Oleh: Mita Octaviani S.Pd
wacana-edukasi.com– Momen kemerdekaan yang penuh kegembiraan dan perayaan setiap tahun bertepatan tanggal 17 Agustus dengan berbagai perlombaan selalu meriah. Dari mulai perlombaan makan kerupuk, balap karung, dan panjat pohon pinang. Belum lagi dengan konser musik dan kemeriahan kembang api sampai larut malam. Dibalik hingar bingar perayaan kemerdekaan, umat islam perlu bertanya, apakah negeri ini sudah benar-benar merdeka sepenuhnya? Apakah hanya dengan mengikuti perayaan yang tiap tahun yang digelar sudah cukup menumbuhkan rasa cinta NKRI?
Jika kita melihat kebelakang, berbagai macam perlombaan tersebut adalah warisan dari penjajah. Dilansir dari Hops.id 13/07/21, dalam surat instruksi Wali Kota Langsat nomor 450/2381/2019 tentang peringatan HUT RI Ke-74 yang ditujukan kepada seluruh pimpinan Organisasi Perangkat Daerah (OPD), para kepala desa, dan para pimpinan BUMN/BUMD di wilayah Kota Langsa. Dalam surat himbauan itu, poin ke-4 menjelaskan alasan mengapa lomba panjat pinang tak diperbolehkan. Pihaknya berdalih karena “secara historis (lomba panjat pinang) merupakan peninggalan kolonial Belanda dan tidak ada nilai edukasinya”. (CTH)
Jelas, bahwa nilai-nilai islami tidak dapat ditemui dalam perayaan ini. Faktanya banyak kemudharatan yang terjadi di Lapangan. Seperti ikhtilat atau campur baur antara laki-laki dengan perempuan. Memicu pergaulan bebas di kalangan generasi muda, dan lainnya.
Siapa yang Paling NKRI
Ketika Negara dalam naungan Islam Kaffah dan umat-umatnya tunduk pada hukum Allah, maka secara langsung akan tercipta semua elemen masyarakat yang mengenal perjuangan sebenarnya yang dilakukan bangsanya terdahulu. Mampu menghargai perjuangan bangsanya dan melanjutkan sesuai dengan syariat dan tunduk pada hukum Allah yang maha sempurna bukan hukum buatan manusia yang banyak kekurangannya.
Umat yang mampu melanjutkan perjuangan dengan terbebas dari ketergantungan pihak asing yang mencengkram segala aspek penting dalam Negara yang seharusnya dikelola oleh umat dan kembali untuk umat. Sudahkan umat merasakan hasil Sumber Daya Alam yang melimpah di Negeri ini? Belum bukan? Malah semakin banyaknya lapangan pekerjaan untuk menjual Sumber Daya Alam seperti Air, Gas, dan Padang Rumput yang luas menjadi sumber pekerjaan bagi umat saat ini. Tak ada pilihan lain, bak “Tak ada akar rotan pun jadi” demi dapur tetap ngebul dan demi sesuap nasi di tengah sulitnya mencari pekerjaan yang sesuai dengan syariat dalam Negeri yang merdeka.
Dalam sebuah hadist Rasulullah bahwa “Kaum Muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air, dan api”. (HR. Abu Dawud dan Ahmad).
Hadits tersebut menyatakan bahwa kaum Muslim (manusia) berserikat dalam air, padang rumput, dan api. Dan bahwa ketiganya tidak boleh dimiliki oleh individu.
Negeri yang sejatinya mampu memenuhi kebutuhan umatnya perlahan terus bergeser demi kepentingan individu dan kelompok yang berkuasa. Negeri yang amat kaya dalam bidang perikanan dan kelautan hingga disebut dengan Negara maritim. Negeri yang dikatakan sebagai lumbung Nasional karena padi begitu tumbuh subur ditambah dengan hasil bumi lainnya melimpah. Negeri yang kaya dengan Minyak Bumi dan hasil tambang lainnya. Negeri yang tumbuh subur dengan berbagai bahan pangan namun masih banyak ditemukan umat yang kelaparan dan kematian karena kekurangan pasokan bahan pangan.
