Oleh: Leny Agustin, S.Pd
Wacana-edukasi.com. Tepat pada Kamis (20/8/2020) Khilafah Channel mempersembahkan sebuah karya fenomenal anak negeri berjudul Jejak Khilafah di Nusantara. Peluncuran film tersebut bersamaan dengan perayaan tahun baru Islam, 1 Muharram 1442 H.
Film dokumenter ini digadang-gadang akan membalik sejarah yang selama ini ditutup-tutupi oleh Barat sebagai bagian dari upaya mereka menjauhkan kaum Muslimin dari sejarah dan perjuangan atas nama keimanan. Baik dalam hal penyebaran Islam di Bumi Pertiwi maupun perlawanan melawan penjajah. Sebagai contoh, Aceh. Sebuah wilayah yang terkenal dengan Perda Syariah-nya ini tidak bisa dilepaskan dari sejarah eratnya hubungan wilayahnya dengan Khilafah Islam. Pro kontra tentu saja menjadi bumbu perjuangan hingga ada pihak yang mengklaim bahwa jejak Khilafah di Indonesia ahistoris.
Seruan Khilafah tidak hanya sebatas wilayah Nasional Nusantara namun mencuat di berbagai belahan dunia sebut saja Turki. Kata “Khilafah” terus menjadi pembicaraan banyak negara, bukan hanya Indonesia tapi seluruh dunia. Ide Khilafah kian laris manis menjadi topik hangat, bahkan kesadaran umat makin besar untuk memperjuangkannya.
Hal tersebut tampak dari kegelisahan para penguasa dalam sistem sekuler yang terus berupaya membendung geliat perjuangannya. Baik menggagalkan setiap agenda perjuangan Khilafah ataupun dengan menangkap dan memenjarakan para aktivisnya.
Apalagi kini, setelah pengembalian status Masjid Hagia Sophia (Ayasofia), seruan Khilafah semakin mendapat sambutan publik Turki. Seantero Turki menjadi gempar setelah majalah yang dimiliki Albayrak Media Group mengeluarkan seruan untuk membangkitkan kembali kekhilafahan Islam.
Pemimpin redaksi majalah tersebut, Gercek Hayat, menyeru untuk membangkitkan kembali kekhilafahan dalam majalah terbitan 27 Juli. Memicu kemarahan publik di media sosial bagi mereka yang menganggap bahwa pemerintahan Turki tetaplah pemerintahan sekuler. Tidak akan berubah menjadi kekhilafahan.
Asosiasi Bar Ankara kemudian melakukan pengaduan pidana terhadap Gercek Hayat dengan tuduhan menghasut orang-orang melakukan pemberontakan bersenjata melawan Republik Turki, menghasut masyarakat membentuk kebencian dan permusuhan, dan menghasut orang untuk tidak mematuhi hukum (republika.co.id, 28/7/2020).
Dalam tulisan ini, akan dibahas secara ringkas bagaimana kronologis / sejarah sekulerisme dalam memusuhi negara yang berlandaskan pada agama, khususnya daulah khilafah Islamiyah dan bagaimana cara memenangkan ideologi Islam atas ideologi sekulerisme.
Sejarah Singkat Sekularisme
Pada dasarnya sekularisme timbul akibat ketidakpuasan masyarakat Eropa terhadap sikap kaum gereja sekitar abad pertengahan karena kaum gereja ingin berkuasa secara mutlak dalam segala permasalahan. Ajaran injil diidentikan dengan paus, sementara orang lain tidak berhak menafsirkan. Paus dianggap mewakili kerajaan Tuhan di bumi ini sehingga segala perintah dan keputusanya harus ditaati, tidak boleh dikritik karena pendapatnya maksum.
Paus mempunyai hak penuh untuk mengangkat atau memberhentikan seorang raja dan menghapuskan dosa seseorang. Selain itu kegiatan ilmu pengetahuan berada dibawah pengawasan mereka, orang lain tidak bebas mencarai ilmu pengetahuan kecuali setelah mendapat persetujuan dari mereka. Demikian pula dalam hal berpikir dan menyatakan pendapat senantiasa di tekan dan dikekang secara ketat sementara para ahli ilmu pengetahuan sering kali dicap sebagai orang-orang murtad.
Ketika ilmu-ilmu pengetahuan di dunia Islam meluas ke benua Eropa dan setelah mempelajari buku-buku karangan Ibn Rusyd khususnya, barulah gejolak perubahan alam pikiran mulai timbul disana. Perubahan ini terkenal dalam sejarah dengan apa yang disebut masa Renaissance. Pada waktu itu mulai bermunculan tokoh-tokoh pemikir di kalangan mereka yang berani menyatakan ketidaksenangan terhadap sikap gereja yang selalu mengekang dan membatasi kegiatan ilmiah serta menindas kebebasan berpikir sehingga timbulah bentrokan-bentrokan di mana-mana.
Untuk mengatasai hal tersebut munculah gagasan pemisahan kekuasaan yang menghendaki agar kaum gereja hanya mengurus masalah pribadi terutama hal-hal yang menyangkut ritual keagamaan seperti perkawinan, kematian, kebangkitan dan sebagainya, sedangkan kegiatan-kegiatan ilmiah yang bersifat duniawi diurus oleh negara.
Jelaslah mereka yang berhubungan dengan masalah politik, ekonomi, pendidikan, hukum dan ketatanegaraan diurus negara dan tidak boleh dicampuri kaum gereja. Ide-ide pemisahan inilah yang disebut Sekularisme.
Wallahu’alam-bishowab
Views: 3
Comment here