wacana-edukasi.com– Sebelumnya, pemerintah mengklaim pertumbuhan ekonomi kuartal II-2021 sebesar 7,07% disebut sebagai langkah perbaikan. Namun hal ini menuai pertanyaan banyak pihak. Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) pun menilai pertumbuhan ini adalah “pertumbuhan ekonomi semu”. Karena menggunakan base rendah di tahun 2020. Menurut INDEF di Q2 2020 pemerintah melakukan PSBB. Sementara di Q2 2021 pelonggaran PPKM terjadi. Lembaga itu juga menegaskan bahwa pertumbuhan ekonomi belum kembali ke kondisi normal. Jika dibandingkan dengan rerata pertumbuhan sebelum pandemi (2018-2019), Q2 2021 hanya tumbuh 3,87% (cnbcindonesia.com, 07/08/21).
Nyatanya, utang Indonesia semakin membengkak. Berdasarkan publikasi di APBN KiTa Kementerian Keuangan per akhir September 2021, utang pemerintah Indonesia Jokowi-Ma’ruf Amin bertambah sekitar Rp 86 triliun dibandingkan sebulan sebelumnya. Per akhir September 2021, utang pemerintah Indonesia mencapai Rp 6.711,52 triliun (nasional.kontan.co.id, 04/11/21).
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) kembali mengingatkan pemerintah terkait dengan pengelolaan utang. Lembaga tersebut membeberkan telah terjadi tren penambahan utang pemerintah. Bahkan BPK juga menemukan indikator kerentanan utang tahun 2020 telah melampaui batas yang direkomendasikan IMF dan/atau International Debt Relief (IDR) (kumparan.com, 08/12/21).
Mengenai utang sendiri, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menegaskan utang bukanlah sesuatu yang harus dimusuhi, melainkan harus didudukkan sebagai sebuah instrumen kebijakan yang tetap dikelola pemerintah dengan sangat hati-hati dan bertanggung jawab. Maka dari itu, ia meminta jajarannya agar bisa mengedukasi masyarakat mengenai peran utang sebagai instrumen dalam memajukan Indonesia, mengingat lingkungan politik dan persepsi yang cenderung memandang negatif mengenai instrumen pinjaman (Kompas.com, 29/09/2021).
Astaghfirullah. Sungguh miris kondisi negeri ini. Negeri yang kaya akan sumber daya alam, migas, pertambangan, terjerat dalam kubangan hutang yang makin membengkak. Sungguh ironi. Apa yang menyebabkan negeri yang kaya raya ini terjebak dalam kubangan utang?
Faktor utama yang menyebabkan negeri ini terjebak dalam kubangan utang adalah akibat terjebak sistem. Sistem sekuler menganggap riba itu suatu hal yang lumrah, dapat meningkatkan perekonomian. Maka tak heran ketika Menkeu sendiri memberikan pernyataan bahwa utang bukanlah sesuatu yang harus dimusuhi. Kita tahu, bahwa pemerintah mengandalkan pinjaman yang berbasis riba. Padahal hukum riba sendiri dalam Islam sudah jelas haram. Dalam kondisi apapun, riba adalah haram.
Allah menyatakan bahwa pelaku riba terancam akan kekal selamanya dalam neraka serta tidak tentram jiwanya. Allah berfirman dalam surat Al-Baqarah ayat 275, yang artinya: “Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya”.
Maka, benarlah firman Allah, bahwa pelaku riba tidak akan tentram jiwanya. Nyatanya, negeri ini terus terjebak dalam kubangan hutang tidak ada ujungnya. Maka, apakah kita terus bertahan dalam kondisi seperti ini? Na’udzubillah.
Wallahu a’lam bishawab.
Sartika Yuniarti – Bogor
Views: 9
Comment here