Indonesia merdeka sudah hampir 78 tahun, namun faktanya masih banyak masyarakat yang kemudian mati akibat kelaparan. Padahal Indonesia dikatakan surganya kekayaan alam yang melimpah, namun mengapa justru banyak yang tidak sejahtera?
Oleh: Hasriyana, S.Pd
(Pemerhati Sosial Asal Konawe)
wacana-edukasi.com, SURAT PEMBACA– Kasus kelaparan yang terjadi di wilayah bagian timur Indonesia ini, memang bukan kali pertama terjadi di Nusantara. beberapa daerah pun mengalami hal serupa, bahkan hingga mengalami kematian akibat tidak adanya makanan. Ironisnya hal ini justru terjadi di negara yang kaya dengan sumber daya alamnya. Jika seperti ini, lalu pepatah lama tikus mati di lumbung padi menjadi istilah yang tepat diibaratkan dengan kondisi hari ini.
Sebagaimana dikutip dari Detik.com (24/07/2023) sebanyak 7.000 warga dari Distrik Agandugume dan Distrik Lambewi di Kabupaten Puncak, Papua Tengah memilih mengungsi akibat kemarau panjang. Kemarau yang terjadi sejak Mei hingga saat ini membuat warga terancam kelaparan. Bupati Puncak Willem Wandik mengatakan kemarau panjang di wilayah tersebut membuat lahan pertanian milik warga rusak dan tidak bisa ditanami. Bahkan sayur-sayuran yang telah ditanam rusak dan busuk.
Indonesia merdeka sudah hampir 78 tahun, namun faktanya masih banyak masyarakat yang kemudian mati akibat kelaparan. Padahal Indonesia dikatakan surganya kekayaan alam yang melimpah, namun mengapa justru banyak yang tidak sejahtera? Seharusnya, jika kita telah merdeka berbagai sumber daya alam yang ada di nusantara justru tidak dikelola oleh pihak asing karena SDA merupakan kepemilikan umum.
Pun, menilik wilayah Papua, ada perusahaan asing yaitu PT Freeport Indonesia yang dikelola di sana. Bahkan jika dihitung keuntungan yang didapatkan dalam setahun pada perusahaan tersebut bisa membiayai kebutuhan hidup masyarakat Indonesia. Namun realitasnya, justru jauh panggang dari api. Wilayah dengan tambang emas yang banyak ternyata tidak menjamin masyarakatnya sejahtera.
Ketimpangan sosial juga terjadi, yang kaya makin kaya yang miskin makin miskin. Sungguh begitu memilukan hidup dalam kemiskinan. Sebagai contoh, beberapa saat yang lalu beredar sebuah video yang menggambarkan keadaan sebagian masyarakat Papua yang tidak memakai alas kaki ketika berjalan. Bahkan untuk memenuhi kebutuhan pokok pun mereka harus barter dengan nakes atau anggota TNI setempat.
Di sisi lain mereka juga masih harus berhadapan dengan kelompok kriminal bersenjata yang kapan saja mereka bisa jadi korban dari kekerasan kelompok tersebut. Ibarat sudah jatuh tertimpa tangga pula. Di satu sisi mereka hidup dalam keterbatasan, di sisi lain mereka juga harus berusaha melawan ketika berhadapan dengan KKB. Lalu kapan saudara kita di Papua akan hidup nyaman dan tentram?
Hal ini berbeda dengan Islam, dalam Islam kebutuhan pokok menjadi tanggung jawab negara baik langsung maupun tidak langsung. Jikapun tidak gratis maka harganya bisa dijangkau oleh masyarakat. Untuk itu sumber daya alam dikelola oleh negara hasilnya dimanfaatkan untuk kepentingan masyarakat. Sehingga tidak akan didapatkan orang mati kelaparan seperti saat ini.
Seorang penguasa dalam Islam juga akan memeriksa rakyatnya, apakah kebutuhan hidup mereka terpenuhi atau mungkin tidak memiliki makanan sama sekali. Hal ini sebagaimana yang dicontohkan oleh Khalifah Umar bin Khattab. Di mana Khalifah sering berjalan di malam hari untuk memeriksa rakyatnya. Saat Khalifah Umar mendapatkan rakyatnya tidak memiliki makanan untuk dimakan dan justru memasak batu untuk anak-anaknya, beliau langsung mengambil gandum ke Baitulmal dan mengangkatnya sendiri untuk dibawakan ke seorang ibu. Bahkan beliau memasakkan untuk mereka. Masya’allah.
Kisah ini menjadi pembelajaran buat kita, khususnya bagi para penguasa bahwa menjadi tanggung jawab negara menyediakan kebutuhan pokok hidup masyarakatnya dengan baik. Dari itu kita tidak mungkin bisa berharap pada penguasa yang tidak menjamin kebutuhan rakyatnya dengan baik, jika orientasinya hanya manfaat. Oleh karena itu, kita hanya berharap pada penguasa yang menjalankan sistem yang berasal dari pencipta, yaitu Allah SWT. Wallahu a’lam.
Views: 16
Comment here