Opini

Menyoal PP no 28 Tahun 2024

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh: Khodijah Ummu Hannan

wacana-edukasi.com, OPINI– Pelayanan kesehatan merupakan salah satu tanggung jawab yang harus dipenuhi oleh negara terhadap seluruh warganya. Karena kesehatan adalah kebutuhan mendasar bagi rakyat. Begitu juga pendidikan dan perumahan.

Namun, dalam upaya pemenuhan semua itu, norma agama tidak boleh diabaikan.
Sebagaimana yang telah ditandatangani oleh Presiden Jokowi pada tanggal 26 Juli 2024. Beliau menandatangani Peraturan Pemerintah (PP) No 28 Tahun 2024 tentang Pelaksanaan Undang-Undang No 17 Tahun 2023 mengenai kesehatan. PP tersebut resmi mengatur penyediaan alat kontrasepsi bagi anak usia sekolah dan remaja.

Dilansir dari Kompas.com, Senin (5/8/24), Pasal 103 ayat (4) huruf e PP No 28 Tahun 2024 menyatakan: “Pelayanan Kesehatan reproduksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) minimal mencakup: (a) deteksi dini penyakit atau skrining; (b) perawatan ; (c) rehabilitasi; (d) nasehat ; dan (e) penyediaan alat kontrasepsi.”

Kebijakan yang Menuai Polemik

Dengan disahkannya Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024, telah menimbulkan polemik di berbagai kalangan. Salah satunya disuarakan oleh Anggota Komisi IX DPR RI, Netty Prasetiyani Aher, menurutnya sangat tidak lazim ketika anak sekolah dan remaja diberikan alat kontrasepsi. Apakah tujuannya untuk memfasilitasi hubungan seksual di luar pernikahan? Netty juga menyoroti penggunaan istilah “perilaku seksual yang aman, sehat dan bertanggungjawab”. Bagi anak sekolah dan remaja, apakah hal ini mengisyaratkan legitimasi hubungan seks sebelum pernikahan?.(Nasional.Tempo.co, 7/8/2024).

Keberatan juga disampaikan oleh pengamat pendidikan Indra Charismiadi. Ia mempertanyakan landasan pemerintah dalam merumuskan kebijakan tersebut. Hal ini dianggap dapat menimbulkan kegemparan dan menimbulkan spekulasi di kalangan masyarakat.(7 Agustus 2024).

Ungkapan ketidaksetujuan juga disampaikan oleh ketua JSIT Indonesia, Fahmi Zulkarnain. Fahmi meminta agar PP tersebut dihapus. Sebab menurut Fahmi hal tersebut menggambarkan adanya aktivitas seksual pada usia sekolah dan remaja. Sementara, mereka tentu belum menikah. Apabila ingin melakukan harus aman dan sehat untuk itu pemerintah menyediakan layanan alat kontrasepsi.
“Membangun pemahaman dalam pendidikan seksual bagi usia sekolah dan remaja harus dilakukan dengan sangat hati-hati. Karena jika edukasi tentang seksualitas disampaikan dengan tidak tepat, hal ini justru dapat meningkatkan risiko pergaulan bebas dan perilaku seksual yang tidak wajar.” Tambah Fahmi.( Sindonews.com 5/8/2024).

Ciri Kebijakan Sistem Kapitalisme sekuler

Pengesahan PP No 28 Tahun 2024 menunjukkan dengan kentara bahwa pemimpin dan staf di negeri ini menerapkan sistem Kapitalisme sekuler. Ini tampak dari kebijakan yang dibuat mereka sangat kental dengan liberalisasi. Dari pasal tersebut mengindikasikan bahwa kebebasan menjadi standar perbuatan di negeri ini.

Perkara yang penting aman, sehat dan bertanggungjawab. Seorang pelajar atau remaja boleh melakukan aktivitas seksual meskipun belum menikah. Tanpa mempedulikan lagi apakah sesuai dengan agama atau tidak. Artinya dengan adanya PP ini sama saja melegalkan perbuatan zina bagi anak sekolah dan remaja yang belum menikah.

Praktik seks bebas di kalangan remaja merupakan isu yang sangat mengkhawatirkan. Data yang disajikan oleh BKKBN menunjukkan bahwa sebanyak 60 persen remaja dalam rentang usia 16-17 tahun telah terlibat dalam praktik seks bebas. Angka ini menurun sedikit pada usia 14-15 tahun, dengan persentase sebesar 20 persen. Namun, tetap menjadi perhatian serius. Bahkan pada usia 19-20 tahun, masih terdapat 20 persen remaja yang terlibat dalam praktik ini (Solopos.com, 4/8/2023).

