Oleh: Farah Hana Shafa D. (Aktivis Remaja, DIY)
Wacana-edukasi.com, OPINI– Rencana pembentukan Peraturan Daerah (Perda) untuk memberantas LGBT di Sumatera Barat mencuat sebagai respon dari kekhawatiran masyarakat terhadap maraknya penyimpangan sosial. Sebagai daerah yang menjunjung tinggi filosofi Adat Basandi Syarak, masyarakat Minangkabau memandang LGBT bertentangan dengan nilai adat dan agama. Penyimpangan ini dianggap tidak hanya merusak tatanan sosial saja, namun juga mengancam masa depan generasi muda.
Langkah pembentukan perda ini diharapkan menjadi solusi untuk melindungi generasi muda dari perilaku LGBT. Tentu keinginan adanya peraturan daerah untuk memberantas LGBT tersebut adalah keinginan yang sangat baik. Tetapi, implementasi perda ini menghadapi tantangan besar, terutama dalam sistem demokrasi sekuler yang menjadikan HAM sebagai acuan utama.
Sudah begitu, banyak perda syariah yang terus menerus dipermasalahkan atau bahkan dibatalkan karena dianggap tidak sejalan dengan kebijakan pemerintah pusat yang menjunjung tinggi pluralisme dan kebebasan. Contohnya adalah perda mengenai kewajiban perempuan mengenakan jilbab, larangan keluar malam, dan masih banyak lagi. Dengan kondisi tersebut, muncul pertanyaan besar, yaitu “apakah perda ini akan efektif dalam memberantas LGBT?”
LGBT adalah singkatan dari Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender, yang merujuk pada kelompok yang memiliki orientasi seksual yang tidak normal. Dari sisi kesehatan pun, LGBT dianggap sebagai masalah kejiwaan. Meskipun beberapa orang menganggap bahwa LGBT ini merupakan hak pribadi, namun perilaku tersebut dapat memberikan dampak negatif bagi individu maupun masyarakat. Pada tingkat individu, penelitian menunjukkan bahwa adanya risiko lebih tinggi terhadap masalah kesehatan, seperti depresi, kanker, dan penyakit menular seksual. Kemudian pada tingkat sosial, normalisasi perilaku ini dapat mengubah nilai-nilai dan pola pikir masyarakat.
Selain itu, normalisasi perilaku LGBT juga memiliki potensi penurunan jumlah generasi muda di masa depan, karena hubungan sesama jenis tidak menghasilkan keturunan secara biologis. Oleh karena itu, perilaku LGBT dianggap tidak sesuai dengan fitrah manusia, yang seharusnya menikah dan meneruskan generasi.
Penerapan perda syariah di Indonesia yang menganut sistem demokrasi sekuler ini tidaklah mudah. Dalam sistem ini, batasan agama sering kali dipandang sebagai pelanggaran terhadap prinsip kebebasan individu dan HAM. Jadi tidak heran jika isu-isu yang dianggap sebagai “hak pribadi”, salah satunya adalah orientasi seksual ini, sering kali mendapatkan pembelaan atas nama kebebasan.
Tidak heran jika muncul penolakan dari berbagai pihak yang memiliki keyakinan berbeda atau yang merasa bahwa perda syariat ini bertentangan dengan prinsip demokrasi. Bahkan orang yang menentang normalisasi LGBT sering kali dianggap sebagai orang yang intoleran, diskriminatif, sok alim, dan sebagainya.
Pandangan Islam Terkait Perda Syariah
Dalam pandangan Islam, hukum syariat harus diterapkan secara kafah, yaitu secara menyeluruh, dalam seluruh aspek kehidupan, termasuk politik, ekonomi, sosial, dan hukum. Perlu diketahui bahwa Islam bukan hanya sekadar agama saja, namun juga merupakan suatu mabda atau ideologi yang mencakup panduan hidup secara lengkap.
Oleh karena itu, penerapan perda yang bersifat lokal ini, tanpa dukungan sistem Islam kafah, dianggap tidak efektif dalam memberantas perilaku menyimpang LGBT. Mengapa demikian? Karena tanpa adanya sistem Islam kafah, perda ini hanya akan menjadi aturan parsial.
Dalam negara yang menganut sistem sekuler, perda semacam ini berpotensi menimbulkan resistensi dari sebagian masyarakat yang memegang nilai liberal atau tidak memahami pentingnya aturan syariat dalam menjaga masyarakat. Akibatnya, penerapan perda tersebut menjadi tidak maksimal, karena hanya berlaku di kawasan tertentu dan tidak dapat menuntaskan akar masalahnya.
