Opini

Menaikkan Pajak, untuk Kesejahteraan Rakyat atau Penguasa?

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh: Tengku Hara Masyitah

wacana-edukasi.com, OPINI-– Pajak adalah aktivitas pemungutan wajib, yang harus dibayar oleh penduduk sebagai sumbangan wajib kepada negara atau pemerintah sehubungan dengan pendapatan, pemilikan, harga beli barang dan lain-lain.

Pajak berperan penting dalam pembangunan nasional, menjadi sumber pendapatan terbesar yang digunakan untuk mendukung berbagai program pembangunan. Hal ini diungkapkan oleh Sekretaris Daerah Kabupaten Garut, Nurdin Yana, dalam acara Penyerahan Penghargaan kepada Wajib Pajak atas Kontribusi Penerimaan Pajak (KPP) Pratama Kabupaten Garut Tahun 2023.

Acara ini berlangsung pada Rabu, (15/05/2024) di Aula Papandayan KPP Pratama Kabupaten Garut dengan mengusung tema “Sauyunan Ngawangun Negri, Mayar Pajak Bukti Cinta NKRI”. (PORTALJABAR, KAB. GARUT).

Hampir semua negara menerapkan pengenaan pajak secara langsung maupun tidak langsung. Di Indonesia sendiri penerapan pajak dibagi menjadi beberapa bagian, diantaranya adalah Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), Bea Materai, dan Pajak Bumi Bangunan (PBB) Khusus.
(https://www.kompas).

Pada saat yang sama Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan bahwa pajak Indonesia sejak Maret 2024 anjlok. Pada Maret 2024 (kuartal I-2024), pendapatan pajak sekitar Rp.393,9 triliun. Jumlah ini turun Pada Maret 8,8% dari penerimaan pajak 2023 pada Maret 2024, yaitu Rp. 431,9 triliun. Ini disebabkan turunnya pajak Industri. Akibat penurunan ekonomi global, membuat dunia industri sepi pemintaan, bahkan harga komoditas mengalami penurunan akibat setor pajak mereka turunkan. (CNBC Indonesia, 20-04-2024).

Adanya kebijakan pajak yang berbeda-beda ini, jelas menunjukkan kepada kita bahwa pemerintah sedang menimbang dari segi untung dan ruginya. Karena jika pemerintah menemukan hal yang lebih menguntungkan dari pada membayar pajak, maka langsung diberi hak istimewa. Sebagaimana di IKN, demi terwujudnya ibu kota baru, yang mempunyai keuntungan yang lebih besar, maka badan usaha atau keuangan yang ada di sana tidak membayar pajak penghasilan.

Keputusan ini jelas menyakitkan bagi rakyat. Karena bagi pengusaha diberikan hak istimewa tidak membayar pajak, sedangkan masyarakat di beri slogan yang menarik agar mereka tepat waktu dalam membayar pajak.

Sungguh miris, pendapatan pajak di sektor industri yang berkurang ternyata juga membuat pemerintah mengeluarkan berbagai kebijakan. Para pengusaha itu mendapatkan keistimewaan tax amnesty atau intensif lainnya. Hal ini jelas menunjukkan bahwa negara bisa dengan mudah mengubah aturan agar tetap ada pemasukan atau agar mendapatkan keuntungan yang lainnya, padahal selama ini berbagai macam pajak yang ada justru sangat membebani rakyat.

Sistem Ekonomi Kapitalisme

Inilah wajah asli sistem ekonomi kapitalisme, sistem yang hanya mengandalkan pajak sebagai pendapatan utama. Akibatnya, rakyat justru mengalami pemerasan untuk membayar pajak. Setiap hal yang ada hubungannya dengan kepengurusan, langsung dikenai pajak. Itu dilakukan alasannya untuk mengisi APBN.

Indonesia merupakan negara yang mempunyai SDA yang sangat melimpah. Tapi dengan pengelolaan model sistem ekonomi kapitalisme membuat banyak SDA dikuasai asing dan swasta.

Kekayaan alam yang melimpah tersebut diprivatisasi. Jadinya, yang mendapatkan keuntungan malah para pengusaha. Negara mendapatkan pemasukan dari SDA itu hanya dari besaran pajak yang dibayarkan oleh perusahaan tersebut.

Inilah bentuk salah kelola perekonomian. Di satu sisi negara kekurangan pendapatan karena hanya mengandalkan pajak, di sisi lain SDA yang harusnya bisa jadi sumber pendapatan utama justru diberikan kepada asing atau swasta. Wajar kalau semua aturan salah satunya pajak bisa berubah-ubah sesuai kepentingan orang tertentu.

*Sumber Pendapatan Dalam Islam*

Sistem ekonomi kapitalis sekuler memang benar menumbuh suburkan harta penguasa melalui harta rakyatnya, layaknya penjual dan pembeli. Bagaimana tidak, mereka menjadikan rakyat sebagai sumber pendapatan utama untuk mengisi kas negara melalui transaksi pajak.

Berbanding tebalik dengan sistem ekonomi Islam.  Di dalamnya tidak dijumpai transaksi jual beli antara penguasa dan rakyatnya. Bahkan negara memfasilitasi dan memberi kesejahteraan kepada rakyatnya secara gratis, karena dikelola berdasarkan dan kekuasaan yang mengurusi urusan umat.

Adapun di dalam sistem ekonomi Islam yang masuk menjadi kas negara (Khilafah) bukanlah hasil bisnis antara penguasa dan rakyatnya, seperti pajak dan bea cukai, melainkan diperoleh dari harta zakat, ghanimah, fai, kharaj, usyr, jizyah, khumus, rikaz, dan terakhir tambang yang akan dimasukkan kedalam baitulmal (kas negara).

Adapun pengambilan dana pajak (dharibah) dalam sistem ekonomi Islam bukanlah harta yang diwajibkan oleh Allah SWT atas seluruh kaum muslim dalam rangka memenuhi kebutuhan mereka yang dikelola oleh negara.

Melainkan pemungutan biaya pajak (dharibah) hanya diminta kepada kaum muslim yang memiliki harta berlebih, sementara untuk kaum nonmuslim baik memiliki harta ataupun tidak, mereka tidak dipungut pajak.

Disisi lain, pemungutan pajak diterapkan apabila ada kepentingan umum yang mendesak, namun baitulmal (kas negara) tidak mampu untuk menutupinya. Ini menunjukkan bahwa pajak (dharibah) dalam sistem ekonomi Islam bersifat kondisional.

Begitulah sistem ekonomi Islam mengatur keuangan negara untuk kepentingan umatnya secara menyeluruh dan menyejahterakan. Hal ini tentunya hanya dijumpai ketika dipimpinan oleh seorang Khalifah dalam naungan Daulah Islam.

Wallahu ‘alam bishawab

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 38

Comment here