Opini

Menakar Ancaman Food Estate

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh : Isnawati (Muslimah Penulis Peradaban)

Presiden Joko Widodo mencanangkan program food estate dan memasukkannya dalam program Strategis Nasional (PSN) 2020-2024 untuk mendorong ketahanan pangan. Program tersebut melibatkan berbagai Kementerian dan jutaan hektar lahan. Menteri Pertahanan Prabowo Subianto mendapat tugas khusus untuk menggarap lumbung pangan singkong dari Presiden, (CNN, 23/09/2020).

Pelaksanaan progran tersebut rencananya akan dilaksanakan di empat provinsi yaitu, Papua, Kalimantan Tengah, Sumatra Utara dan Sumatra Selatan dibawah tanggung jawab Menteri Pertanian.
Program food estate mengingatkan rakyat pada sejarah buruk masa pemerintahan Soeharto. Saat itu proyek terhenti dan berusaha dicoba kembali pada masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudoyono tetapi dengan hasil yang sama yaitu kegagalan. Proyek sawah sejuta hektar itu menyisakan kerugian bagi petani dan negara karena biayanya yang sangat besar.

Cetak sawah baru tidak serta merta menjawab persoalan pangan, membutuhkan waktu yang cukup lama, jika gagal dalam pengelolahannya lingkungan pun rusak secara total. Sejarah itulah yang membuat program food estate versi Jokowi menuai pro dan kontra sejak penanganannya.

Berbicara ketahanan pangan berarti berbicara pilar penyanggahnya dari sisi ketersediaan, aspek stabilitas kesediaan, aspek keterjangkauan dan distribusinya. Hari ini pembahasan masalah pangan menjadi hal yang rumit karena menurut pembuat kebijakan, ketahanan pangan adalah masalah penjagaan stok produksi pangan domestik. Solusi yang diambil pun bersifat pragmatis yaitu pembukaan lahan baru dengan memberikan karpet merah pada investor. Menurut banyak kalangan dan pecinta lingkungan, efektivitas dari proyek tersebut tidak ada dan justru sangat berbahaya. Perusakan lingkungan dengan eksploitasi hutan dan gambut secara besar-besaran akan terjadi dan jika gagal juga berakibat bencana bahkan tidak akan ada yang bertanggung jawab.

Indonesia adalah negara yang subur, tongkat jadi tanaman artinya masalah negara ini bukan karena tidak ada pangan atau kurangnya stok barang. Masalahnya terletak pada kebijakan politik yang pro pemodal dengan asas kapitalisme. Ketimpangan supply and damand merupakan hasil kerjanya. Regulasinya untuk kepentingan para kapital melalui kebijakan, salah satunya Undang-Undang Cipta Kerja yang tidak membutuhkan AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan).

Investor dan pihak-pihak lain yang berkepentingan menjadi sangat mudah mendapat perijinan sebab food estate adalah Proyek Strategis Nasional (PSN). Darisinilah kewajiban Penguasa untuk memfasilitasi baik perijinan maupun non perijinan berdasarkan Pepres nomer 109/2020 harus dilakukan. Pengerukan kekayaan alam milik rakyat itu juga semakin dipermudah dengan adanya bank tanah, yang tujuannya mendorong pasar tanah bebas dalam Kawasan Ekonomi khusus (KEK), real estate, pariwisata, bisnis properti, pembangunan infrastruktur. Penanaman singkong berbalut demi ketahanan pangan hanyalah kamuflase.

Sebenarnya sifat tanah pasti berproduksi tergantung pada penguasaan metode pengelolahan tanah juga landasan pengelolahannya. Jika standar manfaat yang menjadi landasan pengelolahannya tentu keuntungan hanya milik pemodal. Tanah mati bisa menjadi produktif bagi rakyat luas dengan memberikan pada rakyat yang membutuhkan disertai peran negara secara maksimal. Memberikan edukasi, sarana dan prasarana untuk menjadi milik pengelolahnya.

Penelantaran tanah selama tiga tahun berturut-turut harus diambil lagi oleh negara dan diberikan pada rakyat yang bersedia merawat dan mengelolahnya.

Penguasaan tanah tidak untuk segelintir orang saja dengan kepemilikan seluas-luasnya dan jika gagal meninggalkannya. Islam akan menutup semua pintu kepemilikan dengan cara yang salah dan menghadirkan pemimpin yang tegas juga amanah sebagai pelayan bagi rakyat. Islam akan mewujudkan ketahanan pangan dalam negara yang berperadapan tinggi demi terciptanya masyarakat baldatun toyyibatun warobbun qhafur.

Siapa saja yang menghidupkan tanah mati maka tanah itu menjadi miliknya (HR Ahmad, at-Tirmidzi dan Abu Dawud)

Wallahu a’lam bis swab.

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 3

Comment here