Oleh Fathiya Hasan ( Aktivis Menulis Kreatif)
“Hilangnya dunia, lebih ringan bagi Allah dibandingnya terbunuhnya seorang mukmin tanpa hak.” (HR. Nasai 3987, Turmudzi 1455, dan dishahihkan al-Albani).
Wacana-edukasi.com — Sebuah fakta mencengangkan bahwa ada sejumlah pejabat di Kabupaten Jember yang tergabung dalam Tim Pemakaman Jenazah covid-19 justru mendapatkan honor yang fantastis. Tak tanggung-tanggung honor yang didapatkan sebesar Rp 70.500.000 dari kematian pasien covid-19. Besaran honor tersebut diberikan atas dasar SK Bupati Nomor 188.45/107/1.12/2021 tertanggal 30 Maret 2021 tentang struktur tim pemakaman jenazah covid-19. Honor yang diterima sebesar Rp 100.000 untuk setiap pasien covid-19 yang meninggal. Seiring melonjaknya jumlah pasien covid-19 beberapa waktu lalu, otomatis jumlah honor yang diterima pun semakin besar.
Adapun penerima honor tersebut adalah Bupati, Sekretaris Daerah, Plt Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Jember hingga Kepala Bidang Kedaruratan dan Logistik BPBD Jember. Total honor yang diterima oleh empat pejabat tersebut setelah dikalkulasikan mencapai Rp282.000.000. (Kompas.com, 29/08/2021)
Menurut Dewan Pakar Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI), Hermawan Saputra, pejabat yang mendapat honor tersebut masuk kategori moral hazard karena seharusnya proses pemakaman pasien Covid-19 tidak menjadi lahan keuntungan bagi pejabat (merdeka.com, 27/08/2021)
Memetik Keuntungan dalam Tiap Kesempatan
Di balik musibah, kapitalis berpesta. Seperti itu nampaknya ungkapan yang tepat untuk menggambarkan bagaimana para pejabat di Indonesia mendapatkan cuan yang berlimpah di saat masyarakat harus berjuang menyelamatkan nyawa.
Pandemi covid-19 yang melanda negeri sejak 2020 lalu telah membawa musibah di segala aspek kehidupan masyarakat. Kebijakan demi kebijakan dilakukan ibarat lingkaran setan yang berputar tanpa memberikan solusi yang berarti. Seratu ribu lebih jiwa meninggal seakan bukan apa-apa. Tiap satu nyawa melayang rupanya ada wajah yang sumringah. Nyawa rakyat menjadi senyum merekah bagi mereka yang berkuasa.
Miris, penguasa meninggalkan peran pentingnya sebagai pemimpin yang bartanggung jawab terhadap kesejahteraan rakyat. Kini mereka disibukkan untuk memenuhi kantong-kantong dengan uang yang berlimpah. Nyawa rakyat pun dijadikan lahan bisnis. Mengatur perundang-undangan demi meraup keuntungan. Nampak bahwa nyawa tak ada harganya sama sekali.
Uang telah mampu membutakan hati nurani.
Ideologi kapitalis, dalam penerapannya terbukti memberikan peluang mengambil kesempatan untuk meraup keuntungan tanpa mempedulikan apakah hal tersebut mendatangkan kebaikan atau tidak kepada pihak lain. Selama keuntungan tersebut masih bisa diperoleh, maka segala usaha dilakukan untuk mencapainya.
Ideologi kapitalisme sama sekali tidak mengajarkan empati karena tujuan utamanya adalah keuntungan materi. Adalah hal yang wajar jika korupsi tak mampu dikebiri dalam sistem rusak ini. Kepentingan pribadi menjadi berada di atas kepentingan masyarakat. Sehingga siapapun yang berkuasa dalam negara yang aturannya dilahirkan oleh ideologi kapitalis akan terlihat kesenjangan yang nyata antara ia dan rakyatnya.
