Oleh: Istiqamah Mansur
Wacana-edukasi.com, OPINI– Digital adalah suatu bentuk modernisasi ataupun pembaruan dari penggunaan teknologi yang mana sering dihubungkan dengan hadirnya internet dan teknologi komputer. Dimana seluruh halnya bisa dilakukan dengan suatu peralatan canggih agar mampu mempermudah urusan manusia. Hal ini juga mempermudah untuk menyebarkan informasi dan berita kepada Masyarakat. Namun, terkadang pula disalahgunakan oleh beberapa orang untuk kepentingan pribadi atau organiasasi seperti korupsi, penipuan data kartu ATM, promosi judi online, penyebaran konten negatif untuk mendapatkan penonton yang banyak, transaksi penjualan barang terlarang, pencurian indentitas, peretasan, kekerasan dan lain-lain.
Pengguna internet terus meningkat pesat. Laporan teranyar situs layanan manajemen media sosial We Are Social mengungkapkan, jumlah pengguna internet dunia mencapai 5,56 miliar pengguna di 2025. Sementara total jumlah populasi di awal 2025 mencapai 8,2 miliar. Menurut INDONESIA.GO.ID Pemakai internet di Indonesia sudah mencapai 221 juta, setara dengan 79,5 persen dari total populasi Indonesia. Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah pengguna internet terbesar di dunia. Berdasarkan data real-time Global Muslim Population dari timesprayer.com, Senin, 3 Maret 2025, Indonesia menempati peringkat pertama dengan jumlah umat Muslim mencapai 244.712.757 orang dari total populasi 281.279.031 jiwa, atau sekitar 87% dari seluruh penduduk. Oleh karena itu Masyarakat islam harus menggunakan alat digital dengan baik dan positif sehingga tidak berdampak buruk bagi generasi.
Adapun hal yang bisa kita lakukan salah satu cara umat Muslim dapat berperan dalam revolusi digital adalah dengan memanfaatkan teknologi untuk menyebarkan ilmu dan dakwah. Melalui platform digital, seperti media sosial, podcast, atau video, umat Muslim dapat menyampaikan pesan-pesan Islam yang benar mengedepankan nilai-nilai kebaikan, toleransi, kedamaian, kejujuran dan lain-lain . Teknologi memberi kita jangkauan global, memungkinkan umat Islam untuk berkomunikasi dengan berbagai kalangan di seluruh dunia. Keanekaragaman informasi yang tersebar luas di internet merupakan salah satu tantangan utama dalam dakwah di era modern. Informasi palsu dapat menyesatkan pemahaman agama dan memecah belah umat. Jadi, sebagai umat Islam, kita harus pembaca yang kritis dan bijak. Sebelum menyebarkan informasi, kita harus memastikan bahwa sumbernya benar dan sah.
Allah Swt. berfirman dalam surah Al-Maidah ayat 87,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تُحَرِّمُوا طَيِّبَاتِ مَا أَحَلَّ اللَّهُ لَكُمْ وَلَا تَعْتَدُوا ۚ إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ الْمُعْتَدِينَ
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu haramkan apa-apa yang baik yang telah Allah halalkan bagi kamu, dan janganlah kamu melampaui batas.” (Q.S Al Maidah [5:87])
Allah telah memperingatkan dalam Al-Qur’an:
وَلَا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهٖ عِلْمٌ ۗاِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ اُولٰۤىِٕكَ كَانَ عَنْهُ مَسْـُٔوْلًا
“Janganlah engkau mengikuti sesuatu yang tidak kau ketahui. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan hati nurani, semua itu akan diminta pertanggungjawabannya,” (Q.S. Al-Isra: 36).
Hal ini mengingatkan kita bahwa segala sesuatu yang masuk ke dalam hidup kita haruslah yang bermanfaat dan tidak menyesatkan. Terlebih telah ditekankan di akhir ayat bahwa segala sesuatu akan minta pertanggungjawabannya.
Dalam Negara Islam Masyarakat tidak terlepas dari peran negara, negara akan melindung setiap informasi masyarakatnya dan menfilter hal hal yang dapat menimbulkan kerugian sehingga seluruh Masyarakat Makmur dan mendapatkan keadilan, dari hal ini tentunya negara islam tidak bergantung pada negara lain. Namun, pada kenyataannya pada saat ini Infrastruktur digital Indonesia sangat bergantung pada negara-negara lain, seperti AS dan Cina. Akibatnya, sulit untuk menghindari aplikasi berbahaya, konten negatif, pencurian data, dan serangan siber. Akibatnya, ruang digital Indonesia sangat rentan terhadap gempuran informasi palsu (hoaks), dan disinformasi. Indonesia tidak memiliki infrastruktur digital yang diperlukan di tengah arus digitalisasi yang dipaksakan. Hal ini akan membuat Indonesia hanya menjadi pasar produk digital dan gempuran negara-negara maju dalam hal nilai dan gaya hidup, serta menjadi korban pencurian data pribadi yang digunakan untuk kejahatan. Jika negara ingin menjaga masyarakat di dunia digital, mereka harus membangun ekosistem digital yang paling canggih, baik dan jujur.
Negara Islam tidak dapat membiarkan perusahaan media swasta, terutama asing, bebas memengaruhi opini publik di kalangan Muslim. Baik negara maupun dakwah Islam membutuhkan informasi. Oleh karena itu, media memiliki hubungan langsung dengan Khalifah sebagai lembaga independen. Sama seperti lembaga negara Khilafah lainnya, seperti peradilan atau Majelis Umat, negara Khilafah akan secara aktif mendukung media dalam peran mereka dalam mengatur kehidupan rakyatnya dan menyebarkan dakwah Islam ke seluruh dunia.
Dalam perspektif politik media Islam, negara berperan sentral sebagai, junnah/perisai yang akan melindungi ideologi dan ajaran Islam dari bahan olokan dan hinaan, filter informasi dari yang informasi yang tidak penting, sampah bahkan merusak, corong informasi Islam bagi dunia dalam negeri maupun luar negeri. Ini karena Negara Khilafah akan memposisikan media massanya untuk melayani ideologi Islam.
Sayangnya, Indonesia saat ini tidak mampu memiliki visi ke sana. Visi Indonesia yang Bersatu, Berdaulat, Maju, dan Berkelanjutan hanya visi ekonomi yang kosong dari tujuan bernegara, yakni menyejahterakan dan melindungi setiap warga negara. Visi Indonesia Bersatu, Berdaulat, Maju, dan Berkelanjutan sebaliknya menjadi jalan Indonesia semakin menjadi negara yang kapitalistik dan sekuler, jauh dari gambaran masyarakat yang mayoritasnya muslim. [WE/IK].
Views: 13
Comment here