Kehamilan tak diingankan pun tidak dapat dielakkan. Data BKKBN 2020: kehamilan tak diinginkan di Indonesia 17,5%. Di DKI Jakarta, usia kehamilan pertama <20 tahun 2020: 29,32%, naik dari 29,13% 2019.Dari penduduk remaja (usia 14-19 tahun), 19,6% kasus kehamilan tak diinginkan (KTD) dan sekitar 20% kasus aborsi dilakukan oleh remaja (BKKBN, 2021). Alhasil, banyak remaja yang melakukan seks bebas menuai hasilnya dengan banyak remaja yang terkena HIV- AIDS. Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) merilis laporan yang menemukan bahwa sebanyak 1.188 anak Indonesia ditemukan mengidap HIV positif pada tahun 2022. Data dikumpulkan antara Januari dan Juni 2022. Laporan IDAI menunjukkan bahwa kelompok usia 15-19 tahun yang tergolong remaja merupakan kelompok yang paling banyak tertular HIV. Sebanyak 741 remaja (3,3 persen) terinfeksi HIV. Banyak juga kasus bayi di bawah usia 4 tahun, sebanyak 274 infeksi HIV diidentifikasi pada kelompok usia ini. Selain itu, 173 kasus baru infeksi HIV terkonfirmasi pada kelompok usia 5 hingga 14 tahun. (Republika.com.3/9/22). Meskipun telah dilakukan langkah-langkah preventif dan kuratif, namun sayangnya belum mencapai inti dari permasalahan ini. Hal ini semakin menyoroti ketidakmampuan dan kelalaian negara dalam memberikan kemaslahatan kepada rakyat. Seperti perawatan kesehatan secara menyeluruh, khususnya dalam hal reproduksi generasi dan jaminan masa depan mereka. Maka, negara seharusnya segera mencabut Peraturan Pemerintah ini. Karena akan menimbulkan masalah baru dan melegitimasi perbuatan perzinaan. Pandangan Islam إِنِ ٱلۡحُكۡمُ إِلَّا لِلَّهِۖ يَقُصُّ ٱلۡحَقَّۖ وَهُوَ خَيۡرُ ٱلۡفَٰصِلِينَ “Menetapkan hukum itu hak preogatif Allah. Dia mengklarifikasi yang hakiki dan Dia Pemberi keputusan yang paling baik“. (QS. Al- An'am:57). Demikianlah Alquran menegaskan bahwa yang berhak mengatur hukum hanyalah Allah SWT. Selain itu, manusia yang memiliki keterbatasan tidak akan mampu merumuskan peraturan yang paling sesuai bagi seluruh umat manusia. Aturan yang menenangkan jiwa, memuaskan akal, dan sejalan dengan fitrah manusia. Demikian pula, manusia tidak akan sanggup menciptakan peraturan yang menjamin keadilan, membawa kesejahteraan, dan kebahagiaan di dunia maupun di akhirat. Namun sayang, kesombongan manusia telah menyebabkan mereka menjadi congkak dengan membuat aturan yang jelas melanggar ketentuan Allah. Hal ini mengarah pada kehancuran generasi dan menjatuhkan mereka ke dalam jurang kehinaan (perzinaan). Islam sebagai agama yang mengatur hubungan manusia dengan Tuhannya, hubungan individu dengan dirinya sendiri, dan hubungan sosial antarmanusia. Semua telah diatur secara komprehensif. Pelayanan kesehatan merupakan hak bagi setiap warga negara. Oleh karena itu, dalam sistem Islam, negara akan memberikan layanan tersebut dengan optimal tanpa membedakan status sosial, baik miskin maupun kaya. Tetapi tetap dalam batasan hukum Allah. Perbuatan zina dianggap sebagai tindakan tercela. Pelakunya akan mendapat hukuman yang berat, yaitu cambukan sebanyak 100 kali diikuti dengan pengucilan (bagi pelaku zina yang belum menikah). Serta hukuman rajam bagi pelaku zina yang sudah menikah. Untuk mencegah terjadinya perbuatan zina, negara akan mendorong penanaman nilai ketakwaan kepada seluruh warganya. Hal ini seharusnya ditanamkan sejak usia dini oleh orang tua dan diteruskan melalui sistem pendidikan. Pendidikan Islam akan menerapkan kurikulum yang berbasis pada ajaran Islam. Sehingga generasi muda akan memahami hukum-hukum Allah dan dapat menjauhkan diri dari perbuatan tercela, termasuk zina. Dengan demikian, menjadi jelas bahwa hanya sistem Islam yang mampu melindungi generasi. Wallahu'alam

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 36

Comment here