Opini

Meninggalkan Kedudukan, demi Kursi Kekuasaan

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh Sindi Laras Wari (Aktivis Muslimah)

wacana-edukasi.com, OPINI– Potret Indonesia dalam sistem liberal menghalakan beragam cara demi meraup keuntungan yang melimpah. Tanpa melihat kekecewaan dan kerugian dari yang dilakukannya. Berbeda dengan Islam yang senantiasa hadir dan menemani setiap perjalanan kita, membuat kita merasa takut dengan pertanggungjawaban dan dosa yang bisa didapat.

Bakal calon anggota legislatif (bacaleg) resmi terdaftar ke KPU oleh partai politik peserta pemilihan umum serentak 2024. Ribuan nama dengan latar belakang yang beragam telah didaftarkan, dan terdapat deretan wakil kepala dan kepala daerah. Mereka harus mundur dari jabatan mereka, berdasarkan Pasal 182 huruf k dan Pasal 240 ayat (1) huruf k UU Pemilu (tiro.id, 21/05/2023).

Fenomena perebutan kursi kian masif terjadi di negeri ini. Faktanya banyak kepala daerah dan wakil kepala daerah bersedia mundur dari jabatannya demi merebutkan kursi legislatif. Mereka kelihatan tidak segan meninggalkan tanggung jawab yang sedang mereka pikul demi mendapatkan tanggung jawab yang lain, yang mereka sendiri tidak tahu bagaimana ke depannya nanti.

Bahkan Arfianto Purbolaksono menduga bahwa situasi ini tidak lepas dari situasi politik dan pemanfaatan situasi tersebut. Awiek juga tidak memungkiri bahwa upaya pengerahan tersebut untuk kepentingan perolehan suara legislatif (tiro.id, 21/05/2023).

Sungguh luar biasa strategi partai yang ada di Indonesia hari ini. Maju ke pemilihan kepala daerah untuk mendapatkan suara, dan mencalonkan sebagai anggota legislatif dengan harapan suara mayoritas yang memilih mereka, akan tetap memilih mereka dalam pemilihan calon legislatif nantinya.

Hiruk pikuk dalam bakal calon anggota legislatif (bacaleg) menunjukkan bahwa sangat menggiurkan jika bisa mendapatkan dan duduk sebagai anggota dewan. Pada akhirnya terdapat orang yang tergiur hingga serta merta meninggalkan amanah yang belum selesai diembannya.

Akan tetapi sebagian masyarakat memandang bahwa hal yang mereka lakukan bentuk dari tidak bertanggung jawabannya mereka atas amanah yang mereka emban saat ini. Masyarakat memilih mereka dengan tujuan untuk melihat bagaimana mereka mewujudkan janji mereka selama masa kampanye berlangsung dengan tempo masa jabatan mereka berakhir.

Namun, faktanya kekecewaan yang didapatkan oleh masyarakat yang memilih mereka. Pasalnya janji yang diharapkan masyarakat dengan tempo masa jabatan mereka berakhir telah sirna, sebab mereka mengundurkan diri dari jabatannya beserta meninggalkan tanggung jawabnya dan janji-janjinya sebelum masa jabatan berakhir.

Perilaku tidak bertanggungjawab dan merugikan rakyat ini nyatanya mendapat dukungan dan perlindungan dari undang-undang. Sebagaimana yang tertuang dalam Pasal 182 huruf k dan Pasal 240 ayat (1) huruf k UU Pemilu, mereka harus mundur dari jabatan mereka.

Inilah buah dari sistem demokrasi yang berlandaskan pada liberalisasi, di mana liberal atau pemisahan agama dari kehidupan melahirkan orang yang abai terhadap kewajibannya. Menganggap remeh amanah yang telah diembannya, dan meninggalkannya tanpa merasa terbebani seperti yang dapat kita lihat.

Duduk dibangku kekuasaan hanya sebagai ajang memperkaya diri dan kelompok saja. Menghalalkan segala cara untuk mendapatkan bangku kekuasaan, sehingga kualitas pemimpinnya tidak diperhitung kan.

Islam Mengajarkan Amanah

Berbanding terbalik dengan Islam yang mengharuskan seluruh perilaku dalam kehidupan kita harus disertakan dengan yang namanya aturan beragama. Sebagaimana firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala:

يٰۤـاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا تَخُوْنُوا اللّٰهَ وَا لرَّسُوْلَ وَتَخُوْنُوْۤا اَمٰنٰتِكُمْ وَاَ نْـتُمْ تَعْلَمُوْنَ
“Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui.” (QS. Al-Anfal [8]: 27).

Seharusnya sebagaimana Islam mengajarkan ketika telah diberikan amanah, maka harus menjalankan amanah tersebut serta mempertanggungjawabkan amanah yang ada dalam diri kita. Tidak bisa semena-mena meninggalkan atau melalaikan amanah yang ada pada diri kita.

Dalam Islam amanah kekuasaan bukan hanya sekadar urusan dunia saja, tetapi juga menyangkut urusan akhirat. Jika seorang pemimpin lalai dalam tugasnya, tidak mengurus rakyatnya secara baik, berkhianat dalam amanahnya, akan tetapi pemimpin tersebut sibuk dengan urusan pribadinya, maka Allah mengharamkan surga atas dirinya. Sebagaimana Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassalam bersabda:

“Tidaklah seorang hamba- yang diserahi oleh Allah tugas untuk mengurus rakyat- mati pada hari kematiannya, sementara ia mengkhianati rakyatnya, Allah mengharamkan surga bagi dirinya” (h.r. Al-Bukhari).

Inilah salah satu bentuk peraturan Islam yang ketika diterapkan akan menyejahterakan dan dapat menentramkan banyak individu, masyarakat hingga negara. Tidak ada orang atau kelompok partai yang berani serta merta meninggalkan amanahnya, dan semena-mena dalam menjalankan tanggung jawabnya.

Karena orang yang ada di dalamnya berlandaskan pada akidah Islam yang mengaitkan kehidupan dunia dengan aturan agama. Sehingga hadirlah rasa takut berdosa ke pada Allah sebagai sang pencipta sekaligus sang pengatur. Pada akhirnya mereka akan menjalankan aturan Allah dan terwujudlah amanah dan rasa tanggung jawab tersebut.

Wallahualam bissawab.

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 6

Comment here