Oleh: Amalia Roza Brillianty., S.Psi.,M.Si.,Psi. (Psikolog)
Wacana-edukasi.com, OPINI– Pada hari Kamis dan Jumat, 6-7 Maret 2025 Presiden Prabowo Subianto mengundang para konglomerat Indonesia untuk bertemu di Istana Kepresidenan Jakarta. Masing-masing pengusaha memiliki latar belakang bisnis yang berbeda seperti bidang energi, sektor pangan, properti, keuangan, dan manufaktur. Menurut keterangan Sekretaris Presiden, pertemuan ini menjadi ajang diskusi strategis mengenai perkembangan ekonomi nasional serta program-program utama yang tengah dijalankan pemerintah. Presiden Prabowo mengundang para taipan ke istana untuk memberikan pandangan kritis dan pengalaman melakukan investasi agar pengelolaan aset-aset Indonesia dapat dilakukan sebaik-baiknya termasuk membahas Danantara (Tempo.co/7/03/2025).
Pertemuan tersebut menjadi sorotan tajam dari beberapa pihak. Diantaranya Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Anwar Abbas yang mengkhawatirkan pertemuan tersebut karena sebagian dari konglomerat itu saat ini tengah disorot karena tersangkut skandal. Misalnya, kasus Pagar Laut PIK 2 yang menyeret salah satu konglomerat yang hadir. MUI mengingatkan bahwa kebijakan ekonomi negara tidak hanya berpijak pada masukan dari para taipan, tetapi juga harus mempertimbangkan suara rakyat kecil yang terdampak kebijakan tersebut sehingga Presiden semestinya juga mengundang rakyat, tidak hanya mengundang para koglomerat.
Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies (Celios), Nailul Huda pun turut memberikan pandangan. Ia menilai bahwa panggilan ke istana adalah upaya penggalangan dana untuk mendukung program prioritas pemerintahan saat ini. Akan tetapi ia memprediksi bahwa pertemuan tersebut juga akan melahirkan kesepakatan-kesepakatan bisnis antara pemerintah dan konglomerat. Jadi ada tukar guling antara kekuasaan dengan dunia usaha agar pendanaan terus mengalir. Para konglomerat mendapat konsesi dalam proyek-proyek pemerintah termasuk Proyek Strategis Nasional atau dibantu untuk mengelola lahan pemerintah.
Simbiosis mutualisme atau hubungan yang saling memberikan kemanfaatan antara penguasa dan pengusaha adalah hal yang lumrah dalam sistem pemerintahan demokrasi sekuler kapitalisme. Biaya pemilu yang sangat tinggi membutuhkan dukungan penguasa untuk mengantarkan seorang pemimpin pada tampuk kekuasaanya. Hubungan yang terbentuk adalah hubungan yang saling mendatangkan keuntungan materi. Maka tak heran bila para pengusaha / konglomerat adalah pihak yang harus mendapatkan prioritas utama dalam menjalankan roda pemerintahan, diminta memberikan saran dan mempengaruhi kebijakan.
Akibat hubungan yang seperti ini, kita saksikan bahwa hal ini tak jarang sampai mengesampingkan kepentingan rakyat. Banyak fakta-fakta di lapangan tentang pelaksanaan proyek-proyek nasional yang alih-alih menjadikan masyarakat sejahtera, justru sebaliknya membuat hak-hak masyarakat hilang. Misalnya kasus penggusuran lahan yang hampir selalu dimenangkan oleh pengusaha yang ada di balik proyek-proyek tersebut.
Bagaimana seorang muslim menyikapi pertemuan ini? Ada beberapa poin yang dapat diambil dari sudut pandang Islam.
Pertama, tentang latar belakang pertemuan tersebut. Alasan utama mengapa pengusaha diundang ke istana negara adalah karena didorong oleh kondisi kas negara yang sedang tidak baik-baik saja sementara saat ini program prioritas pemerintah membutuhkan dana dalam jumlah sangat besar. Pemerintah kemudian mengambil langkah cepat seperti efisiensi anggaran dan menggagas hadirnya lembaga investasi nasional Danantara untuk mengelola asset BUMN. Maka pihak yang paling memungkinkan untuk diajak berdiskusi dan berkolaborasi tentunya adalah para konglomerat.
