wacana-edukasi.com, SURAT PEMBACA– Baru-baru ini Bupati Bandung Dadang Supriatna akan mengeluarkan kebijakan untuk membebaskan pajak bumi dan bangunan (PBB), khususnya lahan pertanian padi sawah di Kabupaten Bandung. Meski begitu, Pemkab Bandung masik akan melakukan evaluasi menyeluruh terkait berapa luasan lahan padi sawah yang akan dibebaskan pajaknya.
Hal tersebut disampaikannya pada kegiatan seminar sehari ‘Peningkatan Profesionalisme Penyuluhan Pertanian Melalui Penguatan Sarana Prasarana Penyuluhan untuk Mewujudkan Pembangunan Pertanian Berkelanjutan’ di Graha Alif, Kecamatan Solokanjeruk, Kabupaten Bandung, Kamis (10/11). Seminar yang diselenggarakan oleh Dinas Pertanian ini diikuti 130 penyuluh pertanian lapangan (PPL) dan 38 petugas pengendali organisme pengganggu tumbuhan (POPT).
Dalam kesempatan tersebut, bupati yang akrab disapa kang DS ini menjelaskan rencana mengeluarkan kebijakan baru ini merupakan wujud keberpihakannya kepada masyarakat wajib pajak daerah.
Kalau kita menelisik Perda Kabupaten Bandung Nomor 1 Tahun 2019 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan yang berisi: a. bahwa pertanian pangan merupakan sumber daya alam yang dikaruniakan oleh Tuhan Yang Maha Esa yang dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk kemakmuran dan kesejahteraan rakyat sehingga perlu dilindungi dan dikembangkan secara konsisten;
b. bahwa sektor pertanian memiliki peran yang strategis dalam mendukung perekonomian nasional daerah tanpa degradasi, alih fungsi, fragmentasi lahan pertanian pangan guna mewujudkan kemandirian, ketahanan, dan kedaulatan pangan;
c. bahwa dalam rangka memberikan dasar pengaturan pelaksanaan perlindungan lahan pertanian pangan di Kabupaten Bandung berdasarkan ketentuan Pasal 25 Undang-Undang No 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan diperlukan pengaturan perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Daerah tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan;
Jadi, kalau berdasarkan Perda diatas para petani untuk mendapatkan perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan sudah seharusnya menjadi hak mereka sehingga tidak perlu adanya pembayaran pajak bumi dan bangunan (PBB).
Adapun pendapat bapak bupati bahwa rencana kebijakan itu merupakan wujud keberpihakannya kepada para petani sebenarnya memang seharusnya sepeti itu.
Tidak heran kenapa para pemimpin dalam sistem kapitalisme ketika mereka mengeluarkan kebijakan seolah itu bukanlah kewajiban mereka dalam melindungi rakyatnya tetapi itu bentuk perhatian mereka pada rakyat.
Dalam sistem kapitalisme seorang pemimpin seperti layaknya pedagang kepada rakyatnya, makanya tidak heran kalau rakyat harus selalu membeli, baik fasilitas maupun perlindungan.
Dalam sistem kapitalisme juga pajak merupakan kewajiban bagi rakyat yang memiliki harta baik berupa tanah(sawah), bangunan dan lain sebagainya.
Berbeda dengan Islam hukum asal menarik pungutan (pajak) dari rakyat adalah haram. Hanya saja, syariah Islam telah menetapkan kondisi-kondisi tertentu yang membolehkan negara menetapkan pajak atas rakyat. Hanya saja, pajak yang ditetapkan oleh negara Islam tentu saja tidak sama dengan pajak dalam negara kapitalis, baik dari sisi latar belakang, tujuan, dan peruntukannya. Diantara perbedaannya yaitu:
Pertama, karena hukum asal pajak adalah haram, maka pajak akan ditarik ketika negara Islam dalam keadaan darurat dimana suatu keadaan yang jika negara tidak menarik pungutan (pajak) akan menimbulkan kemadaratan bagi rakyat atau menyebabkan terhambatnya pengaturan urusan rakyat.
Kedua, dalam Islam penarikan pajak dilakukan secara selektif. Artinya, tidak semua orang dibebani untuk membayar pajak. Hanya pihak-pihak yang dirasa mampu dan berkecukupan saja yang akan dikenai pajak.
Ketiga, pajak dalam pandangan syariah Islam adalah pemasukan yang bersifat pelengkap, bukan sebagai pemasukan utama dalam APBN sistem Islam. Negara Islam hanya akan memungut pajak jika negara berada dalam keadaan darurat, yaitu ketika harta di Baitul Mal tidak mencukupi.
Inilah kondisi-kondisi yang mewajibkan negara untuk memungut pajak dari kaum Muslim. Selain kondisi-kondisi diatas, negara tidak boleh (haram) mewajibkan pajak.
Apalagi di dalam Islam tugas seorang pemimpin adalah ri’ayah suunil ummah atau memikirkan, dan mengelola semua urusan dan nasib umat(rakyat).
Kekuasaan dalam Islam digunakan untuk melaksanakan amanat syariat Allah SWT, karena syariat adalah Rahmat. Tanpa rahmat kita tak akan selamat dunia akhirat.
Sebagaimana sabda Rasulullah saw.:
“Barang siapa (dari umaku) yang ketika bangun pagi tidak memikirkan nasib umat, maka dia bukan umatku(umat Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wassalam)”.
HR. Ahmad.
Jadi ketika bupati membebaskan pajak sawah dari para petani adalah sudah menjadi suatu keharusan yang dilakukan oleh pemerintah.
Wallahu’alam bishshawab
Dari: Sumiati
Views: 7
Comment here