Oleh : Irohima
Wacana-edukasi.com, OPINI-– Tahun ajaran baru masih akan dimulai beberapa bulan lagi tapi persiapan menyambut masa ajaran baru sekolah sudah dimulai. Tak hanya para orang tua yang sibuk mempersiapkan anak-anaknya tapi pemerintah juga telah merombak sistem penerimaan peserta didik untuk tahun ajaran 2025/2026.
Pemerintah melalui Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) resmi mengganti sistem Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) menjadi Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB) pada tahun 2025. Berbeda dengan jalur penerimaan siswa yang meliputi zonasi, afirmasi, perpindahan tugas orang tua/wali, dan / atau prestasi yang ditetapkan dalam PPDB, SPMB memiliki empat jalur yang bisa dipilih dalam penerimaan siswa baru, yaitu jalur domisili yang menggantikan sistem zonasi, jalur afirmasi yang diperuntukkan untuk siswa yang kurang mampu, jalur mutasi bagi calon siswa yang pindah domisili karena perpindahan tugas orang tua/wali serta untuk anak guru, dan jalur prestasi ( BBC News Indonesia, 24/01/2025).
Mendikdasmen, Abdul Mu’ti mengatakan bahwa perubahan sistem ini untuk memperbaiki kelemahan-kelemahan pada sistem pendidikan sebelumnya. Perubahan ini juga dimaksudkan untuk menciptakan sistem penerimaan siswa yang lebih transparan, objektif, akuntabilitas tinggi, serta lebih inklusif bagi semua calon siswa. SPMB juga melakukan inovasi baru dengan melibatkan sekolah swasta dalam proses penerimaan siswa dengan tujuan mengurangi potensi membludaknya peminat sekolah negeri juga membantu siswa yang tidak lolos di sekolah negeri agar tetap mendapatkan akses pendidikan yang berkualitas.
Jika sebelumnya sistem terdahulu terutama PPDB jalur zonasi yang digadang-gadang bisa menciptakan pemerataan kualitas dan akses pendidikan bagi semua anak Indonesia mengalami pro dan kontra dalam pelaksanaannya, kini pergantian sistem sekarang pun mendapat tidak sedikit keraguan publik, pasalnya telah umum diketahui bahwa pejabat dan birokrat di Indonesia kerap merombak sistem untuk kosmetik atau casing belaka tanpa adanya perubahan substansial. Istilah “ Ganti Menteri, Ganti Kurikulum atau sistem’ telah lama menjadi istilah yang populer di kalangan masyarakat.
Bukan tanpa alasan jika kepercayaan publik makin menurun terhadap kebijakan baru terkait pendidikan sekarang, mengingat kebijakan yang terdahulu sering tak relevan dengan fakta yang terjadi di lapangan. Tujuan sistem kemarin yang awalnya ingin menghapus dikotomi antara sekolah unggulan dan sekolah biasa, namun realitasnya sistem ini justru memunculkan celah kecurangan seperti manipulasi domisili, ketimpangan kualitas sekolah, dan pembatasan hak orang tua dalam memilih sekolah untuk anak.
Berbagai contoh kasus kecurangan pada PPDB tahun ajaran 2024/2025 yaitu yang terjadi di Depok, sebanyak 51 calon peserta didik dianulir karena dugaan katrol raport atau yang terjadi di Jawa Tengah, sebanyak 69 calon peserta didik yang menggunakan piagam palsu agar diterima di sekolah yang mereka tuju. Penambahan rombongan belajar dan penambahan jalur di luar prosedur juga dilaporkan dalam temuan sementara Ombudsman RI. Dan dari pengaduan masyarakat didapati adanya dugaan maladministrasi yang didominasi penyimpangan prosedur sebanyak 51%, tidak memberi layanan sebanyak 13%, tidak kompeten sebesar 12%, adanya diskriminasi sebesar 11%, penundaan berlarut sebanyak 7%, permintaan imbalan uang, barang dan jasa sebanyak 2%, tidak patut 2%, dan penyalahgunaan wewenang 2%.
Tak sedikit pihak yang menilai bahwa sistem PPDB tak akan berbeda jauh dengan sistem SPMB, seperti pengamat pendidikan dari Universitas Negeri Jakarta, Rahmat Hidayat yang mengatakan bahwa perubahan sistem zonasi ke sistem domisili masih akan menyisakan satu masalah yang sama karena masih banyak orang tua yang melakukan manipulasi data agar anaknya bisa bersekolah di daerah tertentu.
Sekedar mengubah nama tidak akan berarti jika tidak ada upaya nyata mewujudkan pemerataan sarana pendidikan. Terlebih dalam sistem kapitalisme saat ini. Pendidikan dalam Kapitalisme memiliki nilai dan tujuan yang sama sekali berbeda dengan nilai dan tujuan pendidikan yang sebenarnya, tujuan utama pendidikan yang mulia yakni membentuk individu agar memiliki karakter yang baik, bermoral, dan memiliki kemampuan makin mengalami pergeseran. Sistem pendidikan ala kapitalisme lebih berorientasi kepada materi bukan pada kebutuhan masyarakat atau individu dan ini meniscayakan pendidikan akan lebih berfokus pada menghasilkan output yang dapat bekerja menghasilkan keuntungan daripada mengembangkan kemampuan dan ketrampilan individu.
Pendidikan dalam kapitalisme dianggap sebagai komoditas yang dapat dibeli dan dijual, dan dalam sistem ini, pendidikan menjadi sebuah industri yang menghasilkan keuntungan bagi yang menyediakannya. Tak heran jika kemudian banyak bermunculan berbagai sekolah yang berlomba menawarkan keunggulan dan program belajar yang diklaim mampu mendongkrak kemampuan individu agar dapat bersaing di pasar kerja. Sistem pendidikan ala kapitalisme juga cenderung tidak adil dan merata, karena akses pendidikan yang berkualitas hanya bisa digunakan oleh individu atau keluarga yang memiliki kemampuan ekonomi yang mapan, sedangkan si ‘papa’, hanya bisa pasrah dan menerima. Sungguh, sistem pendidikan ala kapitalisme tak hanya melahirkan kesenjangan sosial dan ekonomi tapi juga melahirkan output yang lemah dan memiliki kemampuan terbatas. Selain itu berbagai kebijakan yang lahir dari sistem pendidikan ala kapitalisme menelurkan berbagai masalah yang tak ada hentinya.
Mendapatkan pendidikan adalah hak dasar bagi seluruh rakyat, maka dari itu, negara dalam Islam tak hanya akan memberikan akses yang mudah bagi semua rakyat tapi juga memfasilitasi seluruh hal yang terkait dengan pendidikan mulai dari gedung sekolah, guru hingga kurikulum pendidikan yang terbaik dan sesuai dengan syara. Visi dan misi pendidikan dalam Islam berbeda dengan kapitalis, jika kapitalis lebih cenderung menghasilkan output dengan mental pekerja, Islam justru menghasilkan output yang tak hanya memiliki kecerdasan tapi juga keimanan dan ketakwaan, serta kemampuan dalam mengarungi kehidupan.
Negara dalam Islam akan memberi perhatian besar pada aspek pendidikan karena maju tidaknya suatu negara akan sangat bergantung pada kualitas generasinya. [WE/IK].
Views: 12
Comment here