Oleh Fina Ariyana, S.E. Ak. (Pemerhati Masalah Sosial dan Politik)
Wacana-edukasi.com — Kabar gembira yang patut disyukuri, menurut data jurnal ums.ac.id tahun 2020 Indonesia memiliki jumlah Hafiz Al-Qur’an terbanyak yaitu berkisar 30.000 orang. Ini jauh diatas Saudi Arabia yang hanya sekitar 6.000 Hafiz Al-Qur’an. Jumlah ini diperkirakan terus meningkat jika melihat antusiasme tinggi dari masyarakat Indonesia terhadap sekolah atau pondok pesantren yang fokus pada kegiatan tahfiz Al-Qur’an. Keberadaan instansi pendidikan tahfiz Al-Qur’an mulai menjamur di Indonesia. Tidak hanya itu, program tahfiz dengan target jangka waktu tertentu, rumah tahfiz, beasiswa tahfiz juga seolah berlomba untuk melahirkan hafiz dan hafizah terbaik. Sederet orang ternama juga bergelar hafiz dan hafizah seperti Syakir Daulay, Wirda Mansur dan Muzammil Hazballah. Perlombaan hafiz dan hafizah pun digelar tiap bulan Ramadhan yang meluluskan juara hafiz cilik Indonesia. Menjadi sebuah kebanggaan, hafiz dan hafizah Indonesia seringkali menjuarai kompetisi hafiz internasional. Tentu ini adalah fenomena yang sangat baik bagi kebangkitan umat Islam dari keterpurukannya yang menahun. Ghirah kecintaan terhadap Al-Qur’an adalah bukti bahwa dalam diri ummat ada kerinduan terhadap Al-Qur’an.
Jika kita melihat makna al-hafiz dari segi bahasa, dapat diartikan sebagai penjaga atau pemelihara. Dikutip dari passinggrade.co.id, Mahmud Samiy menjelaskan, Hafiz adalah memelihara segala sesuatu dari kemusnahan dan kerusakan, dan memelihara amal perbuatan hamba-hamba-Nya sampai akhirnya diberi ganjaran dengan karunia dan anugerah-Nya. Artinya bahwa penghafal Al-Qur’an akan memelihara Al-Qur’an agar tidak musnah dan rusak akibat fitnah musuh-musuh Islam. Selain itu hafiz Al-Qur’an semestinya juga memelihara amal mereka agar sesuai dengan ayat-ayat suci yang mereka hafal.
Di negeri ini, banyaknya jumlah hafiz Alqurandan hafizah Al-Qur’an adalah atas karunia Allah SWT. Sungguh hal yang harus diapresiasi. Namun sayangnya negeri ini belum menerapkan Al-Qur’an yang banyak dihafal anak negeri. Bahkan kenyataan pahitnya, Al-Qur’an dimusuhi dan dicampakkan. Bukan fisiknya melainkan isi yang terkandung di dalamnya. Hukum-hukum syariat yang termaktub di dalam Al-Qur’an hanya sekadar hafalan ayat saja. Penerapannya hanya berhenti pada individu-individu penghafal. Tak jarang juga kita jumpai hafiz Al-Qur’an yang kurang menjaga interaksi dengan lawan jenis, hijab kurang syar’i dan sebagainya. Ini juga tak lepas dari penerapan sistem sekuler di negeri ini yang akan membiarkan penghafal Al-Qur’an melanggar syariat-Nya. Padahal jika kita tengok definisi hafiz adalah pemelihara dan penjaga. Maka tidak hanya hafalan ayat yang dijaga, melainkan juga penerapannya.
Ayat-ayat Allah yang dihafal hafiz dan hafizah di negeri ini dianggap sebagai ajaran yang intoleran, radikal, sumber terorisme dan tuduhan keji lain. Di waktu yang sama, hukum yang ditegakkan dan diharga matikan adalah hukum buatan manusia yang jelas terbatas lingkup berpikirnya, terbatas kemampuan analisanya. Jelas ini merupakan kejahatan dan dosa besar. Akibatnya, dosa-dosa besar menjadi sangat biasa dilakukan oleh masyarakat secara umum. Misalnya, berzina, minum khamr dan riba. Yang lebih besar lagi dosanya adalah berhukum dengan selain hukum Islam. Menurut surat al-Maidah ayat 44, 45 dan 47, pelakunya bisa termasuk zalim, fasik bahkan kafir. Sayangnya, fakta inilah yang nyata di negeri ini.
Pada masa Rasulullah saw dan khalifah setelahnya banyak terdapat hafiz dan hafizah Al-Qur’an. Pada saat yang bersamaan, Islam diterapkan sebagai dasar negara untuk mengatur segala aspek kehidupan dari mulai urusan individu sampai urusan negara. Oleh sebab itu, para penghafal Al-Qur’an akan mendapat kemudahan menghafalkan ayat suci Allah sebab penerapannya ada di depan mata. Pelaksanaan hukum syara’ yang mewujudkan berkah dari langit bumi menjadikan hafiz dan hafizah tumbuh subur pada masa daulah Islam. Kita ketahui banyak ulama besar yang telah menghafal Al-Qur’an pada usia belia, semisal Imam Syafii dan Imam At thabari pada usia 7 tahun, Ibnu Hajar dan Imam Suyuthi pada usia 8 tahun dan kita banyak menemui hafiz dan hafizah pada usia muda bahkan masih kanak-kanak di masa itu. Masya Allah.
Menjadi hafiz atau hafizah merupakan sebuah karunia yang besar dari Allah SWT Para hafiz dan hafizah mendapatkan amanah besar dari Allah SWT untuk menjaga dan memelihara ayat-ayat Allah. Sudah semestinya, hafiz dan hafizah tidak hanya menghafal 6.666 ayat Al Qur’an tetapi juga ikut serta berjuang mewujudkan penjagaan Al Qur’an dalam bentuk penerapan dalam kehidupan individu, masyarakat dan negara. Insya Allah hadiah besar dari Allah bukan hanya akan disematkan mahkota dan jubah nanti di surga, namun kerja besar mereka akan menyelamatkan ummat Islam dari keterpurukan yang diderita hingga kini.
Wallahu a’lam bishowab.
Views: 42
Comment here