Opini

Menyoal Bantuan Modal Pada Masyarakat

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh : Fitri Khoirunisa, A.Md ( Aktivis Muslimah Kubu Raya )

wacana-edukasi.com, OPINI– Masyarakat saat ini di gembleng untuk menjadi pelaku UMKM dengan iming-iming modal yang di berikan oleh pemerintah, namun nyatanya Bantuan modal untuk UMKM yang diklaim bisa membantu mengentaskan kemiskinan. Padahal faktanya, UMKM pun menghadapi banyak persoalan untuk dapat bertahan dalam situasi seperti ini. Karna modal tidak bisa di putar untuk bahan jualan kembali. Maka masyarakat akan terjerumus dalam hutang piutang.

PT Permodalan Nasional Madani (PNM) menargetkan 16 juta perolehan nasabah pada tahun ini (2023). Hal itu dikemukakan Direktur Utama PNM Arief Mulyadi di Jakarta, Sabtu (27/5/2023). “Tahun ini yang PNM harapkan ada 16 jutaan, kalau bisa lebih syukur. Tapi paling tidak 16 juta minimal. Karena Pak Presiden di mana-mana sudah menyampaikan di 2024 itu 20 juta nasabah. (KOMPAS.com/27/05/23)

Berbagai upaya telah dilakukan untuk menghilangkan angka kemiskinan. Alih-alih selesai, angkanya malah makin naik. Presiden Jokowi menargetkan kemiskinan ekstrem di Indonesia terhapus tuntas pada 2024. Hal demikian sesuai dengan arahan Sustainable Development Goals (SDGs yang menargetkan pada 2030 dunia telah terbebas dari kemiskinan ekstrem.

Solusi ini tidak menyelesaikan akar masalah kemiskinan di Indonesia, karena faktanya kemiskinan yang terjadi bersifat sistemik. Solusi tambal sulam seperti ini tidak akan mampu mengentaskan kemiskinan dengan tuntas.

Adapun data Kementerian Ekonomi menunjukkan bahwa sektor UMKM berkontribusi besar dalam perekonomian Indonesia. UMKM memiliki jumlah lebih dari 64,2 juta unit usaha, menyumbang 61,9% pada produk domestik bruto (PDB), dan menyerap 97% tenaga kerja. (ekon[dot]go[dot]id, 6-3-2023).

Kini Industri besar hanya bisa menyerap tenaga kerja sebanyak 3% dan menyumbangkan PDB jauh lebih kecil dari UMKM. Itu artinya, seharusnya perhatian penuh diberikan kepada UMKM, bukan malah pada perusahaan besar. Selain berjasa menyerap lapangan kerja, UMKM pun menjadi sumber keuangan negara.

Sungguh miris. Fakta berbicara lain, justru industri besarlah yang terlihat lebih diperhatikan. Misal, masalah pendanaan usaha. Jumlah suntikan dana bagi rakyat kecil tidak sebanding dengan industri besar. Lihat saja saat Sri Mulyani menyuntikkan dana dengan mudahnya sebesar Rp106,8 triliun kepada empat BUMN pada awal 2023. Bukan rahasia pula kepemilikan BUMN besar juga ada di tangan swasta.

Bandingkan dengan rencana suntikan dana untuk UMKM yang hanya Rp75 triliun untuk 16 juta nasabah. Jika dibagi rata, tiap orang hanya mendapatkan tidak lebih dari Rp5 juta. Jumlah tersebut belum dikurangi potensi adanya korupsi sebab PT PMN sebagai penyalur modal beberapa kali kena kasus korupsi.

Ditambah lagi, dengan hitung-hitungan bisnis, modal yang hanya Rp5 juta jelas tidak akan berdampak besar, kecuali sekadar untuk bertahan hidup. Berbagai kisah sukses UMKM yang hingga go international adalah satu dari sekian juta UMKM yang mangkrak tersebab ekosistem UMKM tidak mendukung mereka untuk tumbuh dan berkembang.

Ekosistem usaha disebut tidak mendukung UMKM, selain karena akses modal yang terbatas, akses bahan baku pun dikuasai segelintir pihak. Pelaku UMKM tidak akan mungkin bisa mendapatkan bahan baku murah. Bayangkan, pebisnis dengan modal Rp5 juta jelas tidak akan mampu bersaing harga dengan pebisnis yang memiliki modal triliunan rupiah.

