya, Negara dalam hal ini pemimpin menyeleksi secara ketat pejabat Negara di mulai dari mencatat harta awal para pejabat, hingga terus mengontrol kemajuan harta yang diperoleh para pemangku kebijakkan sehingga jika terdapat kelebihan harta maka akan di periksa sampai diketahui dari mana kelebihan harta tersebut, hal ini terjadi pada masa Pemerintahan Khulafa Rashydin pada Masa Kholifah Umar Bin Khatab yang sangat ketat mengawasi kelebihan harta para pejabatnya, bahkan Umar sendiri ketika ingin menggunakan harta Negara dari Baitul Maal, Umar meminta izin terlebih dahulu atau bahkan Umar sebagai Pemimpin Negara Pada Saat itu harus berhutang kepada Baitul Mall dan membayar hutang tersebut dengan memotong gaji beliau, sebagai Pemimpin Negara, Umar tidak serta merta sesuka hatinya menggunakan harta Negara, namun karena keimanan dan rasa takutnya kepada Allah Swat lah yang membuat Umar sangat menjaga dirinya dari hal tersebut, beginilah seharusnya gambaran Pemimpin yang kita harapkan. Negara juga bisa menerapkan hukum dan sanksi bagi pelaku korupsi bisa misalnya dengan potong tangan, dibunuh, atau dipotong tangan dan kaki secara bersilang, atau diasingkan ke negeri lain dan dipenjara di sana. dalam hal ini Negara lah yang memiliki hak untuk menerapkan sanksi tersebut dan di bantu oleh para Qodhi yang akan menangani kasus korupsi yang terjadi, sehingga mampu memberikan efek jera bagi masyarakat.
Beginilah gambaran Islam terkait masalah korupsi di Negeri ini, bahwa Islam menetapkan Negara memiliki peran penting dalam mewujudkan sistem hukum dan sanksi yang tegas dan menjerakan, juga dalam mencetak individu yang berkepribadian islam, dimana sanksi dan hukum yang tegas hanya ada pada Hukum Islam yang tidak memandang bulu siapapun pelakunya, tidak tebang pilih, semua akan diperlakukan sama sesuai dengan hukum Syariat sehingga Negeri ini akan mendapatkan keberkahan dari langit dan bumi.Wallahuaklam bishawab.
Views: 15
Comment here