Opini

Menyoal Pernikahan Mewah

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh Ulfa Alawiah

Ibu Rumah Tangga

wacana-edukasi.com, OPINI– Baru baru ini rakyat Indonesia seolah olah sedang mengadakan pesta rakyat. Pasalnya pesta ini bukan untuk memperingati perayaan kemerdekaan tetapi untuk merayakan pesta pernikahan putra bungsu Presiden Joko Widodo pada hari Sabtu (10/12/2022).

Banyak sekali pihak yang ikut turun tangan untuk membantu terjadinya pagelaran tersebut. Semisal para menteri, para ketua partai dan yang lainnya.

Dilansir dari TRIBUNNEWS.COM, Para menteri kabinet presiden Joko Widodo (Jokowi) tampak sibuk mengurusi pernikahan Kaesang Pangarep dan Erina Gudono. Ketua DPP Partai Keadilan Sejahtera atau PKS, Mardani Ali Sera mengatakan sebagai menteri tak jadi soal ketika membantu presiden.

Adapun sejumlah menteri dari kabinet Indonesia Maju tampak sibuk mengurusi pernikahan putra presiden tersebut.
Mereka terdiri dari Menteri Koordinator Maritim dan Investasi Luhut Binsar Panjdjaitan, Menteri Sekretaris Negara Pratikno, Menteri BUMN Erick Thohir, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi, dan Menteri Investasi Bahlil Lahadiala.

Tak hanya sampai situ, pengamanan pun diperketat dan dijaga oleh ribuan personel TNI dan Polri, sampai-sampai anjing k-9 pun diturunkan demi mengamankan pernikahan Kaesang-Erina. Semua aparatur pemerintahan pun ikut menjalankan perannya dengan baik.
Bahkan masyarakat biasa sampai masyarakat luar biasa ikut merayakan gegap gempitanya pesta meriah tersebut seolah-olah mereka lupa bahwa Indonesia sedang dilanda bencana. Baru saja kemarin bencana gempa yang banyak memakan korban dan mereka semua kehilangan tempat tinggalnya. Bahkan sampai saat ini 5.389 pengungsi Cianjur masih menunggu bantuan. Ditambah badai PHK yang sedang mengancam sumber nafkah masyarakat.

Lalu dengan mudahnya para pengurus masyarakat lupa dengan peristiwa dan kejadian tersebut. Mereka seakan hanyut dalam balutan pesta ratu sejagad. Sungguh miris di saat umat membutuhkan bantuan, perhatian dan penjagaan. Justru para pemangku kekuasaan sedang berpesta menikmati santapannya.

Lalu kemanakah masyarakat akan meminta rasa belas kasih, rasa aman dan penjagaan jika para aparaturnya tak peduli dengan keadaan?
Seharusnya para pejabat merasa berempati dengan kondisi rakyat, tapi melihat fakta seperti itu lalu apakah pantas bila para pejabat tersebut memang sungguh sungguh telah berempati?

Lalu mengapa para pejabat berbuat dan bertingkah sedemikian rupa, seenak hati mereka? Mereka dengan enaknya hidup dalam kecukupan, gaya yang penuh dengan keglamouran bahkan barang-barang yang mereka miliki bisa dibilang fantastis. Seolah-olah rakyat sudah tak ada yang susah ataupun kekurangan. Padahal di antara kebanyakan rakyatnya ada yang kelaparan, tak punya tempat tinggal, tak punya pekerjaan. Hingga mereka tak mampu lagi menahan himpitan tersebut dan mengambil jalan yang salah yaitu dengan melakukan tindak kriminal atau mengakhiri kehidupan.

Lalu dengan mudahnya para penguasa menikmati fasilitas yang mereka dapatkan dengan kekuasaan. Ada juga yang dikatakan merakyat tapi nyatanya mereka tidak bisa hidup dengan sederhana. Realitasnya justru mereka kerap menenteng barang-barang mewah yang harganya ‘wah’. Meski sudah ada peringatan bahwa pejabat tak boleh hidup mewah.

Padahal yang menjadi sumber utama permasalahannya adalah bahwa sesungguhnya sistem kapitalismelah yang mengajarkan sedemikian rupa, supaya para pejabat harus hidup terhormat dengan fasilitas yang mewah, gaji yang bejibun, penampilannya pun harus bisa menunjang agar terlihat extraordinary dan “mantesi”.

Lalu dimanakah para penguasa yang hidup dengan kesederhanaan, hanya santunan biasa, tak memperdulikan penampilan, sosoknya bersahaja tetapi kebijakannya amanah?
Tidak akan pernah kita temui dalam kehidupan kapitalisme. Karena di sistem kapitalisme para pejabat akan diajarkan menjadi orang-orang yang hedonis dan kapitalistik.

Akan tetapi para pejabat yang kita idamkan sebenarnya pernah terjadi di masa peradaban Islam. Kita akan jumpai para pejabat yang hidupnya sangat sederhana dengan santunan yang pas-pasan, bahkan kehidupannya lebih melarat ketimbang rakyat.

Lihatlah salah satu sosok penguasa yang sederhana dan sangat amanah yang patut kita contoh dan beliau adalah Khulafaur Rasyidin kelima, yaitu Khalifah Umar bin Abdul Aziz. Meski kekuasaannya singkat namun beliau mampu menyejahterakan rakyatnya. Beliau banyak mengukir prestasi. Kehidupannya jauh dari kata mewah, ketika ia mendapat amanah menjadi pemimpin, kehidupan yang serba mewah itu beliau tanggalkan.

Suatu malam, ketika Khalifah Umar sibuk merampungkan tugas di ruang kerjanya, tiba tiba putranya datang untuk menemuinya. Umar pun mempersilakan untuk mendekat. “Ada apa putraku datang ke sini?” tanya Umar. “Apa untuk urusan keluarga kita atau negara?” tanyanya lagi.
“Urusan keluarga Ayah,” jawab sang anak. Umar bin Abdul Aziz pun bergegas meniup lampu penerang di atas mejanya sehingga seluruh ruangan gelap gulita. “Mengapa ayah melakukan hal ini?” tanya putranya keheranan.

“Anakku, lampu itu ayah pakai untuk bekerja sebagai pejabat negara. Minyak yang digunakan juga dibeli dengan uang negara, sedangkan perkara yang kita bahas adalah urusan keluarga kita,” jawab Umar.

Umar pun meminta pembantunya untuk mengambil lampu dari luar dan menyalakannya, “Sekarang, lampu milik keluarga kita telah dinyalakan, minyaknya dibeli dari uang kita sendiri. Silakan lanjutkan pembicaraan kita,” ujar Umar.

Selain Umar bin Abdul Aziz, ada juga Umar bin Khathab yang menolak meminjam uang dari Baitul mal. Padahal putranya, Abdullah sangat membutuhkannya untuk membeli baju, menggantikan bajunya yang rusak. Sang Umar lebih memilih tidak meminjam uang kas disebabkan takut tidak bisa membayarnya.
Itulah sepenggal kisah para pemimpin di masa kekhilafahan. Mereka takut sekali menggunakan berbagai fasilitas negara untuk dipakai oleh pribadi ataupun keluarganya.

Pemimpin yang seperti itu bisa lahir jika saja sistem Islam di terapkan. Karena hanya dengan Islam, institusi akan berdiri dan melahirkan para pemimpin yang bersahaja tetapi mampu menyejahterakan rakyatnya. Sebagaimana sabda Rasulullah saw., “Kemudian akan kembali tegak Khilafah yang mengikuti manhaj kenabian.” (HR Ahmad)

Wallahualam bisawab

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 4

Comment here