Sistem rusak ini telah menciptakan pejabat yang hobi korupsi, mati hati nurani dan dengan amanah tak lagi peduli. Melegalkan segala cara untuk memenuhi ambisi. Rakyat mati mereka justru menari-nari. Gelontoran dana menanti untuk mengisi pundi-pundi. Keseahteraan dalam sistem kapitalis adalah mimpi.
Masyarakat Bahagia dalam Sistem Islam
Sebuah sistem yang lahir dari hawa nafsu manusia hanya akan membawa musibah bagi masyarakat. Dalam segala aspek, ia tidak akan mampu menjamin kesejahteraan. Sejahtera hanya akan diperoleh oleh sekolompok individu tertentu.
Islam adalah agama yang bersumber dari Wahyu bersifat sempurna dan paripurna. Penerapannya dalam sebuah pemerintahan Islam akan membawa kedamaian dan kesejahteraan. Masyarakat di dalam Islam menjadi prioriatas utama. Alih-alih mengambil keuntungan, Islam datang membawa kebahagiaan karena tiap kebijakan yang lahir pada hakikatnya untuk kebaikan masyarakat. Sehingga masyarakat akan percaya dan mendukungnya. Tidak seperti sistem saat ini yang menjadikan rakyat ladang bisnis dan suaranya hanya untuk melegalkan kekuasaan para kapitalis berkedok demokrasi.
Menjadi pemimpin di dalam Islam bukanlah sebuah kebanggaan namun sebuah amanah yang pertanggungjawabannya langsung kepada Allah. Pemimpin Islam selalu sadar bahwa tugas dia adalah sebagai penggembala seperti digambarkan oleh Rasulullah saw. Dia bertanggung jawab terhadap urusan rakyatnya. Sehingga tidak mungkin seorang pemimpin dalam sistem Islam akan menelantarkan rakyatnya apalagi menjadikan rakyatnya sebagai komoditas bisnis.
Nyawa di dalam Islam adalah sesuatu yang sangat berharga yang merupakan anugerah dari Allah.
Rasulullah bersabda:
“Hilangnya dunia, lebih ringan bagi Allah dibandingnya terbunuhnya seorang mukmin tanpa hak.” (HR. Nasai 3987, Turmudzi 1455, dan dishahihkan al-Albani).
Khalifah Umar bin Khattab telah banyak memberikan contoh bagaimana ia menerapkan syariat Islam untuk keselamatan rakyatnya. Alih-alih membiarkan rakyatnya mati sisa-sia, Umar justru berjuang agar rakyatnya bisa hidup sejahtera dengan mendatangi rumah rakyatnya satu persatu untuk melihat apakah ada yang kesusahan. Maka Khalifah Umar akan bersedih jika ternyata dia masih menemukan ada rakyat yang kelaparan. Umar akan langsung bergerak untuk memberikan santunan kepada rakyatnya saat itu juga. Hal ini dilakukan sebagai bentuk ketaatan dan rasa takutnya kepada Allah SWT.
Jangankan mengambil secuil manfaat dari kesusahan rakyatnya, Khalifah Umar justru takut kesulitan rakyatnya akan menjadi hukuman yang berat untuknya dari Allah SWT.
Islam pun sangat tegas kepada para pelaku korupsi. Hal ini juga di contohkan oleh Khalifah Umar, bagaimana ia tanpa ragu memecat para pejabat korup. Khalifah-khalifah lain pun telah memberikan contoh bagaimana menghukum para koruptor hingga tak ada kesempatan bagi mereka untuk melakukan perbuatan itu. Ketegasan ini adalah bukti penerapan Islam dan hukum-hukumnya.
Bukankah indah jika Islam kembali diterapkan dalam naungan khilafah islamiyah. Di mana kesejahteraan mampu diperoleh karena kepemimpinan seorang hamba yang taat dan takut kepada Rabbnya. Bukan karena kepempinan manusia-manusia yang selalu mengambil manfaat dari hidup bahkan matinya rakyat untuk kepuasan dunia.
Wallahu a’lam bish-shawab
Views: 209
Comment here