Opini

Menyoal Pembebasan Pajak bagi Petani

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh Bunda Dee

Member Akademi Menulis Kreatif

wacana-edukasi.com, OPINI– Pertanian masih menjadi menjadi ruang matapencaharian untuk rakyat kecil di indonesia. Lebih dari 100 jiwa bekerja di sektor ini. Karenanya Kementerian Pertanian melakukan berbagai untuk membina para petani agar menjadi pondasi yang kuat dalam mendukung perekonomian Indonesia. Tidak hanya skala nasional tapi hal ini berlaku di wilayah yang lebih kecil, seperti Kabupaten Bandung.

Melihat potensi lahan yang ada di Kabupaten Bandung, baik pertanian dan perkebunan yang cukup luas dapat memberi peluang bagi sekitar 40 persen dari total jumlah penduduknya melakoni pekerjaan di bidang ini.

Dilansir dari detikjabar, pemerintah daerah kabupaten Bandung telah menyelenggarakan seminar sehari pada Kamis (10/11/22) dengan tajuk “Peningkatan Profesionalisme Penyuluhan Pertanian Melalui Penguatan Sarana Prasarana Penyuluhan untuk Mewujudkan Pembangunan Pertanian Berkelanjutan.” Seminar ini diselenggarakan di Graha Alif, Kecamatan Solokanjeruk, Kabupaten Bandung. Pada Kesempatan tersebut, Bupati Bandung Dadang Supriatna yang akrab disapa Kang DS berencana akan membebaskan pajak lahan bagi petani sebagai wujud keberpihakannya kepada masyarakat wajib pajak daerah. Program ini bertujuan untuk menjaga lahan pertanian agar tidak beralih fungsi sehingga terwujud swasembada pangan, khususnya di kabupaten Bandung. Meski begitu, Pemkab Bandung masih akan melakukan evaluasi menyeluruh terkait berapa luasan lahan sawah yang akan dibebaskan pajaknya.

Apa yang dilakukan pemerintah daerah sebagaimana bupati Bandung adalah bentuk tanggung jawab seorang pemimpin terhadap warga masyarakat. Karena sudah seharusnya para petani mendapatkan hak perlindungan lahannya tanpa dibebani dengan pungutan lain seperti pajak. Akan tetapi hak bebas pajak ini harusnya diberikan oleh seorang pemimpin bukan hanya kepada kaum petani saja melainkan seluruh rakyat yg ada di bawah pengurusannya. Pasalnya, beban hidup masyarakat akibat kenaikn BBM, listrik, pendidikn, kesehatan dan berbagai kebutuhn pokok terus bertambah dan mencekik. Maka, adanya pembebasan pajak atas lahan pertanian hanyalah solusi parsial saja, tidak menjurus pada akar permasalahannya. Sudah semestinya pemerintah tidak membebani rakyat dengan pajak dalam hal apapun. Di samping itu pemerintah pun harus menjalankan perannya mengatur kepentingan publik lain yang bersifat asasi.

Dalam sistem kapitalisme pajak merupakan kewajiban bagi rakyat yang memiliki harta baik berupa tanah (sawah), bangunan dan lain sebagainya. Pajak dalam sistem demokrasi kapitalisme menjadi andalan dan pemasukan utama negara. Padahal, negeri kita ini kaya akan sumber daya alam, sehingga dijuluki zamrud khatulistiwa. Sayangnya, melimpahnya SDA ini tidak diiringi dengan pegelolaan yang benar oleh negara tapi diserahkan kepada pihak swsta dan asing. Sehingga terjadilah pengerukan SDA secara besar-besaran oleh pengusaha asing dan swasta sementara rakyatnya terus kekurangan dan kelaparan. Dan negara, yg mestiny memenuhi kebutuhan indvidu per individu masyarakat tidak memiliki apapun selain harus memberlakukan pajak.

Berbeda dengan sistem Islam. Negara dalam sistem pemerintahan Islam akan berupaya maksimal untuk memenuhi dan melayani kebutuhan rakyatnya kepala per kepala. Baik sandang, pangan, papan dan juga kebutuhan kolektif seperti keshatan, pendidikan dan keamanan.
Untuk memenuhi hak pubik ini negara memiliki pos kuangan yang jelas yang dibagi menjadi 3 pos yaitu: 1. Pos kepemilikan negara (Fai, ganimah, kharaj, tanah, jizyah, dan dharibah). 2. Pos pengelolaan sumber daya alam (migas, listrik, pertambangan, laut, sungai, perairan, hutan, padang rumput dan tempat khusus). 3. Pos zakat.
Pemerintah Islam juga menerapkan pembagian kepemilikan sesuai syariat, yaitu kepemilikan umum, negara, dan individu. Masing-masing memiliki mekanisme dan penyaluranya berdasarkan arahan syarak. Islam tidak membenarkan kepemilikan individu diambil oleh umum begitupun sebaliknya. Sebagaimana dalam sistem ekonomi kapitalis. Namun negaralah yang akan mengelola harta milik umum tersebut dan hasilnya akan dikembalikan untuk kemasyalahatan umat.

Adapun terkait pajak, islam mngenalnya dengan sebutan dharibah, yaitu harta yang Allah wajibkan kepada kaum muslimin yang bersifat insidental. Diberlakukan ketika kondisi kas negara kosong dan hanya dibebankan kepada kaum muslim yang kaya saja. Pajak akan segera dihentikan saat problem kekosongan kas negara sudah teratasi. Dengan demikian, pajak dalam Islam tidak akan dirasakan sebagai bentuk kezaliman yang dilakukan penguasa terhadap rakyatnya.

Tugas seorang pemimpin dalam sistem Islam adalah ri’ayah suunil ummah atau memikirkan, dan mengatur semua urusan dan nasib umat (rakyat). Kekuasaan dalam Islam digunakan untuk melaksanakan amanat syariat Allah Swt, karena syariat adalah rahmat. Tanpa rahmat kita tak akan selamat dunia akhirat. Jadi apa yang dilakukan bupati Bandung dengan pembebasan pajak terhadap petani harusnya diterapkan secara sistemik. Selain sebagai tanggung jawab pemimpin juga karena yang berhak atas pembebasan pajak ini bukan hanya petani tapi seluruh warga negara sebagaimana yang pernah dilakukan oleh pemimpin Islam.

Wallahu a’lam bishshawab

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 1

Comment here