http:/Wacana-edukasi com — Larangan penggunaan jilbab di India menjadi sorotan setelah aksi Bibi Muskan Khan, mahasiswi salah satu perguruan tinggi di Mandya, Karnataka viral di media sosial. Dalam video yang beredar terlihat Muskan Khan yang mengenakan jilbab hitam disambut oleh sejumlah pemuda nasionalis Hindu saat memasuki kampusnya. Mereka terus meneriaki dan mengolok-oloknya. Namun, dengan lantang dan berani Muskan Khan memekikkan kalimat “Allahu Akbar, Allahu Akbar!!” sebagai balasannya (detiknews.com, 11/02/2022).
Protes terkait larangan penggunaan jilbab di negara bagian Karnataka India terus meluas. Sebelumnya, media lokal menyebutkan beberapa sekolah di Karnataka melarang siswi mereka masuk ke sekolah jika mengenakan jilbab. Larangan tersebut dilakukan atas perintah Kementrian Pendidikan India. Sementara para aktivis hak asasi manusia mengatakan kekerasan dan ujaran kebencian terhadap umat muslim India meningkat di bawah pemerintahan Modi dan partai nasionalis Hindu (suara.com, 10/02/2022).
Diskriminasi umat muslim di India bukanlah hal yang baru. Dikutip dari laman cnnindonesia.com pada bulan Desember 2021, India dilanda kerusuhan besar akibat disahkannya Undang-Undang Amandemen Warga Negara atau Citizenship Amendment Bill (UU CAB) oleh Perdana Menteri Narendra Modi, yang dianggap anti-Muslim. Kebijakan yang dikeluarkan selama ini dinilai telah merugikan umat Islam.
Begitulah keadaan umat Islam saat ini. Banyak umat muslim minoritas di beberapa negara terzalimi. Seperti muslim Uighur di Cina, muslim Rohingya di Myanmar, umat muslim di Palestina dan juga negara lainnya. Mereka harus tunduk dengan aturan dan sistem lain serta menerima perlakuan yang buruk. Sementara saat menjadi mayoritas, umat muslim dilarang menerapkan syariat Islam secara kaffah (menyeluruh) karena dianggap intoleran. Terkait pembahasan larangan jilbab di lingkungan sekolah juga pernah terjadi di Indonesia. Sungguh menyedihkan, jilbab yang sudah jelas syariatnya terus dipermasalahkan.
Seperti halnya Indonesia, India termasuk negara yang menerapkan sistem demokrasi. Sistem yang selalu menggaungkan kebebasan dan toleransi. Namun, nyatanya dari sejumlah peristiwa yang terjadi toleransi hanyalah omong kosong. Kebebasan dan hak asasi manusia yang diserukan sistem demokrasi sekuler hakikatnya hanya jargon belaka. Masih banyak muslimah di negeri demokrasi tidak diberi kebebasan dan hak untuk berhijab. Propaganda antijilbab juga merupakan upaya mendistorsi ajaran Islam. Padahal dalam ajaran Islam, menutup aurat atau berhijab bagi muslimah adalah bagian dari kewajiban yang tidak ada perselisihan pendapat di kalangan ulama. Sementara tidak menutup aurat, tidak mengenakan jilbab dan kerudung adalah bentuk kemaksiatan.
Saat ini mayoritas negara di dunia memang mengadopsi sistem kapitalisme-sekuler. Sistem yang memisahkan aturan agama dari kehidupan. Mereka hanya peduli pada hak asasi manusia yang menguntungkan perolehan material kapitalistik saja. Tanpa memperhatikan kemaslahatan umat.
Hal ini berbeda saat umat Islam berjaya di bawah naungan sistem Khilafah Islamiyah. Semua pemeluk agama akan mendapat perlindungan yang sama dan tidak terzalimi. Cobalah kita menelaah sejarah, pada masa Khilafah Utsmaniyah yang pernah menguasai 2/3 dunia. Di bawah pemerintahan Islam, keragaman agama dan berbagai etnis dilindungi. Hal serupa juga dilakukan oleh Sultan Muhammad Al Fatih saat menakhlukan Konstantinopel. Beliau memberikan kebebasan bagi kaum Nasrani untuk melakukan acara ritual agama mereka dan membiarkan mereka memiliki pemimpin keagamaan yang mengatur urusan agama mereka. Semua umat beragama di bawah sistem Islam hidup berdampingan dan saling menghargai.
Jelas, ajaran Islam memerintahkan umatnya untuk berlaku adil dan baik kepada sesama muslim maupun nonmuslim. Tentu saja, dengan mengembalikan sistem dan kepemimpinan Islam akan memberikan rahmat bagi kehidupan manusia dan alam semesta. Tak hanya umat muslim di India, tapi juga mewujudkan kesejahteraan seluruh umat di dunia.
Galuh Metharia (Aktivis Muslimah)
Views: 8
Comment here