Surat Pembaca

Menyoal Pernikahan Beda Agama Dilegalkan

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh: Endang Seruni
(Muslimah Peduli Generasi)

wacana-edukasi.com, SURAT PEMBACA– Baru-baru ini publik dibuat tercengang dengan fakta bahwa Pengadilan Negeri Jakarta pusat mengabulkan permohonan perkawinan pasangan beda agama. Permohonan yang disampaikan oleh JEA (Mempelai laki-laki) yang beragama Kristen dan SW (mempelai perempuan) yang beragama Islam.

Pengabulan permohonan ini berdasarkan administrasi kependudukan dan juga alasan sosiologis yaitu keragaman bermasyarakat. Putusan ini menambah jumlah permohonan perkawinan beda agama yang dikabulkan pengadilan di Indonesia. Sebelumnya terjadi di Surabaya, Jogjakarta, Tangerang dan Jakarta Selatan.

Pada pasal 35 huruf a Undang-Undang nomor 23 tahun 2006 tentang administrasi kependudukan diatur bahwa pencatatan perkawinan berlaku pula bagi pergaulan yang ditetapkan oleh pengadilan. Maksud perkawinan yang ditetapkan oleh pengadilan adalah perkawinan yang dilakukan antar umat yang berbeda agama. Pasal 7 ayat 2 huruf i undang-undang nomor 30 tahun 2014 tentang administrasi pemerintah diatur bahwa pejabat pemerintah memiliki kewajiban mematuhi putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap (CNN Indonesia, 25/6/2023).

Maraknya pernikahan beda agama merupakan bentuk pencederaan terhadap syariat Islam. Pengabulan izin pernikahan beda agama oleh Pengadilan Negeri adalah buah dari penerapan sistem kapitalisme sekularisme. Hak asasi manusia dan keberagaman menjadi alasan diizinkannya pernikahan beda agama. Hal ini juga mencederai penjagaan terhadap agama. Sebab pernikahan beda agama tidak sesuai dengan tujuan di dalam syariat Islam yaitu menjaga agama jiwa harta keturunan dan akal.
Pelegalan pernikahan beda agama dapat berarti bahwa mencampuradukkan agama. Tidak hanya merusak dalam hal penjagaan agama tetapi juga penjagaan terhadap keturunan yaitu terkait dengan perwalian.

Pernikahan beda agama merupakan bentuk bahwa aturan agama diabaikan di dalam negeri ini. Agama hanya milik individu dan batas aktivitas ritual. Tidak hanya itu jika paham sekulerisme masih menjadi landasan bukan tidak mungkin kaum muslimin akan terus menjadi saksi satu persatu hukum Islam akan dicampakkan.
Sistem kapitalisme sekularisme adalah paham kebebasan yang menyingkirkan fungsi agama sebagai pedoman hidup manusia. Para pengembannya merasa bebas melakukan apa saja yang mereka inginkan, kesenangan dan kepuasan menjadi tujuan.

Kondisi ini tak lepas dari sistem pendidikan yang diterapkan yang bertujuan menghasilkan output handal dalam akademik namun tidak dalam aspek agama.Terbukti mereka yang mengajukan izin pernikahan beda agama adalah para kaum muda dan para intelektual. Orientasi mereka kesenangan kesuksesan dunia dan kebebasan berekspresi sehingga memperturutkan hawa nafsu semata.

Tidak hanya itu paham sekularisme juga telah mengaburkan tujuan dari hakikat sebuah pernikahan. Tujuan utama pernikahan adalah beribadah namun yang terjadi untuk mengejar kesenangan tanpa memperdulikan agama. Sebab pengemban liberalisme menjadikan materi sebagai standar kebahagiaan. Hidup mapan dan berkecukupan, hidup terhormat menjadi tujuan walaupun melanggar agama. Tolok ukur perbuatannya sebatas manfaat.

Kondisi ini sangat berbeda dengan cara pandang dalam sistem Islam. Negara berfungsi sebagai institusi penerapan Islam kaffah. Sebab para penguasanya adalah penguasa yang menjalankan dan menerapkan syariat Islam. Begitu pula para hakim yang memutuskan perkara berdasarkan pada syariat Islam bukan berdasarkan pada kepentingan manusia. Sehingga pernikahan beda agama antara muslim dan non muslim tidak akan terjadi. Karena Islam melarang umatnya menikah dengan pasangan yang tidak satu aqidah.

Penerapan syariat ini pun dilakukan seluruh aspek kehidupan termasuk di dalamnya sistem pendidikan. Sistem pendidikan dalam Islam yang bertujuan membentuk pola pikir dan pola sikap Islam. Tujuan pendidikan adalah mencetak para generasi muda berkepribadian Islam. Oleh karena itu perilaku mereka tidak akan memperturutkan hawa nafsu dan mengejar kesenangan dunia dengan mengabaikan aturan agama. Seseorang yang menikah dengan maksud ibadah dengan menghampiri ridho Allah maka akan mengoptimalkan kewajiban terhadap Allah subhanahu wa ta’ala. Seperti pengasuhan anak, memahami kewajiban suami dan istri, berbakti kepada orang tua juga bab hukum waris. Pernikahan beda agama yang terjadi akan merusak tata hukum sebagaimana hukum waris akan terputus jika salah satu pasangan adalah non muslim.

Dalam sistem Islam standar perbuatan adalah halal dan haram. Sementara standar kebahagiaan adalah ridho Allah subhanahu wa ta’ala. Jadi bagaimana mungkin pasangan beda agama ini akan merasakan kebahagiaan sebab setiap aktivitas beragama terjadi perbedaan. Kalaupun mereka mengaku bahagia kebahagiaan yang semulah yang didapati. Atas nama toleransi dan saling menghormati antara satu dengan yang lain mereka mengarungi biduk rumah tangga. Bukti toleransi yang kebablasan dan pluralisme telah menyakiti pemikiran mereka.

Untuk itu sudah saatnya kembali kepada sistem Islam. Sistem yang sempurna dan Paripurna untuk mengatur kehidupan manusia. Sistem Islam adalah satu-satunya solusi yang mampu menyelesaikan persoalan di dalam kehidupan manusia. Bukan sistem sekulerisme yang menyelesaikan persoalan dengan menimbulkan persoalan yang baru.
Wallahu’alam bishawab.

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 8

Comment here