Oleh: Ummu Firda (Aktivis Muslimah)
Wacana-edukasi.com— Anggota Komisi IX DPR RI Kurniasih Mufidayati menyatakan kondisi surplus pada tahun anggaran 2020 sebesar Rp 18,7 triliun yang dialami BPJS Kesehatan seharusnya bisa membuat ada peninjauan kembali kenaikan tarif berdasarkan Perpres No 64/2020,(Jpnn.co).
Beliau mengingatkan bahwa berdasarkan Perpres No 64/2020, tarif peserta kelas 1 naik menjadi Rp 150 ribu, kelas 2 menjadi Rp 100 ribu, dan kelas 3 Rp 35 ribu dengan adanya subsidi Rp 7000. Mufida menyatakan dengan adanya surplus ini, sudah selayaknya iuran BPJS khususnya kelas 3 dikembalikan seperti semula yaitu Rp 25.500, (Jpnn.co).
Benar-benar pil pahit yang harus rela ditelan rakyat jikalau kenaikan tarif ini tetap diberlakukan, terlebih saat pandemi seperti sekarang. Bukankah ini tindakan zalim, sudah sakit malah dibebani biaya terus. Di tengah himpitan ekonomi yang makin sulit, angka pengangguran yang tidak sedikit, dan segala macam persoalan yang mendera rasanya ironi sekali, sangat tidak masuk akal tetap menaikan tarif premi BPJS padahal kondisinya surplus. Di manakah hati nurani para elite bangsa ini?
Seolah-olah lagu lama yang kasetnya terus diputar berulang-ulang, kebijakan yang tidak pro rakyat seperti ini terus saja terjadi. Tapi nampaknya kekuatan oposisi di DPR pun takkan mampu melawan laju kekuatan politik pemerintahan saat ini, karena hampir 85% partai-partai yang ada cenderung merapat. Inilah persoalan mendasar dari demokrasi kapitalis yang selama ini kita elu-elukan. Kebijakan dibuat banyak menguntungkan segelintir orang saja, terutama para pemilik modal dan orang-orang yang dekat dengan kursi kekuasaan. Banyak kebijakan yang cenderung dikomersialisasi, bahkan dalam aspek kesehatan ataupun dalam bantuan sosial. Padahal kesehatan adalah salah satu kebutuhan dasar bagi setiap warga. Karena bagaimanapun kwalitas hidup akan sangat bergantung pada kesehatan ini.
Hal yang harus kita pahami, bahwa persoalan kesehatan ini sejatinya adalah kebutuhan dasar yang semestinya diberikan cuma-cuma oleh negara. Islam menjelaskan bahwa negara menjamin pemenuhan pelayanan kesehatan yang gratis, dan berkualitas terbaik bagi setiap individu publik. Kesehatan merupakan hak setiap individu masyarakat untuk mendapatkannya. Gratis tanpa pungutan sepeserpun. Tapi hal ini tampaknya utopis dalam sistem sekuler seperti sekarang. Jauh panggang dari api, itulah kira-kira peribahasa yang tepat.
BPJS sekarang telah memposisikan hak sosial rakyat berubah menjadi komoditas bisnis. Bukankah ini bentuk eksploitasi terhadap rakyat demi keuntungan segelintir orang saja? Inilah bukti nyata dari pengaruh neoliberalisme yang memang sekarang sedang melanda dalam semua bidang termasuk kesehatan di dalamnya. Semua bidang sudah diprivatisasi termasuk sektor kesehatan.
Maka, mau tidak mau harus ada reposisi dari paradigma kesehatan kita dari yang tadinya objek bisnis menjadi kebutuhan pokok yang pemenuhannya wajib dijamin oleh negara (terlepas dari kepentingan bisnis apa pun), karena begitulah pandangan Islam. Kesehatan, sebagaimana sandang, pangan, dan papan merupakan kebutuhan pokok. Negara bertanggung jawab menjamin pemenuhan kebutuhan dasar tersebut.
Dalam hal ini Nabi Muhammad Saw. bersabda:
“Imam (Khalifah) laksana pengembala dan ia bertanggungjawab atas rakyatnya” (HR al-Bukhari).
Negara berkewajiban menjamin tersedianya pelayanan kesehatan berkualitas untuk memenuhi kebutuhan seluruh anggota masyarakat. Maka perlu kiranya menata ulang arah kebijakan kesehatan kita sehingga benar-benar bersih dari kepentingan kapitalisme yang menguntungkan para pemilik modal saja.
Layanan kesehatan yang kapitalistik, baik secara sistematis dan sistemik justru melahirkan gagasan-gagasan yang bertentangan dengan Islam, seperti adanya asuransi kesehatan yang berlabel jaminan sosial, menaikkan tarif layanan walau kondisi sedang sulit, sementara pajak kendaraan mobil dihilangkan, padahal jelas-jelas orang yang mau beli mobil adalah kalangan mampu saja, bukan masyarakat kecil.
Oleh karenanya, sudah saatnya kita kembali kepada aturan yang hakiki yang berasal dari Zat Pengatur hidup ini, Allah Swt. Karenanya, jika kita ingin sehat seutuhnya, baik bio, psiko, sosial dan spiritual dalam kehidupan masyarakat, maka berpeganglah pada tali agama Allah Swt. dan Sunnah Rasulullah Saw. dengan menerapkannya secara kaffah, sebagaimana hadits yang artinya:
“Sesungguhnya aku telah meninggalkan untukmu dua ‘perkara, jika kamu berpegang padanya, niscaya kamu tidak akan tersesat selama-lamanya, yaitu kitab Allah (Al-Qur’an) dan Sunnah nabi-Nya (Muhammad Saw. ) ”
Wallohu’alam bissh-showwab
Views: 0
Comment here