Oleh: Anisa Rahmi Tania
wacana-edukasi.com, OPINI-– Kesehatan sejatinya kebutuhan vital bagi masyarakat. Karena tanpa kesehatan masyarakat tidak akan mampu melakukan berbagai aktivitas. Perekonomian, pembangunan, interaksi sosial, semuanya akan tumpul jika masalah kesehatan diabaikan. Sebagaimana saat terjadi wabah penyakit covid-19. Masyarakat tidak bisa leluasa melakukan aktivitasnya. Pemerintah pun kelimpungan menghadapi efek dari menurunnya pergerakan ekonomi. Di sinilah pentingnya adanya campur tangan pemerintah dalam menjamin ketersediaan fasilitas kesehatan. Baik Rumah sakit yang memadai maupun para petugas medis, termasuk dokter.
Tanpa itu semua tentu pemenuhan kebutuhan kesehatan akan pincang. Itulah yang menjadi alasan pemerintah mendatangkan dokter ahli dari luar negeri.
Dilansir dari laman hukumonline.com (10/7/2024), Prof. Budi Santoso, Dekan Fakultas Kedokteran Airlangga (FK Unair) dipecat setelah bersuara menentang rencana pemerintah yang hendak mendatangkan dokter asing. Meski Kemenkes menjelaskan tujuan didatangkannya dokternya asing adalah sebagai upaya transfer ilmu kepada dokter lokal dan mengisi kekosongan tenaga medis. Namun perbincangan ini masih menjadi topik panas di masyarakat.
Benarkah impor dokter tersebut merupakan solusi yang tepat? Ataukah solusi tersebut sebatas solusi instan yang malah akan menimbulkan permasalahan baru?
Kapitalisasi Dunia Kesehatan
Tidak bisa dipungkiri, bahwa paham kapitalisme saat ini telah merambah ke berbagai aspek kehidupan. Tidak terkecuali dalam dunia kesehatan.
Sebagaimana yang diutarakan Ketua Umum Pengurus Besar IDI Moh. Adib Khumaidi, mendatangkan dokter asing merupakan suatu keniscayaan sebab Indonesia telah terlibat dalam kerjasama multilateral Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Kerjasama ini memberikan konsekuensi masuknya dokter asing serta investor asing bidang kesehatan.
Menelaah hal tersebut, jangan sampai impor dokter yang akan dilakukan pemerintah malah semakin menguatkan kebenaran bahwa semua terkait dengan cuan. Padahal masalah kesehatan masyarakat seharusnya tidaklah melihat kondisi untung rugi. Melainkan bagian dari kewajiban pemerintah dalam memenuhi hak masyarakat.
Inilah yang pada dasarnya menjadi latar belakang rencana impor dokter. Ini pula yang mengukuhkan betapa kapitalisme telah mencengkram semua sendi kehidupan. Hingga pada celah terkecil.
Kesehatan yang merupakan salah satu kebutuhan urgen masyarakat menjadi celah untuk dijadikan bisnis. Karena asing dengan pemahaman kapitalistiknya tentu tidak hanya berpikir tentang ilmu kedokteran atau kemajuan ilmu Kesehatan. Tetapi juga masalah cuan dan cuan.
Padahal di sisi lain Indonesia masih menghadapi permasalahan yang rumit terkait ketersediaan tenaga medis. Utamanya di masalah distribusi, dimana tenaga medis lebih terpusat di kota-kota besar seperti ibukota, pulau Jawa dan sekitarnya. Sementara, jikapun dokter asing ditempatkan di daerah pelosok, apakah mungkin? Karena kompetensi bahasa yang harus dimiliki. Ditambah masalah penggajian. Tentu ini pun akan menjadi polemik karena gaji seorang dokter asing tentu tidak sedikit.
Islam Menjamin Kesehatan Masyarakat
Dalam peraturan Islam, kesehatan adalah salah satu hak jamaah Ummat yang wajib dijamin pemenuhannya oleh negara. Khalifah sebagai kepala negara wajib untuk memastikan seluruh rakyat mendapat fasilitas kesehatan secara merata. Tanpa melihat kelas ekonomi atau kalangan keluarga mana.
Dalam sirah Nabawiyah dikisahkan ketika Rasulullah saw menerima hadiah seorang tabib, beliau tidak menggunakan jasanya sendiri. Tetapi beliau memberikannya kepada masyarakat. Dalam hal ini terlihat Rasulullah yang pada saat itu sebagai kepala negara begitu memperhatikan kebutuhan masyarakat terhadap kesehatan.
Rasulullah bersabda “Tidak ada penyakit yang Allah ciptakan, melainkan Dia ciptakan pula obatnya” (HR. Al-Bukhari). Inilah inspirasi bagi Ummat muslim dalam berikhtiar, menggali ilmu kedokteran. Banyak ilmuwan muslim yang lahir di masa kejayaan peradaban Islam. Sebut saja Jabir Al-Hayan, beliau menemukan teknologi destilasi yakni pemurnian alkohol untuk disinfektan. Beliau pula yang pertama kali di dunia mendirikan apotik.
Ada pula Muhammad Ibn Zakariya Ar-Razi, beliau berhasil menemukan cara awal penanganan disfungsi ereksi. Selain itu, Ishaq bin Ali Rahawi, beliaulah orang pertama yang menulis tentang kode etik kedokteran dalam kitab Adab Ath-Thabib. Sementara di abad 9 ada Al-Kindi. Beliau berhasil menunjukkan aplikasi matematika untuk kuantifikasi bidang kedokteran. Lantas siapa yang tidak familiar dengan nama Ibnu Sina. Beliau bergelar Bapak Kedokteran dunia. Bisa dipastikan masih banyak dokter, ilmuwan, dan tenaga medis lain yang lahir di masa kejayaan Islam. (Al-Wa’ie, 2020)
Para tenaga kesehatan pada masa Kekhilafahan selalu diuji kompetensinya secara teratur. Seiring dengan kemajuan teknologi dari masa ke masa, maka kompetensi seorang dokter atau tenaga kesehatan harus semakin meningkat pula. Pemerintah Khilafah pun mensuport penuh.
Sekolah-sekolah kesehatan bisa diikuti masyarakat tanpa harus merogoh saku dalam-dalam seperti hari ini. Karena prestasi yang dihasilkan setelah akademik selesai adalah untuk Ummat juga. Untuk memenuhi kemashlahatan masyarakat luas. Artinya, dengan melihat output generasi peradaban Islam yang gemilang, negara berperan seoptimal mungkin. Negara akan mendorong dan mendukung sumber daya manusia yang ada untuk menjadi sosok yang dibutuhkan Ummat. Tidak memudahkan membuka peluang warga negara asing masuk dan bekerja di dalam negeri sementara warga negara sendiri masih banyak yang kesulitan mencari pekerjaan. Begitulah upaya pemerintahan Islam yang memberikan fasilitas penuh tanpa hitung-hitungan untung rugi.
Wallahu’alam
Views: 8
Comment here