Bila ditelaah, seretnya kas negara disebabkan oleh dua hal, yakni hutang ribawi dan korupsi. 20,5% dari APBN harus dialokasikan untuk membayar bunga utang (belum hutang pokok) dan nilai korupsi saat ini sudah mencapai skala triliunan rupiah. Maka wajar bila kas negara selalu bocor dan tidak akan pernah cukup untuk membiayai belanja negara. Sementara andalan utama pemasukan negara 80% adalah dari pajak yang diambil dari rakyat yang mayoritas hidupnya jauh dari standar sejahtera dan berkecukupan.
Dalam Islam, paradigma pengaturan keuangan negara harus terikat dengan hukum-hukum syariat Islam. Pemasukan dan pengeluaran benar-benar diatur berdasarkan syariat Islam. Misalnya Khilafah tidak akan membebani APBN dengan utang luar negeri apalagi yang ribawi untuk menjaga jangan sampai negara atau lembaga-lembaga donor tersebut berkuasa atas kaum muslim agar tetap menjadi negara yang punya wibawa dan independensi.
Dalam sistem ekonomi Islam, sumber pemasukan negara (Baitul Mal) diperoleh dari beberapa sumber seperti zakat, ghanimah (harta rampasan perang), kharaj (pajak atas lahan pertanian non-Muslim), jizyah (pajak kepala bagi non-Muslim), dan fai (harta yang diperoleh tanpa peperangan). Selain itu kepemilikan dalam Islam juga dibedakan atas kepemilikan individu, kepemilikan negara dan kepemilikan umum. Negara mengelola kepemilikan umum seperti tambang yang hasilnya digunakan sepenuhnya untuk kemashlahatan umat seperti menyediakan layanan kesehatan dan pendidikan gratis.
Jika dana Baitul mal tidak mencukupi, maka negara mengusahakan pinjaman nonribawi dari warga negara yang kaya. Bila anggaran Baitul mal masih kurang atau untuk membayar pinjaman tersebut, diberlakukan pajak yang hanya dipungut dari laki-laki muslim yang kaya dan bersifat sementara. Jika kebutuhan dana sudah terpenuhi, pemungutan pajak dihentikan. InsyaaAllah dengan mekanisme seperti ini maka tidak akan membebani rakyat secara keseluruhan. Dengan demikian, anggaran di Baitul mal tidak hanya efisien, tetapi juga tepat sasaran dan jauh dari kesalahan pengelolaan karena dikelola dengan amanah dan bertanggung jawab.
Kedua, tentang hubungan saling menguntungkan antara penguasa dan pengusaha dalam sistem demokrasi sekuler kapitalisme. Ini menyebabkan penguasa tersandera suka rela oleh kepentingan konglomerat. Dimasa Rasulullah SAW banyak dikisahkan beberapa sahabat terkenal dengan kekayaan dan kedermawanannya. Walaupun mereka dekat dengan penguasa yakni Rasulullah saat itu namun hubungan yang terbentuk adalah hubungan karena kecintaan terhadap Allah SWT, dakwah Islam dan kemaslahatan umat.
Salah satu teladan adalah Utsman bin Affan RA. Utsman adalah salah satu sahabat Rasulullah yang kaya dan dermawan. Beliau kerap menyumbangkan hartanya untuk kepentingan umat Islam. Salah satu adalah saat Perang Tabuk. Sumbangan Utsman pada Perang Tabuk diperkirakan mencapai 30% dari total biaya perang. Utsman menyumbang 950 unta, 50 kuda, dan 1.000 dinar emas untuk membiayai perang tersebut. Selain untuk perang, Utsman juga menyumbang 500 ton gandum untuk orang miskin di Arab, dan ini dilakukan tanpa mengharap privilege dari penguasa. Mari kita renungkan, apakah para taipan yang diundang ke istana memiliki sikap seperti Ustman bin Affan RA yang menyerahkan hartanya untuk kepentingan rakyat tanpa berharap perlakukan istimewa dari penguasa?
Dengan demikian maka kewajiban bagi seluruh umat untuk terlibat dalam upaya mewujudkan sistem kepemimpinan Islam. Penerapan sistem Islam secara menyeluruh yang akan menjadi solusi bagi seluruh problem masyarakat, termasuk sistem ekonomi dan keuangan yang membuat negara mampu menyejahterakan rakyatnya dengan ketersediaan anggaran yang kuat dan berkelanjutan.
Hanya dengan Islamlah akan lahir pengusaha-pengusaha yang amanah dan bisa menjadi mitra Khalifah dalam memajukan negara dan rakyat. Pengusaha yang menjalankan bisnis dengan jujur dan tidak bermain-main dengan kekuasaan untuk mendapatkan pundi-pundi uang. [WE/IK].
Views: 8
Comment here