Opini

Menegakkan Kembali Asas Praduga Tak Bersalah

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh Rahayu Kushartati, S.H.

Pemerhati Umat, Sorowako

wacana-edukasi.com–Sekali lagi asas praduga tak bersalah tidak berlaku di negeri ini. Seorang dokter di Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah, pada Rabu, 9 Maret 2022 malam dengan status terduga teroris ditembak mati ditempat. Dokter Sunardi diduga terlibat jaringan teroris Jamaah Islamiyah (JI). Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Ahmad Ramadhan mengatakan aparat kepolisan menembak dr Sunardi karena melakukan perlawanan terhadap petugas yang berupaya melakukan penegakan hukum. (Fajar.co.id, 12/3/2022)

Sementara itu dari kesaksian warga setempat yakni para tetangga membeberkan kondisi kesehatan dr Sunardi sebelum ditembak mati oleh Densus 88 karena diduga terlibat jaringan terorisme. Dikatakan bahwa dr Sunardi rajin ke masjid untuk salat berjamaah. Dokter lulusan Fakultas Kedokteran UNS itu ke masjid dengan naik mobil, karena kondisi tubuhnya sudah tidak kuat berjalan. (Fajar.co.id, 12/3/2022). Dokter Sunardi memerlukan alat bantu seumur hidup untuk berjalan akibat cedera kaki yang dialaminya saat menjadi relawan yang turun membantu korban gempa di Bantul Yogyakarta pada 2006. ( CNN Indonesia, 11/3/2022)

Ketua LBH Pelita Umat Chandra Purna Irawan menanggapi Densus 88 yang menembak mati dokter Sunardi. Menurutnya, jika pun benar ada perlawanan, tidak perlu dokter Sunardi ditembak sampai nyawanya hilang di tempat kejadian. Sekalipun polisi diberi kewenangan untuk menembak dari peraturan Kapolri, namun bukan berarti bebas menembak sampai mati. Terduga itu tidak untuk dimatikan, tapi dilumpuhkan,” ujar Chandra, Ahad (REPUBLIKA.co.id,Jakarta, 13/3/2022).

Chandra menegaskan, bahwa negara ini merupakan negara hukum, dan tugas polisi adalah menegakkan hukum. Dan hukum itu pun ada asas praduga tak bersalah, walaupun melawan dengan hendak melarikan diri, bukan berarti lantas menembak dengan alasan tersebut. Chandra mengatakan, apabila terdapat pelanggaran hukum yang dilakukan terduga tersebut, seharusnya dapat diproses sebagaimana ketentuan pidana yang berlaku. Proses hukum tersebut merupakan cerminan dari asas praduga tak bersalah dan memberikan kesempatan bagi pihak yang dituduh untuk melakukan pembelaan secara adil dan berimbang (due process of law). (REPUBLIKA.co.id,Jakarta, 13/3/2022)

Kedzoliman yang mengakibatkan terbunuhnya dr. Sunardi seharusnya tidak terjadi. Hak terduga harusnya bisa didapatkan dengan memberikan surat panggilan dari penyidik Polri. Apabila terduga sudah ditetapkan sebagai tersangka dan apabila tersangka tidak mampu dan tidak mempunyai penasihat hukum sendiri, penyidik wajib menunjuk penasihat hukum bagi tersangka.

Benar atau tidaknya dr. Sunardi bagian dari jaringan terorisme, tidak ada mekanisme untuk mengujinya sebab yang bersangkutan sudah wafat. Untuk mengatasi kontroversi dan memudahkan penyidikan kasus-kasus serupa, penting bagi Polri untuk melengkapi para personilnya dengan kamera tubuh.

Kesamaan dimuka hukum menjadi prinsip yang sangat penting. Didalam Pasal 27 ayat (1) UUD 1945 disebutkan,”Semua warga Negara bersamaan kedudukannya didalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya”. Berdasarkan ini maka jelas bahwa setiap orang mempunyai kedudukan yang sama termasuk dalam hukum. Pelanggaran terhadapnya disebut sebagai diskriminasi.

Apa yang dialami oleh dr. Sunardi boleh disebut sebagai diskriminasi dan kriminalisasi hukum. Jika diskriminasi saja tidak diperbolehkan apalagi kriminalisasi. Kriminalisasi adalah memperlakukan seseorang yang senyatanya bukan kriminal seolah melakukan tindak kriminal.

Islam melarang membunuh tanpa alasan sesuai syariat

Syariat Islam secara tegas melarang membunuh siapa pun tanpa alasan syar’i. Setidaknya ada empat kriteria yang ditetapkan syariat terkait dengan siapa yang boleh dibunuh; yaitu : dalam konteks penegakan hukum (qisash), zina muhsan, bughat (pemberontak), dan orang yang diputuskan dihukum mati. Jadi apabila ada kelompok yang membunuh orang tanpa hak dan apabila ada yang menimbulkan kerusakan milik pribadi atau umum lalu memicu ketakutan yang meluas, maka hal semacam ini tidak ada dalam syariat Islam.

Dalam pandangan Islam, yang memiliki hak dan otoritas dalam membuat hukum hanya Allah SWT. Dalam QS Al-An’am ayat 57 ditegaskan,”in al-hukmu illa lillah”. Hak menetapkan hukum hanyalah milik Allah SWT. Dialah Yang berhak menetapkan halal dan haram.

Oleh karenanya hukum yang wajib diterapkan adalah yang bersumber dari wahyu Allah SWT yakni Al Qur’an dan as-Sunnah, serta yang ditunjukkan oleh keduanya yakni ijmak sahabat dan qiyas syar’i. Ketika syariah Islam ditegakkan dalam peradilan maka akan memberi keadilan bagi siapa saja. Dalam peradilan Islam, terdakwa akan dianggap bebas sampai terbukti dakwaannya. Dan ketika sudah ada keputusan hukum maka terdakwa wajib untuk tunduk pada keputusan pengadilan.

Walahu’alam bi ash shawab

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 30

Comment here