Surat Pembaca

Menyoal Peran Tokoh Agama dalam Tahun Politik

blank
Bagikan di media sosialmu

wacana-edukasi.com, SURAT PEMBACA-– Melansir sumeks.co (18/1), seorang da’i kondang asal Kota Jakarta yakni Ustaz Maulana datang ke Palembang. Kedatangan sang Ustaz dalam rangka memenuhi undangan dari calon anggota Dewan Perwakilan Rayat (DPR) Republik Indonesia (RI) daerah pemilihan 1 Sumatera Selatan (Sumsel) asal Partai Nasdem, Hj. Renny Astuti. Ustadz Maulana diberikan kesempatan untuk menyampaikan tausiyahnya, dihadapan ribuan pendukung caleg tersebut.

Selain itu, Ustaz Maulan mendoakan Hj. Renny Astuti supaya lolos ke Senayan pada Pemilu 14 Februari 2024 mendatang. Menurutnya, sang caleg telah memberikan manfaat yang besar bagi masyarakat, terutama kaum petani, Ponpes, serta ibu-ibu pengajian lainnya.

Suasana pesta demokrasi memilih para pemimpin semakin terasa. Para calon pemimpin itu pun tak kehabisan cara untuk memperoleh suara. Dengan kampanye, memasang spanduk, bagi-bagi bingkisan, hingga menggandeng ulama agar membantu mendulang suara.

Sayangnya, kelemahan tsaqofah politik Islam justru muncul dari tokoh agama yang menyuarakan kepemimpinan hari ini. Betapa tidak, saat ini kita justru diatur dalam sistem Demokrasi sekuler yang memisahkan agama dari kehidupan. Hukum yang dibuat bukan berdasarkan syari’at, melainkan perundang-undangan dari Barat. Suara rakyat dianggap seperti suara Tuhan. Ini jelas bertentangan dengan syari’at Islam.

Selain itu, ulama dibutuhkan sebagai alat kepentingan politik. Sementara saat perpolitikan usai, ulama yang lantang menyuarakan kebenaran Islam justru dilabeli dengan Radikal atau intoleran. Narasi sumbang yang disematkan pada penyuara Islam.

Seharusnya, posisi ulama itu memastikan kepemimpinan sejalan dengan syari’at Islam. Peran ulama adalah mengoreksi kesalahan penguasa apabila terjadi penyimpangan. Ulama tak boleh diam atas kezaliman. Sebab, Imam Al-Ghazali menuturkan,

“Rusaknya rakyat disebabkan karena rusaknya penguasa. Rusaknya penguasa disebabkan karena rusaknya ulama. Rusaknya ulama disebabkan karena dikuasai cinta harta dan ketenaran.” (Al-Ghazali, Ihyâ‘ ‘Ulûm ad-Dîn, 2/357).

Oleh karena itu, seharusnya peran ulama adalah menyuarakan tegaknya syari’at Islam, termasuk dalam mengatur kepemimpinan. Rasulullah Saw. telah mencontohkan kepemimpinan yang benar yakni menegakkan syari’at dalam negara. Membangkitkan umat dengan kesadaran politik yang benar. Politik harus disandarkan pada Islam, yakni menjalankan semua perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya.

Terlebih, di tahun politik seperti inilah saatnya menyadarkan umat betapa pentingnya politik Islam. Kerusakan yang terjadi di negeri ini adalah akibat jauhnya pemahaman Islam dalam kehidupan. Ibarat sebuah perjalanan, jika kendaraan yang ditumpangi rusak, tentu yang diperbaiki adalah kendaraannya. Jika terlalu parah, hendaklah ganti kendaraannya. Bukan sekadar ganti sopir, hasilnya pasti sama, yakni membuat kerusakan bagi para penumpangnya.

Ismawati
Palembang, Sumatera Selatan

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 1

Comment here