wacana-edukasi.com, SURAT PEMBACA– Marhaban ya Ramadan. Sebentar lagi bulan Ramadan, bulan paling mulia, akan datang. Umat Muslim di seluruh dunia bersuka cita menyambut akan hadirnya bulan yang penuh keberkahan dan ampunan dosa.
Namun sangat disayangkan, kebahagiaan umat Muslim seketika pudar ketika dihadapkan pada fakta yang terus berulang setiap tahunnya, yaitu kenaikan harga sejumlah komoditas. Bahan pangan pokok seperti cabai, minyak goreng, gula pasir kualitas premium, dan daging ayam ras segar, naik harganya. Kenaikan tersebut mulai terjadi 20 hari jelang bulan puasa atau Ramadhan.
Berdasarkan data Pusat Informasi Harga Langan Strategi Nasional, rata-rata harga cabai merah besar secara nasional mencapai Rp. 42.200 per kilogram, pada Jum’at (3/2). Angka tersebut naik dibandingkan pada bulan lalu yang mencapai Rp. 36.250 per kilogram.
Sementara itu, untuk rata-rata harga minyak goreng bermerek mencapai Rp. 21.750 per kilogram, pada Jum’at (3/2). Angka tersebut naik dibandingkan posisi bulan lalu yang mencapai Rp. 20.100 per kilogram. Tidak hanya komoditas cabai dan minyak goreng bermerek, gula pasir kualitas premium juga mengalami kenaikan harga.
Berdasarkan data Pusat Informasi Harga Pangan Strategi Nasional (PIHPS), rata-rata harga gula pasir kualitas premium secara nasional mencapai Rp. 15.850 per kilogram. Sedangkan untuk rata-rata harga daging ras segar nasional mencapai Rp. 33.800 per kilogram. Angka tersebut naik dibandingkan posisi bulan lalu yang mencapai Rp. 34.100 per kilogram. (katadata.co.id, 3/03/2023)
Kalau kita amati, kenaikan harga kebutuhan pokok merupakan kejadian berulang setiap tahunnya. Seharusnya pihak-pihak yang terkait dengan pengadaan kebutuhan pokok selama bulan Ramadhan, telah mempersiapkan semuanya jauh-jauh hari. Di sinilah dibutuhkan peran negara yang mempersiapkan segalanya, mulai dari penyediaan bahan pokok, stabilitas harga, sampai distribusi yang merata kepada seluruh masyarakat.
Adanya kejadian berulang dengan masalah yang sama, bisa dipastikan tidak ada keseriusan negara dalam mengatasi problematika umat. Tentunya, masalah ini harus dilihat benang merahnya. Masalah yang sebenarnya terjadi adalah adanya praktik curang dalam transaksi jual beli, adanya monopoli atau penipuan oleh pihak pedagang besar. Sehingga, distribusi bahan pangan tidak merata. Lonjakan antara supply dan demand yang tidak seimbang akan mengakibatkan harga-harga kebutuhan pokok melambung tinggi.
Semestinya negara memastikan terpenuhinya kebutuhan pokok masyarakat, agar masyarakat tidak kesulitan memenuhi kebutuhan pokok mereka. Bahkan, negara harus menjamin terpenuhinya kebutuhan pokok tersebut bagi seluruh rakyatnya per kepala. Tapi, selama negara masih mengadopsi sistem kapitalis yang mengutamakan untung rugi dalam setiap kebijakan ekonomi, pemenuhan kebutuhan pokok secara merata bagi seluruh rakyat, hanyalah mimpi.
Berbeda dengan sistem Islam, Ia akan mewujudkan suasana tenang di tengah-tengah masyarakat, sehingga bulan Ramadhan akan menjadi wadah terbentuknya pribadi-pribadi yang bertaqwa. Negara akan menjamin pemenuhan seluruh kebutuhan pokok setiap individu secara sempurna. Bukan hanya temporar melainkan sepanjang tahun, terlebih di bulan Ramadhan. Bahkan, dalam sistem Islam negara juga menjamin kemungkinan setiap individu untuk dapat memenuhi kebutuhan sekunder semaksimal mungkin.
Apabila semua kebutuhan pokok sudah terjamin, dan kebutuhan sekunder juga diupayakan negara semaksimal mungkin, maka suasana aman, tentram, dan damai akan tercipta. Masyarakat akan fokus beribadah di bulan Ramadhan tanpa memikirkan kesulitan beban hidup, masalah kebutuhan bahan pangan, kenaikan harga bahan pokok, dan segudang masalah hidup lainnya. Tentu saja tingkat kriminalitas akan bisa dikendalikan bahkan akan sangat minim.
Ramadhan adalah bulan yang akan menciptakan individu-individu yang bertaqwa, keluarga yang bertaqwa, masyarakat yang bertaqwa, dan pada akhirnya akan menjadikan negara yang bertaqwa. Tentunya, negara yang bertaqwa hanya akan ada apabila sistem Islam diterapkan secara menyeluruh dalam bingkai pemerintahan Islam.
Wallahu A’lam biash-shawwab
Carminih, SE.
Views: 11
Comment here