Wacana-edukasi.com — Beberapa waktu lalu tersiar kabar pembakaran sebuah Masjid Ahmadiyah di daerah Sintang Kalimantan Barat oleh sekelompok orang. Konflik yang telah lama terjadi antara masyarakat dan kelompok Ahmadiyah sebenarnya bukan kali ini saja, keberadaan Ahmadiyah ditengah-tengah masyarakat telah sering memicu konflik antar warga.
Dilansir dari CNN Indonesia, Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) dan Pimpinan Pusat Muhamadiyah mendesak aparat keamanan untuk menindak tegas pihak-pihak yang telah merusak masjid dan bangunan milik jemaat Ahmadiyah Indonesia ( JAI) (Www.cnnindonesia.com
5/9/2021).
Bahkan Sekjen PBNU mengecam keras oknum yang mendalangi perusakan Masjid Miftahul Hida, masjid peribadatan umat Ahmadiyah. Ia pun mengatakan bahwa Indonesia adalah negara hukum yang menyelesaikan sebuah persoalan, bukan justru main hakim sendiri, karna kita bukan negara barbar, tapi negara yang berasakan pada hukum dan perundang-undangan (republika.co.id
5/9/2021).
Konflik yang berlarut-larut sejatinya memerlukan peran negara yang lebih maksimal hadir dari awal, bukan ketika sudah terjadi semua mengecam dengan memojokkan satu pihak dan membela pihak yang lain. Negara hadir ditengah-tengah masyarakat, mendengarkan permasalahan yang sebenarnya, mengapa sampai hal ini terjadi.
Permasalahan Ahmadiyah adalah permasalahan yang harus dituntaskan. Selama ini kelompok Ahmadiyah dianggap sesat oleh kaum muslim, mengapa karna keberadaannya masih menggunakan label agama Islam, padahal secara aqidah mereka berbeda. Ahmadiyah mengakui adanya nabi dan rasul setelah Rasulullah Muhammad SAW. disinilah perbedaan mereka yang melukai umat muslim, beribadah di masjid layaknya umat muslim namun berbeda keimanan mereka.
Buah dari liberalisme atas nama HAM semua ini bisa terjadi, negara lepas tangan. Negara tak memberikan edukasi yang jelas tentang batasan-batasan aliran sesat, terkesan membiarkan konflik terus terjadi dengan eksisnya sebuah aliran sesat ditengah masyarakat. Jika sudah terjadi suatu peristiwa barulah ada tindakan, namun sayang tindakan tersebut hanya membela satu sisi saja.
Bagaimana seharusnya seorang pemimpin dan sebuah negara, jika menghadapi hal seperti ini ? Apakah dengan toleransi bisa menyelesaikan masalah, sedangkan dalam aqidah umat Islam tak ada toleransi dalam kemaksiatan salah satunya membiarkan aliran sesat berkembang dan merusak aqidah umat. Umat butuh ketegasan dan perlindungan akidah mereka, sehingga tak ada lagi yang mencampuradukan satu keyakinan dengan keyakinan lainnya.
Mirisnya , ini tak ada dari negara, aliran sesat dengan leleuasa dapat bergerak dan berkembang sehingga masyarakat mengambil langkah sendiri untuk melindungi akidahnya.
Seorang pemimpin seharusnya meluruskan pemahaman-pemahaman yang salah, membimbing mereka kembali ke jalan yang benar, jika tidak bisa maka negara mengambil langkah nyata dan tegas dengan mengatakan bahwa ini aliran sesat dilarang dan terlarang untuk diterapkan, serta adanya sangsi bagi pengikutnya.
Sayangnya ini tak mungkin didapatkan dalam sistem kapitalisme dengan liberalisme sekuler didalamnya. Dimana semua serba bebas tanpa batas walau melukai sebagian umat, bahkan mayoritas umat.
Alhasil sebuah keniscayaan akidah umat mayoritas akan terlindungi di negeri ini, jika sistemnya tak mendukung, tak menerapkan sistem yang berasal dari Sang Pencipta, yang tahu apa yang seharusnya dilakukan seorang pemimpin dan negara dalam menghadapi konflik seperti ini.
Islam sebagi agama juga mempunyai sistem aturan untuk manusia, aturan yang akan menyelesaikan semua problematika kehidupan, baik untuk diri, masyarakat dan negara, semua aturan ada dalam Al Qur’an dan As Sunnah dalam bingkai sistem khilafah.
Titin Kartini
Views: 9
Comment here