Mengingat kembali perjuangan Umar Bin Khattab kala itu, dilansir dari Detik.com 04/05/20 Dari buku ‘The Khalifah’ karya Abdul Latip Talib, di suatu malam Umar mengajak asistenya Aslam melakukan ronda keliling kota. Umar melihat sebuah pondok dengan kompor yang menyala di tengah jalanan yang sepi. Umar juga mendengar suara anak-anak yang menangis dari pondok tersebut.
Amirul Mukminin kemudian pergi ke pondok tersebut untuk mengetahui kondisi sebenarnya. Umar melihat seorang ibu yang terlihat memasak sesuatu di tengah pondok dikelilingi anak-anak yang menangis. Umar kemudian mengetuk pintu pondok dan bertanya penyebab anak-anak tersebut menangis. Umar juga bertanya makanan yang sedang dimasak ibu tersebut untuk anak-anaknya.
Ibu tersebut menjawab anak-anaknya menangis karena lapar. Di dalam panci yang dimasak sebetulnya adalah air dan batu. Sang ibu berharap anak-anaknya lelah menunggu masakan matang hingga akhirnya tertidur. Semua bahan makanan yang ada dalam rumah tersebut sudah habis, hingga dia dan anak-anaknya kelaparan selama tiga hari belakangan.
Umar bin Khattab kemudian segera ke Baitul Mal dan mengambil bahan makanan yang diperlukan ibu dan anak-anaknya. Sang khalifah membawa dan memberikan sendiri bahan makanan pada keluarga tanpa bantuan Aslam. Umar kemudian masuk ke dalam pondok dan membantu sang ibu memasak untuk anak-anaknya. Makanan tersebut kemudian diberikan pada anak-anaknya hingga tak lagi merasa lapar.
Hikmah pelajaran yang dapat diambil untuk kita adalah begitu perhatian nya Umar kepada setiap umatnya, tidak ingin lalai dalam menjadi pemimpin karena kelak akan diminta pertanggungjawabannya yang amat besar karena menelantarkan umatnya.
Merdeka dengan Melanjutkan Perjuangan
Islam telah mengajarkan kita bagaimana menjaga dan mencintai Negara. Dengan tidak berbuat kemungkaran dan kezaliman pada bumi kita tercinta. Seperti dalam ayat Al-Qur’an berikut:
وَلَا تُفْسِدُوْا فِى الْاَرْضِ بَعْدَ اِصْلَاحِهَا وَادْعُوْهُ خَوْفًا وَّطَمَعًاۗ اِنَّ رَحْمَتَ اللّٰهِ قَرِيْبٌ مِّنَ الْمُحْسِنِيْنَ
Artinya:
Dan janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi setelah (diciptakan) dengan baik. Berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut dan penuh harap. Sesungguhnya rahmat Allah sangat dekat kepada orang yang berbuat kebaikan (Qs Al-A’raf:56).
Kita adalah umat terbaik yang diberi akal dan pikiran yang benar. Melanjutkan perjuangan Islam dengan merealisasikannya dalam kehidupan nyata keluar dari kebodohan menuju umat yang berpikir cemerlang, mandiri dan optimis sesuai dengan syariat.
Kita harus kembali mengingat dan menyadari untuk apa manusia diciptakan Alllah swt. Hanya dengan demikian umat manusia akan menjalani kehidupan dunia secara terarah dan tidak mudah teralihkan oleh hingar bingar dunia.
Sebagaimana firman Allah swt dalam Alqur’an bahwa kita manusia diciptakan dalam rangka untuk beribadah kepadaNya dan menjadi Khalifah di atas muka bumi, maka poros aktifitas kehidupan kita harusnya tidak lepas dari tujuan tersebut.
Dalam pemahaman Islam, aktifitas ibadah bukan hanya dalam bentuk penyembahan/ritual semata, tapi harus dalam setiap aktivitas amalnya, baik dalam konteks niat maupun bentuk amal harus ikhlas dan sesuai aturan Allah swt. Selama negeri ini dan penduduknya belum memenuhi parameter ini, maka perlu dipertanyakan, kemerdekaan atas apa yang selama ini kita rayakan?
Wallahua’lam bishowab
Views: 30
Comment here