Oleh : Suhrani Lahe
wacana-edukasi.com– Kini dunia telah memasuki penghujung tahun, seperti tahun-tahun sebelumnya akan terpampang dengan jelas ucapan perayaan natal dan tahun baru. Dimana, sebagian dari masyarakat muslim membolehkan ucapan tersebut karena lemahnya pemahaman terhadap aturan-aturan Islam, tapi sebagian muslim yang lain tidak membenarkan karena pahamnya pada hukum syariat.
Lagi-lagi, fenomena akhir tahun kembali lagi. Yang setiap tahunnya menjadi perdebatan publik tentang “toleransi beragama” banyaknya argumen mengenai pro dan kontra, bahkan orang-orang yang menganut agama Islam sangat mendukung mengenai ucapan natal yang boleh dilakukan dengan alasan “toleransi agama”, hingga lupa tentang aturan dalam agamanya.
Hal ini diperkuat dengan adanya perintah untuk pemasangan spanduk ucapan natal dan tahun baru. Seperti pada informasi yang beredar pada Kanwil Kemenag Sulawesi Selatan yang baru-baru ini diberitakan bahwa telah menerbitkan surat edaran untuk pemasangan spanduk ucapan selamat hari natal dan tahun baru, kemudian dia mendapat perintah untuk mencabut surat edaran tersebut namun hal itu tidak dilakukannya. Dalam hal tersebut Ketua GP Ansor menegaskan Kemenag, termasuk Kanwil Kemenag Sulawesi Selatan wajib melayani semua agama, bukan hanya satu agama sehingga semuanya diimbau untuk memberi ucapan selamat hari natal dan tahun baru 2022 dengan memasang spanduk pada setiap masing-masing satker (repubilka.co.id 18/12/2021).
Namun, imbauan tersebut tidak serta merta bisa diterima ditengah masyarakat, khususnya bagi kaum muslim yang benar-benar paham pada aturan dalam Islam. Sekalipun pemerintah yang mengaku paham agama namun nyatanya tidak merealisasikan pengakuan pahamnya, bahkan kembali memutar fakta dan beragumen bahwa tidak ada larangan tegas dari syariat untuk melarang ucapan selamat hari natal. Itulah sikap para MUI dan Parpol yang berkedok Islam, namun nampak sangat mendukung kebijakan ini.
Alih-alih paham, namun nyatanya mendongkrak paham kaum muslimin, menggoyong para kaum muslimin untuk menganut paham kapitalis dengan konsep moderasi beragama dimana pemahamannya berdalih toleransi, saling menghargai dalam beragama, hingga anjuran untuk tidak berlebihan dalam beragama.
Hal tersebut merupakan suatu paham yang lahir dari budaya barat dan telah mengepung pemikiran para pemegang tahta di negara ini, bahkan hampir keseluruh dunia. Namun nyatanya hal ini hanya bentuk dari tujuan membuat para kaum muslimin menanggalkan syariat Islam, dimana bentuk aturannya tidak sesuai dengan aturan-aturan Islam yang semuanya berasal dari Al-Qur’an dan As-Sunnah.
Sungguh para rezim pada saat ini telah tercuci otaknya, bahkan telah menjamur hingga ke masyarakat. Dan parahnya pemahaman ini dibenarkan oleh para tokoh-tokoh agama yang mengaku paham namun pemahamannya telah dibesarkan oleh paham kaum kapitalis. Padahal, jika seluruh umat Islam paham pada hukum syariat mereka akan sadar bahwa Islam mengajarkan pada kemulian dan akhlak-akhlak yang terpuji.
Jangan meremehkan ucapan natal yang pada saat ini dianjurkan para kaum kapitalis melalui konsep moderasi. Memang terlihat ringan karena hanya sekedar ucapan, tetapi hal ini menjadi masalah yang berat dalam aqidah karena sebagai umat muslim, dengan ucapan tersebut akan berdampak mendukung mereka dengan merayakan natal dan tahun baru, seolah kita menyemangati mereka pada agamanya yang jelas-jelas dalam agama Islam telah dijelaskan pada hadist Rasulullah Sallallahu Alaihi Wasallama yaitu “Barangsiapa menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk bagian dari mereka.” (HR. Ahmad dan Abu Daud). Hadist ini mencakup pengharaman dalam menyerupai suatu kaum diluar batasan syariat Islam dan mengandung kekufuran yang menyerupai mereka dengan keikutsertaan terhadapa hal-hal yang dilakukannya, menghalalkan yang haram, dan melupakan apa yang dihalalkan.
Terdapat juga dalil pada QS. Al-Kafirun : 6 “Untukmu agamamu, dan untukku agamaku”, dimana inilah bentuk toleransi yang tepat seperti yang diambil oleh baginda Rasulullah dalam kisahnya yang ketika diajak diskusi oleh para kaum kafir karena menganggap agama Rasulullah mengganggu agamanya.
Jadi, moderasi beragama adalah bentuk dari langkah-langkah dari kaum kapitelisme untuk menguasai dunia dengan sistemnya, dan membuat masyarakat muslim terdorong untuk terus mengadopsi pemikirannya agar bisa keluar dari hukum syariat Islam.
Moderasi beragama hanya membawa umat pada kekufuran, menanggalkan syariat Islam, dan aturannya yang sangat bertentangan terhadap nilai-nilai Islam. Untuk itu, kita semua harus terus menguatkan iman, menggali lebih dalam pemahaman tetang Islam, karena solusi terbaik agar terciptanya sebuah negara yang makmur dan damai ialah dengan menegakkan sistem Khilafah untuk segala penjuru negeri, dengan Islam yang Kaffah.
Sebagai umat muslim, janganlah lalai terhadap aturan dan hukum Allah hanya karena dunia dan isinya yang dijanjikan, seperti tahta ataupun materi yang berlimpah. Sungguh keadaan akan berbalik jika Allah telah murka. Sudah saatnya kita meninggalkan paham para kaum kapitalis dengan membuka lebar paham kita mengenai syariat Islam, dan terus berjuang dijalan Allah, menegakkan hukum Allah dengan Islam yang Kaffah.
Wallahu’alam Bissowab
Views: 15
Comment here