Tiga Pilar Utama Tegaknya Aturan Allah
Dalam tingkatan individu, Islam memberikan panduan jelas mengenai batasan perilaku dan tanggung jawab moral, termasuk larangan terhadap LGBT, yang bertentangan dengan fitrah manusia. Seharusnya setiap umat Islam menjaga perilakunya dengan mengikuti ajaran Allah SWT dan menjauhi segala perbuatan yang bertentangan dengan perintah-Nya. Islam mengajarkan bahwa setiap perbuatan yang dilakukan manusia akan dihisab kelak di akhirat. Oleh karena itu, umat Islam harus memiliki kesadaran bahwa perilaku LGBT tidak hanya berdampak pada kehidupan dunia, tetapi juga akan dipertanggungjawabkan kelak di hadapan Allah SWT.
Dengan demikian, menjaga perilaku yang sesuai dengan syari’at adalah sebuah kewajiban yang harus dijaga. Umat Islam perlu terus mendalami ilmu agama agar memiliki pemahaman yang mendalam, serta memperkuat iman dan taqwa dalam menghadapi berbagai tantangan zaman.
Lalu, dalam tingkatan masyarakat, Islam menuntut terciptanya lingkungan yang mendukung ketaatan kepada Allah SWT. Ini berarti masyarakat harus menolak segala bentuk normalisasi LGBT yang bertentangan dengan fitrah. Islam mengajarkan semua muslim untuk melakukan amar ma’ruf nahi munkar, yaitu saling menasihati dalam kebaikan dan mencegah kemungkaran. Hal ini mencakup upaya menciptakan kesadaran, memberikan edukasi, dan membangun solidaritas untuk menjaga masyarakat dan generasi dari pengaruh perilaku menyimpang.
Di sisi lain, dalam keluarga, Islam mengatur peran dan kewajiban setiap anggota keluarga sesuai dengan syariat untuk menciptakan rumah tangga yang harmonis dan penuh berkah. Keluarga memiliki peran yang sangat penting sebagai tempat pembentukan moral, pola pikir dan pendidikan bagi generasi penerus. Dengan nilai-nilai Islam yang diterapkan, keluarga dapat menjadi benteng pertama dalam mencegah perilaku LGBT dan bentuk penyimpangan lainnya. Orang tua, sebagai teladan utama dalam keluarga, bertanggung jawab untuk menanamkan ajaran agama, mendidik anak-anak mereka dengan ajaran akhlak yang benar, serta mengawasi pergaulan mereka.
Keluarga yang kokoh dalam prinsip Islam akan menciptakan individu yang taat dan bertanggung jawab terhadap dirinya, keluarga, dan masyarakat. Sebagai hasilnya, keluarga yang berpegang pada syari’at Islam akan membantu masyarakat dalam menciptakan lingkungan yang sehat dan susai dengan Islam.
Namun, sebatas masyarakat saja tidaklah cukup. Negara juga memiliki peran yang tidak kalah penting dalam memberantas segala perilaku menyimpang. Pada tingkat negara, Islam memandang bahwa negara memiliki fungsi sebagai pelindung masyarakat dari segala bentuk kemaksiatan dan penyimpangan. Negara yang berlandaskan syari’at Islam memastikan bahwa setiap individu memahami dan menjalankan aturan Allah SWT dalam kehidupan sehari-hari mereka.
Salah satu caranya adalah melalui sistem pendidikan yang berbasis syariat Islam. Kurikulum yang diterapkan dirancang secara menyeluruh, mencakup pembentukan akhlak, pemahaman agama, serta berbagai ilmu pengetahuan yang selaras dengan ajaran Islam, sehingga mampu melahirkan generasi yang taat kepada Allah SWT dan berguna bagi masyarakat.
Selain pendidikan, sistem hukum negara yang digunakan masyarakat juga harus berbasis syari’at Islam. Dalam sistem ini, perilaku yang bertentangan dengan syari’at akan ditangani secara tegas melalui pemberian sanksi—yang membuat pelaku merasa jera—agar tidak mengulang tindakannya. Tidak hanya itu, penerapan sanksi dalam sistem Islam juga memiliki fungsi preventif, yaitu memberikan peringatan kepada masyarakat agar menjauhi yang dilarang oleh Allah SWT. Dalam konteks LGBT, syari’at Islam memberikan panduan yang jelas mengenai larangan perilaku homoseksual.
Apalagi perilaku tersebut termasuk dosa yang besar, yang tidak dapat ditoleransi. Para ulama berpendapat bahwa sanksi untuk perbuatan homoseksual itu lebih besar dibandingkan sanksi dari perbuatan zina. Jika perbuatan zina dihukum dengan 100 kali cambukan atau rajam, maka sanksi untuk perbuatan homoseksual adalah dibunuh, sebagaimana sabda Nabi SAW,
“Barangsiapa yang mengetahui ada yang melakukan perbuatan liwath (sodomi) sebagaimana yang dilakukan oleh Kaum Luth, maka bunuhlah kedua pasangan liwath tersebut.” (HR. Abu Daud, At-Tirmidzi dan Ibnu Majah).
Views: 13
Comment here