Opini

Menyoal Mitigasi Bencana yang Terbatas

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh : Sari Chanifatun

wacana-edukasi.com, OPINI– Akhir-akhir ini, kabar bencana beruntun terjadi di dalam negeri, mendatangkan duka di hati. Banjir membawa material lahar dingin menerjang, menggenangi wilayah-wilayah di negeri ini. Bahkan kedasyatannya sampai memutuskan jembatan penghubung antar desa. Tingginya intensitas hujan yang mengguyur dijadikan sebagai pencetus banjir dan longsor ini.

Setelah kabar banjir dari Kabupaten Lumajang, Kabupaten Malang, banjir juga merendam desa-desa di Kecamatan Lunyuk, Kabupaten Sumbawa, provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB), sebab meluapnya sungai Kokat. Terjangan banjir merusak harta benda, bangunan bahkan jiwa (08/07/2023)

Kabar teranyar, banjir dan longsor juga melanda beberapa wilayah di Sumatra Barat (Sumbar). Wilayahnya meliputi, Kabupaten Pesisir Selatan, Kabupaten Padang Pariaman, Kabupaten Agam dan Kabupaten Pasaman Barat serta Kabupaten Kepulauan Mentawai. Dikabarkan lima orang tewas dan hilang dalam bencana tersebut (cnnindonesia.com, 15/07/2023)

Secara geografis, Indonesia merupakan negara dengan banyak potensi bencana, diantaranya banjir dan tanah longsor. Sadar dengan potensi wilayah ini, selayaknya negara memiliki keseriusan dalam penyelenggaraan mitigasi bencana, baik itu sebelum, ketika dan setelah bencana datang, agar resiko yang diakibatkan oleh banjir dan longsor tidak berakibat kerusakan yang sangat besar, hingga hilangnya nyawa.

Salah seorang anggota DPRD kota Padang memberi pernyataan, bahwa kota Padang memiliki sejumlah titik banjir disaat musim hujan melanda dalam beberapa tahun ini. Namun, birokrasi yang tidak selaras antar pemerintah pusat dan daerah mengakibatkan tidak teratasinya masalah banjir ini. Terbatasnya alat mitigasi bencana, tak mampu mendeteksi perubahan dan memberikan informasi perubahan untuk antisipasi. Pemerintah tidak mampu memberi pembekalan edukasi kepada masyarakat daerah rawan banjir dalam mengendalikan banjir sebelum, ketika dan setelah terjadi.

Pemerintah abai dalam tanggung jawabnya membuat kinerja mempelajari peta daerah tempat tinggal yang rentan longsor dan banjir, daerah berlereng dan tanda-tanda longsor. Pempelajari rembesan, retakan serta perubahan warna air pada aliran sungai.

Dan yang tak boleh lepas dari perhatian pemerintah adalah harus memperhatikan dan penetapan konsep tata ruang dan tata guna supaya lingkungan tidak rusak. Fungsi hutan terutama wilayah pegunungan yang harus dijaga keberadaannya. Tidak membiarkan koorporasi mengeksploitasi lahan sesukanya, sehingga menimbulkan kerusakan lingkungan.

Dinilai banyak kalangan dan LSM, negara tidak sadar dan nampak tidak serius bahwa negara kita memiliki potensi rawan bencara. Terbukti dengan amblasnya harta benda bahkan nyawa manusia dalam setiap bencana yang berulang. Pemerintah sebagai penguasa juga dinilai belum layak menjadi pelindung utama bagi rakyatnya, sebab belum mampu menghimpun strategi, mengurangi dampak yang ditimbulkan dari bencana banjir dan tanah longsor, meminimalis terjadinya korban saat bencana datang. Penguasa hanya mampu hadir saat bencana terjadi, merancang figur satria sejati. Demi kepentingan kelompok dan pribadi.

Curah hujan yang tinggi tidaklah bisa dijadikan penyebab utama permasalahan banjir dan longsor. Benar, bencana kita yakini sebagai ketetapan Ilahi, tetapi upaya mitigasi bencana adalah ikhtiar manusia sebelum bencana terjadi.

Sistem sekularisme kapitalisme yang dijalankan dalam demokrasi adalah penyebab tidak teratasinya masalah banjir dan longsor disejumlah lokasi. Dimana demokrasi mampu menyingkirkan peran pemerintah sebagai pengatur lewat kebijakan otonomi daerah. Memberi kebebasan koorporasi pemilik modal menguasai fungsi lahan. Mengeksploitasi lahan dan bebas meraup keuntungan tanpa peduli merusak lingkungan.

Perubahan Sistem

Kaum muslim bisa mengambil pelajaran dari masalah ini. Konsep yang salah dari semua permasalan banjir dan tanah longsor hanya mampu diselesaikan dengan konsep Islam. Sebab, Dalam Islam aturan dibuat dari Allah Subhanahu wata’ala secara baku dan jelas. Termasuk di dalamnya tentang kepemilikan dan hak atas lahan.

Islam juga mengatur koorporasi swasta tidak boleh menguasai atau sekedar memanfaatkan lahan yang menjadi kepemilikan umum, sehingga membatasi orang lain mengolahnya. Hanya negara yang boleh mengelola kepemilikan umum dimana hasilnya akan dikembalikan kepada rakyat hingga rakyat bisa merasakan manfaat sumber alam untuk kebutuhan pokok rakyat. Negaralah yang akan mengatur seluruh urusan politik dan kepentingan rakyatnya.

Pengelolaan yang benar dan amanah akan menghasilkan kebaikkan untuk seluruh lapisan. Negara akan mampu memberi fasilitas yang maksimal, seperti menyiapkan alat mitigasi bencana untuk pendeteksi perubahan kondisi tanah dari kas negara/baitulmal. Karena negara mampu mengelolal sumber dana baitulmal dengan sebaik-baiknya. Memberi edukasi yang baik bagi warga yang tinggal di wilayah yang rawan bencana, sebelum, ketika dan setelah bencana.

 

Jaminan akan sampai pada rakyat di dalam sistem Negara Islam yang disebut Daulah Islamiyyah. Setiap pemimpin, baik pemimpin dalam keluarga, masyarakat atau daerah, hingga tingkat negara, akan dituntut untuk menjalankan amanat sebaik-baiknya, akan dimintai pertanggungjawaban kelak. Rasulullah Saw. dalam sabdanya:

“Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggung jawaban atas apa yang dipimpinnya”. (HR. Bukhari Muslim).

Wallahu a’lam bish showwab.

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 12

Comment here