Oleh: Nana Juwita, S.Si.
Wacana-edukasi.com, SURAT PEMBACA-‘ Berbicara tentang penerapan hukum di Indonesia memang masih mengalami banyak masalah, hal ini wajar ketika sekularisme demokrasi masih digunakan sebagai dasar bagi penegakan hukum di Indonesia. Tak jarang banyak kasus tindak pidana seperti sengketa lahan, korupsi, suap menyuap atau kasus lain, masih mewarnai negeri ini. Namun belum ada tindakan yang signifikan dari pihak terkait dalam mengatasi kasus-kasus tersebut.
Di kutip dari news.detik.com/24/02/2, Brigjen Djuhandhani Rahardjo Puro selaku Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim (Dirtipidum) Polri, menyampaikan bahwa polisi sedang mendalami dugaan keterlibatan oknum pejabat di Kementerian ATR/BPN terkait penerbitan dokumen SHGB (Sertifikat Hak Guna Bangunan) dan SHM (Setifikat Hak Milik) di wilayah pagar laut laut Tangerang.
Selain itu, ada pula Harun Masiku yang terlibat kasus suap terkait penetapan anggota DPR RI terpilih 2019-2024, yang hingga saat ini Harun Masiku belum juga bisa ditangkap oleh pihak yang berwenang. Diduga dalam kasus suap tersebut Hasto Kristiyanto yang merupakan Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan (PDIP) sengaja mencegah, merintangi atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan perkara dugaan tindak pidana korupsi tersebut (cnnindonesia.com,22/02/25).
Salah satu faktor penegakkan hukum berjalan stagnan yaitu adanya interfensi dalam penyelidikkan suatu perkara, belum lagi hilangnya kejujuran dalam diri aparat pemerintah ditambah dengan penerapan sistem sekularisme yang menyebabkan kasus pidana sulit untuk ditindak. Hal ini cukup sabagai bukti bahwa penegakan hukuim masih banyak masalah, apalagi ada fenomena No viral no justice, sementara itu dalam 100 hari masa pemerintahan Presiden Prabowo Subianto, hanya sekitar 41,6 persen masyarakat menilai penegakan hukum di Indonesia berjalan positif .
Fenomena no viral no justice juga sempat ditanggapi oleh Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo yang meminta seluruh jajaran baik tingkat pusat dan daerah untuk merespons cepat berbagai aduan atau permasalahan. Jangan sampai menunggu masalah yang dialami masyarakat viral di media sosial, polisi baru mulai bergerak (liputan6.com, 31/01/25).
Sementara itu, Presiden Prabowo Subianto telah menyampaikan secara terbuka pada agenda peringatan Hari Lahir ke-102 Nahdlatul Ulama di Jakarta Pusat, akan menindak anak buahnya yang melanggar hukum. Prabowo beralasan, penindakan untuk kebersihan institusi tersebut patut dilakukan demi bangsa dan warga Tanah Air. “Saya berharap ada kesadaran seluruh aparat, seluruh institusi, bersihkan dirimu sebelum kau dibersihkan!” (tirto.id, 05/02/2025).
Bobroknya penerapan hukum di negeri ini menunjukkan bahwa hukum buatan manusia pasti akan membawa keburukan bagi manusia karena hukum dibuat oleh manusia yang punya kepentingan, sehingga rawan adanya konflik kepentingan, apalagi jika uang lebih berkuasa dari hukum. Kondisi manusia yang lemah, terbatas dan membutuhkan yang lain, menunjukkan manusia tidak layak sebagai pembuat hukum.
Harusnya pemimpin dan aparat negeri ini mulai menyadari bahwa aturan buatan manusia tidak mampu mengatasi persoalan terhadap penegakan hukum di negeri ini. Sudah saatnya menjadikan Al-Quran dan As-sunah sebagai sumber aturan, karena berasal dari Allah SWT. Allah SWT yang telah menciptakan manusia maka Allah jelas lebih mengetahui apa yang terbaik bagi umatnya.
Oleh karena itu manusia sangat tidak layak untuk membuat aturan sendiri, kecerdasan akal manusia yang Allah berikan, mengharuskan nya untuk senantiasa terikat dengan hukum syariat, secara menyeluruh tanpa kecuali. Islam menjadikan hukum syara sebagai sumber hukum, dan menetapkan bahwa kedaulatan ada di tangan syara. Karena bersumber dari Allah Dzat yang Maha Benar, maka Hukum syariat pasti membawa kemaslahatan , Bebas kepentingan dan sudah lengkap, karena Islam adalah agama yang sempurna setiap sendi kehidupan manusia di atur sesuai dengan keinginan Sang Pencipta Alam Semesta, bukan bebas semaunya. Karena umat Islam meyakini bahwa setelah kehidupan dunia akan ada kehidupan akhirat di mana setiap perbuatan manusia akan dimintai pertanggung jawaban oleh Allah SWT.
Penegakan hukum sesuai tuntunan Islam akan menjamin keadilan bagi semua pihak. Masihkah umat dan penguasa negeri ini menggantungkan harapan pada penerapan sistem kapitalisme demokrasi? Tidakkah umat dan penguasa negeri ini meyakini bahwa Al-Quran adalah sumber hukum terbaik? Dan manusia wajib terikat dengan hukum Allah dalam memutuskan setiap perkara (QS: Al-Maidah: 48), juga firman Allah SWT dalam (QS Al-Maidah: 50) yang artinya:
“apakah sistem hukum Jahiliah yang mereka kehendaki? Sistem hukum siapakah yang lebih baik daripada sistem hukum Allah bagi orang-orang yang yakin?’’
“Oleh karena itu, putuskanlah perkara mereka menurut wahyu yang telah Allah turunkan, dan janganlah engkau mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu’’ .
Cukuplah Al-Quran sebagai pemberi peringatan bagi aparat dan penguasa negeri ini, juga sebagai pembeda antara yang hak dan batil.
Views: 0
Comment here