Oleh: Santy Mey
Wacana-edukasi.com, OPINI– Beberapa waktu lalu, Telkom University menggelar hari jadinya. Acara yang diadakan di Telkom University Convention Hall (TUCH) itu, diberi tema Sustainable Development Goals (SDGs). Suatu tema yang disebut Bupati Bandung sebagai komitmen global untuk menciptakan masa depan yang lebih inklusif, berkeadilan dan berkelanjutan (hibar, 2-12-2024).
Dalam acara tersebut, Bupati Bandung Dadang Supriatna menyatakan dukungannya kepada Tel-U agar terus menjadi pionir dalam mencetak generasi penerus bangsa yang cerdas, kreatif dan berdedikasi tinggi untuk berkontribusi pada pemenuhan tujuan pembangunan. Menurutnya, untuk mencapai tujuan tersebut tidaklah cukup hanya dari usaha pemerintah, tetapi perlu dibentuk kolaborasi yang erat dalam kerangka kemitraan pentahelix dengan melibatkan unsur pemerintah, akademisi, dunia usaha, komunitas masyarakat dan juga media.
Lebih lanjut, Dadang Supriatna mengungkapkan harapannya agar Tel-U terus berinovasi dan berkreatifitas dalam mencetak anak bangsa yang berkualitas dan profesional khususnya untuk masyarakat Kabupaten Bandung dan lebih luasnya lagi untuk kemajuan bangsa dan negara.
Namun, seiring dengan semakin melambungnya Telkom University, sebagai salah satu kampus swasta terbaik, dan didukung dengan fasilitas yang mumpuni serta dengan banyaknya peminat dari kalangan menengah ke atas. Maka hal tersebut, tentu tidak akan dibiarkan tanpa program-program yang sesuai dengan proyek global, yang sejatinya dapat menghasilkan keuntungan.
Dalam hal ini, diketahui salah satu proyek global dari acara tersebut yakni SDGs yang ternyata diusung oleh PBB. Dan target-target dari SDGs tentu hanya sebatas ungkapan-ungkapan yang ingin dicapai oleh sebuah negara, namun masalahnya apakah hal tersebut sejalan dengan harapan seluruh rakyat atau justru akan disabotase oleh para pemilik kepentingan seperti oligarki.
Sebagai suatu sistem yang diusung oleh negara barat yakni sistem demokrasi kapitalisme berasaskan sekularisme, tidak menjadikan agama sebagai pedoman hudup. Maka, segala rencana yang dirancang pun tak lepas dari upaya pencapaian materi semata, terkadang tidak peduli apakah keuntungan yang dihasilkaan dari materi tersebut merugikan pihak lain atau tidak, bahkan tidak menjadikan halal dan haram sebagai tolak ukur.
Sehingga, pada akhirnya target-target SDGs ini tidak lain merupakan bentuk penjajahan dalam berbagai bidang, salah satunya pendidikan. Karena, perlu dicermati dalam pengambilan istilah kolaborasi yang katanya ditujukan untuk semua kalangan, ternyata itu hanya ilusi saja. Kenyataannya dalam sistem saat ini, ketika semua kalangan tidak memiliki kesadaran politik (political will), semua harapan sia-sia, tetapi justru hanya semua kalangan yang punya kepentingan saja yang akan merealisasikannya.
Namun seandainya, setiap muslim memiliki kesadaran dan paham akan politik, maka dalam upaya memajukan suatu bangsa beserta sumber daya alam yang berada di dalamnya tentu akan memilih politik dan sistem kepemimpinan Islam. Karena, konsep politik Islam mencakup kepemimpinan orang-orang pilihan yang berasal dari umatnya Rasul yang terikat dengan hukum syara’.
Tetapi, kenyataannya yang nampak pada rakyat saat ini adalah ketidakpeduliannya terhadap abainya negara dalam meriayah masyarakat, tidak respek terhadap bagaimana negara dalam mengatur kehidupan rakyat, yang lebih menyedihkan ketika rakyat cuek terhadap kekeliruan negara dengan memberikan sumber daya alam (SDA) untuk dikelola oleh swasta dan lebih mempekerjakan warga negara asing.
Sehingga, bagaimana mungkin bisa menghasilkan generasi bangsa yang maju, jikalau negaranya lemah dalam mensupport sumber daya manusia (SDM). Walaupun berbagai upaya dilakukan oleh Kampus terbaik sekalipun, hanya akan menjadikan harapan-harapan itu hanyalah angan-angan belaka. Alhasil, usaha dan perjuangan yang dilakukan akan sia-sia, hal ini dikarenakan sistem yang rusak kapitalisme masih dipakai.
Negara Islam, mempunyai pandangan yang lebih luas dan terstruktur terhadap dunia pendidikan, karena Islam meyakini bahwa menuntu ilmu adalah suatu kewajiban dari Allah SWT. Sehingga, harus dilaksanakan dengan ikhlas dan sungguh-sungguh, agar menjadi ilmu yang bermanfaat untuk dirinya dan orang lain yang akan bernilai pahala.
Oleh karena itu, dalam sistem pendidikan Islam segala kegiatan apapun, senantiasa dilakukan bersama-sama oleh setiap komponen secara terencana dan tersistematis. Terdapat tiga pilar yang saling keterikatan sebagai kekuatan yakni kesadaran individu untuk mendalami aqidah Islam yang akan menghasilkan akhlak mulia, masyarakat yang selalu peduli saling mengingatkan satu sama lain dan yang paling utama dukungan dari negara mencakup semua aspek.
Dengan demikian, hanya sistem Islamlah yang mampu mencetak generasi-generasi unggul penerus bangsa yang berkualitas dan bertaqwa. Walhasil, generasi penerus hasil didikan sistem pendidikan islam, mencerminkan kepribadian yang sesuai fikroh dan thariqoh Rasul SAW.
Oleh karena itu, keyakinan yang harus ditanamka kepada generasi penerus muslim adalah penerapan Islam secara kaffah, melalui pembinaan dimulai dengan pemahaman aqidah Islam, sehingga menjadikan generasi terbaik, berkepribadian kuat, faqih fiddin dan berjiwa pemimpin.
Disamping itu, wajib bagi sertiap muslim untuk mengembalikan kehidupan Islam di tengah-tengah masyarakat. Karena Islam adalah agama yang benar yang menerapkan hukum-hukum Allah secara sempurna, sehingga menjadi rahmatan lil’alamin.
Views: 7
Comment here