Pasar bahan baku pun kini banyak yang oligopoli, yakni sebagian besar pengusaha besar menguasai bahan baku hingga menguasai industri dari hulu ke hilir. Misalnya saja, struktur pasar tepung terigu di tanah air yang oligopolistik. Tepung terigu Bogasari telah memiliki pangsa pasar 57,3% yang merupakan pangsa pasar terbesar dalam industri tepung terigu. Sedangkan kita ketahui Bogasari adalah anak dari PT Indofood milik Salim Grup yang menjadi top fast (fast-moving consumer good) Indonesia. Perusahaan tersebut memproduksi banyak produk olahan, termasuk berbahan dasar tepung terigu, seperti mi instan dan camilan.

Lantas, bagaimana nasib UMKM yang produknya berbahan dasar tepung terigu juga? Sudah bisa dipastikan harganya tidak akan bisa bersaing dengan produk yang dihasilkan dari perusahaan besar. Inilah salah satu kendala yang dihadapi UMKM akibat ekosistem usaha yang sudah dikuasai industri besar.

Selain itu, banyak UMKM gulung tikar karena ongkos produksinya saja melebihi harga jual produk perusahaan besar. Ataupun bagi UMKM yang bertahan, harus rela membuka usaha hanya untuk bertahan hidup dengan laba yang sangat minim. Bandingkan dengan industri besar yang mengambil keuntungan sangat besar dan serapan tenaga kerja yang digadang-gadang akan masif, nyatanya hanya 3%. (Muslimahnesw.net)

Ditambah lagi kebijakan saat ini tidaklah pro terhadap rakyat, sehingga rakyat menjadi susah dan tidak tahu lagi ingin mengadu kepada siapa. Kita harus sadar akan kebohongan teori ekonomi kapitalisme yang mengatakan investasi berkorelasi positif dengan terciptanya lapangan kerja. Yang ada, makin tinggi investasi, hegemoni asing terhadap bangsa ini akan makin besar. Inilah sebab persoalan kemiskinan tidak kunjung usai.

Peradaban Barat telah menciptakan kemiskinan dan kesenjangan yang amat tinggi. Laporan organisasi internasional Oxfam mengungkap ketimpangan ekonomi antara orang-orang terkaya di dunia dan 99% orang lainnya. Satu persen orang-orang terkaya di dunia meraih hampir dua pertiga dari semua kekayaan baru yang diciptakan sejak 2020. Kekayaan satu persen orang-orang kaya tersebut sebesar $42 triliun atau hampir dua kali lipat dari penghasilan 99% populasi terbawah di dunia. (Liputan 6, 18-1-2023).

Islam memiliki mekanisme yang jelas untuk mengentaskan kemiskinan dan menjadikan Negara sebagai pihak yang memiliki peran sentral untuk menyelesaikannya.

Persoalan ekosistem usaha yang buruk dan kebijakan yang tidak pro rakyat seperti di atas tidak akan ditemui dalam sistem ekonomi Islam. Sistem ekonomi Islam berbasis pada kemaslahatan umat dan tidak pernah keluar dari batasan syariat. Islam memiliki cara untuk memudahkan UMKM untuk bisa mengakses modal sebab negara memiliki pos untuk itu. Negara bisa langsung memberikan dana usaha atau pinjaman tanpa menggunakan mekanisme riba.

Kekuatan baitulmal dan kebijakan yang independen, menjadikan fokus pemerintah pada kemaslahatan umat. Akses bahan baku pun akan adil. Regulasi kepemilikan dalam sistem ekonomi Islam menjadikan kepemilikan umum haram dikuasai individu. Alhasil, kebutuhan dasar umat akan terpenuhi.

Islam juga memiliki mekanisme non ekonomi dalam mengatasi kemiskinan, salah satunya penyaluran zakat. Mekanisme ini terbukti efektif dalam pendistribusian harta dari hartawan kepada rakyat miskin. Jaminan negara atas kebutuhan pokok rakyatnya dan iklim usaha yang berkeadilan, menjadikan umat mudah bangkit dari kemiskinan dan hidup dalam kesejahteraan. Penerapan Islam kafah adalah satu keniscayaan. Allahualam bisawwab.

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 10

Comment here