Opini

Menyoal Ponpes Al Zaytun, di Mana Peran Negara?

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh Suryani

wacana-edukasi.com, OPINI– Beberapa pekan terakhir ini pemberitaan tentang Ponpes al-Zaitun santer terdengar di berbagai media telivisi maupun media sosial. Hal tersebut dipicu oleh kegiatan keagamaan yang dilakukan dinilai menyimpang serta menyalahi ketentuan syariat. Itu pula yang memaksa para pemuka agama dan semua elemen masyarakat mendatangi pesantren dan menuntut pemerintah untuk membubarkan Ma’had al-Zaitun.

Menyikapi hal ini Ketua Forum Ulama Ummat Indonesia (FUUI) KH Athian Ali mempertanyakan sikap pemerintah yang terkesan lamban dalam menyelesaikan persoalan tersebut. Bahkan beliau menilai adanya saling lempar tangan antara pemerintah daerah, pusat dan aparat terkait. Padahal pihak FUUI telah menyerahkan berbagai dokumen berisi temuan dan bukti-bukti penyimpangan yang diajarkan pesantren al-Zaitun sejak tahun 2001 silam, namun tidak ada tindakan apapun. (Republika, Sabtu 17/6/2023)

Memang sejak berdirinya pesantren ini tak lepas dari misteri dan kontroversi, bahkan disebut-sebut punya hubungan dekat dengan Negara Islam Indonesia (NII) KW 9 yang ajarannya banyak menyesatkan umat diantaranya, menganggap kafir di luar golongannya, dihalalkan mencuri, menipu, merampok bahkan terhadap harta milik keluarganya hanya untuk menyetor ke pesantren tersebut, berhaji tidak harus ke Mekkah, dan lain-lain.

Ditambah lagi baru-baru ini penyimpangan al-Zaitun kembali mencuat setelah viralnya vidio pelaksanaan shalat Idul Fitri yang diatur berjarak dan ada perempuan diantara saf laki-laki, diikuti statemen pimpinannya yang mengaku komunis dan bermazhab Soekarno. Serta ajakannya untuk menyanyikan salam Yahudi bersama jemaah yang hadir.

Ternyata bukan kali ini saja “keanehan” yang dilakukan pesantren al-Zaitun. Semenjak tahun 2000an suara miring dan laporan telah disampaikan oleh elemen masyarakat termasuk MUI dan FUUI. Namun sayang tidak ada tindakan tegas dari pemerintah terkait, yang ada justru mereka memberikan pujian dan dukungan karena Ponpes ini merupakan pesantren termegah dan terbesar di Asia Tenggara.

Sikap inilah yang membuat penyesatan akidah dan penyimpangan ajaran Islam semakin banyak dan tumbuh subur di negeri ini. Berulang kali kita dengar kelompok-kelompok yang mengatas namakan Islam, namun pemahaman akidah dan tata cara beribadahnya bertentangan dengan syariat yang dibawa oleh Nabi Muhamad saw. Tentu hal tersebut akan banyak menyesatkan umat, apalagi tak sedikit di antaranya yang belum paham Islam secara sempurna.

Seharusnya ketika sudah terbukti bahwa ajaran al-Zaitun itu sesat dan menyesatkan negara segera bertindak tegas untuk melindungi akidah umat, dengan segera menutup dan membubarkan pesantren tersebut. Mengadili pimpinan dan jajarannya serta orang-orang yang membekingnya, juga melakukan edukasi penyadaran kepada semua pengikutnya agar kembali kepada ajaran yang benar.

Namun hal itu ternyata sulit dilakukan pemerintah karena mereka mengadopsi sistem demokrasi sekuler yang menjunjung tinggi kebebasan, termasuk kebebasan beragama. Atas nama HAM mau tidak mau negara wajib mewadahi aspirasi masyarakat dalam berkeyakinan walaupun itu batil. Sehingga yang menjadi standar benar dan salah adalah HAM itu sendiri bukan dari sang pencipta manusia yakni Allah Swt.
Maka dalam hal ini nyata sudah negara telah gagal dalam melindungi akidah umat.

Di sisi lain penguasa begitu gencar melakukan kriminalisasi dan monsterisasi terhadap umat yang mendakwahkan Islam serta pelaksanaan syariatnya secara kafah. Mereka dituduh radikal, ektrimis dan intoleran. Padahal sudah jelas Allah memerintahkan umatnya agar memasuki Islam secara kafah lewat firman-Nya:

“Wahai orang-orang yang beriman! Masuklah ke dalam Islam secara keseluruhan (kafah), janganlah kamu ikuti langkah-langkah setan. Sungguh, setan musuh yang nyata bagimu. (Terjemah Surah al-Baqarah ayat 208)

Itulah yang melandasi penguasa dalam sistem Islam. Mereka akan menerapkan Islam secara menyeluruh dalam pemerintahannya. Sistem ini akan melindungi akidah umat sehingga akan senantiasa terjaga kemurniannya. Mulai dari akidah sampai pada pelaksaanaan syariat dipastikan tidak akan pernah menyimpang dari ajaran yang telah Rasulullah saw. contohkan.

Semenjak dini masyarakat dalam Islam akan dikuatkan akidahnya melalui peran keluarga dalam mendidik anak-anaknya. Sistem pendidikan yang berlandaskan Islam mampu menjaga umat dari gempuran pemikiran yang menyesatkan. Di samping itu media-media yang ada akan digunakan hanya untuk acara yang menguatkan akidah dan kecintaan kepada Allah Swt. serta kemulian Islam.

Ketika sudah terbukti ada penyimpangan seperti yang terjadi di al-Zaitun, yang sudah jelas membahayakan akidah umat negara tidak akan membiarkannya berkembang, sesegera mungkin akan ditindak tegas melalui sanksi bagi pemimpinannya berupa hukuman mati kalau tidak mau bertaubat. Bagi pengikutnya akan diedukasi supaya kembali kepada kebenaran, ketika masih tetap tidak mau kembali pada ajaran yang benar maka hukuman mati pun menjadi sanksinya. Mereka semua dihukumi murtad karena sudah keluar dari keyakinan yang sahih.

Itulah bentuk penjagaan negara dalam menjaga akidah umatnya. Hal tersebut hanya bisa dilakukan bila negara menerapkan Islam secara kafah. Maka dari itu dibutuhkan peran dari semua umat muslim agar bersama-sama untuk memperjuangkannya.

Wallahu alam bi ash-Shawwab

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 18

Comment here