Oleh: Siombiwishin (Aktivis Perempuan)
wacana-edukasi.com, OPINI– Menyempurnakan rukun Islam ke lima adalah impian seluruh umat Islam, termasuk umat Islam yang berada di Indonesia. Bertahun-tahun menabung, bahkan tidak sedikit yang menjual harta bendanya agar bisa mencukupi biaya menjadi calon jamaah haji. Ketika saat yang ditunggu tiba, naas peraturan berubah, biaya haji naik, alhasil mereka harus mencari tambahan lagi.
Kenaikan biaya haji rasanya tidak cukup, jamaah haji kembali “dipukul” dengan pelayanan yang perih. Mulai dari keterlambatan transportasi yang mengakibatkan jamaah harus menunggu dalam konsisi panas terik selama hampir tujuh jam, pembagian konsumsi yang tidak merata, bahkan ada sebagian jamaah yang tidak mendapat jatah makan, hingga tidak mendapatkan tenda sebagai tempat beristrahat. Mengenai akomodasi, termasuk layanan tempat buang hajat pun menjadi kendala yang banyak dikeluhkan jemaah haji.
Pada puncak pelaksanaan haji di Arafah, anggota Tim Pengawas Haji DPR Hasnah Syam menyebut sejumlah jemaah haji yang melaksanakan ibadah wukuf tidak mendapatkan makan dan minum. Sejumlah jemaah haji mengaku tidak mendapatkan tenda dan tempat tidur sehingga terkatung-katung selama pelaksanaan puncak ibadah haji di Padang Arafah. (kompas.com).
Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU) Kemenag, Hilman Latief menyesalkan kelambanan Mashariq dalam menyiapkan layanan jemaah haji di Muzdalifah dan Mina. “Kita sudah sampaikan protes keras ke Mashariq terkait persoalan yang terjadi di Muzdalifah. Kita akan terus kawal ini, agar Mashariq bergerak lebih cepat dalam penyiapan layanan bagi jemaah haji,” kata Hilman di Mekkah, dikutip dalam siaran pers, Jumat (Kompas.com, 30/6/2023).
Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas juga telah melaporkan sejumlah masalah layanan di Arafah, Muzdalifah, dan Mina kepada Menteri Haji dan Umrah Arab Saudi Taufiq Al Rabiah. Pemerintah pun kabarnya akan mengadakan evaluasi menyeluruh mengenai jalannya proses penyelenggaraan ibadah haji tahun ini, untuk perbaikan penyelenggaraan ibadah haji ditahun-tahun berikutnya.
Menyelenggarakan pelayanan ibadah haji tentu membutuhkan perencanaan yang matang dalam segala aspek, termasuk dugaan dini akan masalah yang mungkin muncul selama jalannya ibadah haji tersebut. Apalagi tahun ini jamaah haji asal Indonesia membludak, mencapai 221.000 kuota, dan didominasi usia lansia, untuk itu diperlukan adanya perhatian lebih ekstra dari biasanya.
Keberanian negara dalam melobi otoritas Arab Saudi terkait jumlah jemaah yang akan diberangkatkan patut diacungkan jempol, namun jumlah ini seharusnya berbanding lurus dengan fasilitas yang negara siapkan. Bukan hanya rasa nyaman dalam beribadah haji, negara juga perlu memastikan terpenuhinya seluruh kebutuhan dasar para jemaah haji secara pasti dan menyeluruh.
Terlebih, penambahan kuota menjadi salah satu masalah yang timbul dipermukaan terkait penyelenggaraan ibadah haji tahun ini. Dalih over capacity seharusnya sudah dapat diantisipasi sejak awal, berhubung telah dilakukannya komunikasi lintas negara sebelumnya. Jika antisipasi ada, kemungkinan terjadinya kondisi tenda yang kelebihan kapasitas, antrian panjang di WC, ataupun terlantar ditengah cuaca panas yang ekstrim karena menunggu tranportasi penjemputan akan terminimalisir, bahkan mungkin tidak akan terjadi.
Sesungguhnya, Islam memiliki konsep kenegaraan yang khas dengan mendudukkan penguasa sebagai pengurus dan pelindung rakyat. Paradigma yang hadir dalam sistem Islam berpijak pada prinsip ri’ayatus syu’unil ummah. Pengurus bermakna memastikan terpenuhinya kebutuhan rakyat secara menyeluruh. Adapun sebagai pelindung/perisai, negara berada di garda terdepan dalam memberikan perlindungan terhadap rakyat. Dalam tataran taktisnya, negara wajib menyelenggarakan pelayanan ibadah haji dengan cepat dan sederhana dengan dibantu tenaga profesional di setiap aspek penyelenggaraan.
Implementasinya, negara berperan memastikan terpenuhinya kebutuhan dasar para jemaah. Negara akan memastikan tidak ada jemaah yang tidak terpenuhi kebutuhan dasarnya (makan, minum, buang hajat, tempat yang layak). Juga memastikan para jemaah terlindungi dari segala yang bisa mengganggu kesehatan dalam menjalankan ibadah, entah karena cuaca ekstrem ataupun fasilitas yang kurang memadai. (Muslimah news, 03/07/203)
Dalam sistem Islam tidak mengenal yang namanya nation state, seluruh wilayah di dunia yang termasuk dalam naungan Islam dijadikan dalam satu negara yang dipimpin oleh khalifah, sehingga tidak akan terjadi masalah yang rumit dalam pengurusan administrasi ataupun pelayanan yang dibutuhkan oleh jemaah haji. Rakyat yang ingin melaksanakan ibadah haji, hanya perlu menyerahkan kartu identitas, yang berupa KTP ataupun Paspor. Adapun visa hanya berlaku untuk kaum muslim yang menjadi warga negara kafir, baik kafir harbi hukman maupun fi’lan.
Sedangkan untuk memenuhi kebutuhan jemaah haji saat penyelenggaraan ibadah haji berlangsung, khalifah akan memastikan tersedianya fasilitas, sarana-prasarana serta pelayanan yang optimal sesuai dengan kuota jemaah haji yang telah ditetapkan sebelumnya. Khalifah akan bekerja keras untuk memastikan terselenggaranya ibadah haji secara maksimal, agar umat dapat menunaikan rukun Islam yang ke lima secara khusyuk dan paripurna.
Wallahu’alam.
Views: 17
Comment here